Setelah semalam an Ryan dan tiga sahabat mereka berjaga di luar dan sesekali bergantian masuk untuk melihat keadaan Ivanka, esok pagi dokter datang.
Melihat dokter keluar setelah memeriksa keadaan Ivakapan
Ryan langsung berdiri.
"Bagaimana keadaan tunanganku dok ?"
"Secara fisik dia sudah lebih baik tapi beda dengan psikisnya. Dia masih terguncang. Keluarga dan orang terdekat adalah obat yang paling di butuhkan pasien saat ini. Saran saya ajaklah dia berlibur atau lakukan hal yang bisa membuat nya rilek dan bahagia."
"Lalu apa tidak perlu bagi nya untuk tinggal beberapa hari lagi di sini dok?"
"Pasien sudah minta pulang, dan melihat kondisi fisiknya tidak ada masalah, saya rasa itu tidak masalah. Dia saat ini akan lebih baik kalau kamu ajak berlibur."
"Baik dok, terima kasih."
Ryan dan ketiga sahabat Ivanka memasuki kamar dimana Ivanka sedang terbaring.
"Yank, apa tidak sebaiknya tetap disini dulu untuk satu atau dua hari lagi. Setidaknya sampai keadaan kamu lebih baik lagi. Muka mu masih tampak pucat."
"Kali ini aku setuju dengan Ryan. Tinggal lah dulu di sini Ivanka." ucap Budi menyakinkan Ivanka.
"Tidak ! Aku ingin pulang ke rumah ku."
"Baiklah, aku akan kembali setelah mengurus administrasinya "
"Hmmm..."
Melihat Ryan berlalu, Ivanka langsung bertanya ke Budi.
"Bud, dimana Riqky di makam kan ?".
" Aku akan mengantarmu jika kamu ingin ke makam nya. Aku tidak mengijinkan mu pergi sendirian."
"Baiklah, besok pagi jemput aku."
"Baik."
Ryan mengantar Ivanka pulang ke rumah. Ivanka menyuruh mereka tidak memberi tahu keadaan Ivanka ke orang tua Ivanka.
"Yank, bagaimana kalau kita ambil waktu berlibur bersama ?."
"Maaf Ryan, aku sedang tidak dalam mood yang bagus untuk berlibur. Hanya beri waktu padaku saja."
"Baiklah..
Aku akan langsung kembali ke Bandung. Dan telepon lah aku jika kamu membutuhkan apa pun."
"Ryan...
Terima kasih dan juga maaf, aku..."
Ryan memotong Ivanka
"Jangan berterima kasih atau minta maaf pada ku. Sudah menjadi tugasku menjaga mu."
Ryan dan ketiga sahabat Ivanka pun permisi pulang.
Ryan kembali ke Bandung, sepanjang jalan di dalam bus dia berpikir.
Hatinya sangat sedih melihat keadaan tunangan nya itu. Dan Ryan juga merasa kuatir kalau apa yang di ucapkan Budi menjadi kenyataan.
Bagaimana jika Ivanka memutuskan untuk berpisah dengan nya.
Mencari wanita yang cantik bahkan lebih cantik banyak tapi Ivanka berbeda.
Di pandangan Ryan, Ivanka adalah wanita yang special. Dia pasti akan bisa menjadi istri yang baik juga ibu yang luar biasa.
Dengan bersama Ivanka, Ryan yakin kelak masa depan mereka nanti akan bisa lebih baik.
Berbeda dengan Ivanka. Saat ini di pikiran nya hanya bayangan Riqky. Dia merasa bersalah dengan kematian Riqky. Andai saja dia melarang Riqky pergi ke Cina, saat ini Riqky pasti masih dalam keadaan baik-baik saja. Andai saja ...
Setiap kata andai terlintas, membuat dia meneteskan air matanya.
Esok paginya Budi datang. Dia menjemput Ivanka untuk ke makam Riqky.
Tiba di makam Riqky, Ivanka tidak bisa menahan tangis nya lagi. Dia kembali menangis.
Budi memeluk Ivanka.
"Berhenti lah menangis, ku rasa Riqky pun tidak menginginkan mu seperti ini."
"Bud, ini semua gara-gara aku."
"Tidak, ini adalah suratan nasibnya."
"Setiap kita akan di panggil pulang. Hanya kita yang tidak mengetahui kapan waktunya dan bagaimana cara kita pulang.
Jika kamu mengasihi Riqky, buatlah dia tenang. Jangan seperti ini, kita boleh bersedih tapi jangan berlarut-larut."
Ivanka mulai berhenti menangis.
Dia membenarkan apa yang Budi katakan.
Riqky tidak suka melihat nya menangis, Riqky akan senang jika melihatnya tersenyum.
"Qq...
Aku akan hidup dengan baik dan melakukan apa yang aku suka. Aku akan mengikuti keinginan mu padaku. Aku akan mencoba hidup berbahagia."