83 Aku bukan orang asing

Sementara di luar Ryan merokok. Pikiran nya melayang. Dia bisa melihat kalau tunangan nya sangat terpukul dengan meninggalnya Riqky.

"Apa yang harus ku lakukan untuk menghibur nya?" Ryan berbicara pada dirinya sendiri.

Ryan sudah menghabiskan beberapa batang rokok, tapi Ivanka belum juga mencari nya.

Dia memutuskan untuk menemui Ivanka. Tiba dipintu kamar, Ryan tidak melihat para sahabat Ivanka.

Dia memasuki ruangan dimana Ivanka berbaring.

Dia melihat Ivanka masih menangis.

Melihat Ryan datang Ivanka langsung menyeka air matanya.

Ryan mendekati Ivanka lalu dengan sabar membelai kepala Ivanka. Dia mencium dahi Ivanka.

"Yank, jangan perlakukan aku seperti orang asing. Jika kamu merasa berat kamu bisa menyuruh ku membantu mu membawa sebagian beban mu. Jika kamu merasa sakit kamu bisa katakan padaku jadi aku bisa mencari obat untuk mu. Jika kamu ingin menangis, menangis lah di bahu ku. Jangan sembunyikan apapun padaku."

"Terima kasih Ryan tapi maaf saat ini aku ..."

"Baiklah aku mengerti. Aku akan memberi mu waktu sendiri. Aku akan kembali ke Bandung tapi setelah mengantarmu ke rumah. Aku sudah menemui dokter. Kamu bisa pulang besok pagi. Jadi anggap lah aku tidak ada."

Ryan lalu beranjak pergi. Dia keluar dan duduk di kursi depan kamar Ivanka.

Dia duduk dan mencoba tidur. Pulang kerja dia langsung menuju Cirebon saat mendengar Ivanka di Rumah sakit. Ryan mengetahui nya saat mencoba menelepon Ivanka tapi Tonny yang mengangkat telepon Ivanka.

"Ryan saat ini Ivanka ada di Rumah Sakit permata cirebon. Dia pingsan dan belum sadarkan diri sampai saat ini."

Saat mendengar itu, Ryan hanya mandi dengan terburu-buru lalu langsung pergi menuju Cirebon. Dia tiba di samping Ivanka subuh tadi.

Ryan mungkin kecewa saat dia sudah terjaga semalaman suntuk tanpa tidur dan saat Ivanka sadar ternyata yang di dengar nya bukan namanya tapi "Qq" nama pria lain yang dipanggil pertama oleh perempuan yang di cintai itu. Tapi Ryan tidak bisa marah bahkan sampai terakhir ini Ivanka tidak ingin dia ada di samping nya.

Ryan mencoba untuk memahami Ivanka dan memberinya waktu.

Lalu ketiga sahabat Ivanka datang.

"Ryan kenapa kamu hanya duduk di sini dan tidak menemani Ivanka ?" ucap Budi ketus.

"Andai saja dia mengijinkan ku berada di samping nya akan bagus sekali. Kalian bertiga masuk lah dan cobalah hibur dia. Mungkin kehadiran kalian bertiga bisa membuat dia nyaman dan lebih menghibur dia." ucap Ryan dengan nada enggan.

Mereka bertiga lalu masuk tapi tidak lama keluar lagi.

"Maaf kawan, bukan cuma kamu. Ivanka benar-benar menginginkan sendiri. Kita tidur aja di sini malam ini. Besok baru mengantar nya pulang ke rumah." Ucap Ferry.

"Tidak perlu, kalian pulang lah istirahat. Biar aku saja yang berjaga di sini. Terima kasih sudah menjaga Ivanka saat aku belum ada."

"Heiii...Ivanka mungkin sudah bertunangan dengan mu tapi dia tetap sahabat kami juga. Lagi pula aku tidak yakin pertunangan kalian akan berlanjut... " ucap Budi sinis

Ryan langsung berdiri dari duduknya dan mendorong Budi sambil mencengkram kerah kemeja Budi.

"Apa kata mu ???

Brengs*k kamu, jangan memancing emosiku!."

"Kenapa ?? Kamu juga bisa merasakan bukan kalau Ivanka terlihat begitu terpukul di tinggalkan oleh Riqky, dan jelas Ivanka bukan cuma melihat Riqky sebagai rekan kerja." ucap Budi lagi dengan sikap siap berperang.

"Kalian berdua tenang lah, ini di rumah sakit. Dan jangan membuat Ivanka lebih tertekan." Tonny mencoba memisahkan mereka.

Akhirnya Ryan melepaskan tangan nya.

"Terserah jika kalian ingin menunggu juga tapi sebaiknya jaga juga mulut kalian."

avataravatar
Next chapter