webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · 都市
レビュー数が足りません
281 Chs

All I Do (7)

Maya dan Marve berjalan bergandengan saat memasuki rumah mereka, semalaman mereka tidak pulang dan menghabiskan waktu di apartement kantor milik Marve, bercinta sepanjang malam tanpa ada yang mengganggu, terlebih Rara, dia bahkan telah berdiri menanti seakan menyambut kedatangan Marve.. Ya hanya Marve karena Rara hanya tersenyum pada Marve dan itu membuat Maya kesal setengah mati hingga ingin sekali ia menjambak rambut wanita itu hingga rontok.

Terang-terangan ia menggoda suamiku, Maya menggerutu kesal, saat Rara mengeluarkan senyum memikatnya kini.

"Mengapa tidak pulang semalam?" Rara bertanya tanpa sungkan.

"Urusan mereka mau pulang atau tidak.. kamu tidak berhak bertanya." Dewi menyerobot, ia melihat dengan jelas wajah Maya yang jengkel jadi ia segera menyela ucapan Rara sebelum Marve menjawab dan akan membuat Maya lebih kesal lagi.

Rara melirik tajam, ia menyipitkan matanya tanda tidak senang tapi Dewi membalasnya dengan membukatkan matanya tanda tidak takut.

"Sayang.. ayo kita mandi, tubuhku sudah penuh dengan keringat dan rasanya panas sekali." Maya berakting, ia menggelayut manja dan menekan kata 'panas' sambil melirik kearah Rara.

Marve tersenyum, ia menjadi lupa untuk menjawab pertanyaan Rara karena ucapan Maya yang terdengar mengajaknya mandi bersama.. kini pikirannya telah melayang jauh meskipun sebenarnya Maya tidak bermaksud seperti itu.

Tapi pikiran pria tidak akan ada yang dapat mengehentikannya terlebih naluri pada istri tercintanya jadi ia cepat-cepat melangkah membawa Maya dengan penuh semangat memasuki kamar mereka meninggalkan Rara yang hanya menatap jengkel kini.

"Jadi sayang.. ayo kita mandi." Marve segera membuka kancing kemejanya dengan tidak sabar sambil berjalan mendekati Maya.

Maya membulatkan matanya, bahkan bekas kecupan mesra penuh gairahnya masih bertengger dibeberapa sudut tubuh Marve yang sudah hampir melepaskan semua kancing kemejanya.

Ayolah.. Maya tidak yakin jika Marve hanya akan mengajaknya mandi bersama jadi ia dengan cepat-cepat menghindar saat Marve baru akan menyergapnya.

Oh, ia bisa pingsan karena lemas jika Marve berhasil menangkapnya karena sebelum kembali pulang tadi mereka bahkan menyelesaikan dua ronde percintaan yang membuat Maya tidak dapat merasakan tulang-tulang ditubuhnya lagi.

"Sayang.. aku mendadak sakit perut." Maya berdalih sebelum akhirnya mengunci pintu kamar mandi rapat.

Marve hanya dapat tersenyum kecewa karena Maya telah berhasil mempermainkannya, jadi ia memutuskan untuk berbaring sejenak diatas tempat tidur dan memejamkan matanya.

Saat perlahan sentuhan hangat merapa dari perutnya terus hingga naik kedadanya "Sayang..." Marve mengerang, saat merasakan kecupan hangat mendarat dilehernya.

"Apa aku bilang harusnya kita mandi bersama bukan." Marve membuka matanya perlahan dan mendapati Rara tengah mencondongkan tubuhnya kearahnya.

"Apa yang kamu lakukan?" Maya memekik, ia melihat bagaimana tanggan Marve telah ada diatas punggung Rara, dengan begitu terkejut Marve segera beranjak bangun begitupun dengan Rara.

Tanpa membuang waktu Maya berjalan cepat, awalnya ia berniat untuk mengajak Marve mandi bersamanya karena merasa tidak enak telah mempermainkannya dan kini yang didapati oleh nya adalah Rara telah hampir naik keatas tubuh Marve.

Marve dengan kasar segera beranjak bangun dan membuat tubuh Rara jatuh seketika.

"Sayang.. Rara bagaimana bisa kamu.." Marve segera memekik, ia mengira jika yang menyentuhnya adalah Maya karena matanya terpejam.

"Dek, mas bisa jelaskan semua ini." Marve segera berjalan mendekati Maya, mata Maya menatap kosong ia melepaskan tangan Marve dengan kasar dan menahan nafasnya lalu ia segera mengulurkan tangannya pada Rara "Kamu baik-baik saja?" Maya bertanya dengan lembut.

Mata Rara memerah, ia mendadak menjadi takut karena Maya sama sekali tidak menunjukan emosi seperti yang diharapkannya. Maya kemudian menarik tangan Rara dan membangunkannya karena Rara tidak kunjung menyambut tangannya.

Maya kemudian tersenyum sambil merapihkan rambut Rara "Apa yang kamu lakukan dikamarku?" Maya bertanya dengan lembut, sedangakan Marve segera menghampiri dan mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tapi ekspresi wajah dingin Maya menahannya.

"Jalang.. pergilah sebelum aku melemparmu." Maya berbisik, hati Rara mencelos, mengapa Maya sangat menakutkan bahkan ia tidak berani menatap Maya kini dan segera bergegas pergi meninggalkan kamar Maya dan Marve.

"Apa aku bilang bukan?" Maya hanya berkata singkat seakan menunjukan jika ia benar tentang kehadiran Rara yang akan mengacaukan rumah tangga mereka, lalu kemudian pergi memasuki ruang ganti pakaiannya.

"Dek.. mas mengira itu kamu.. sungguh." Marve menjelaskan sambil memeluk Maya erat.

"Anggap saja seperti itu." Ucap Maya, ia melepaskan dekapan Marve dan segera mengganti pakaiannya.

"Tadinya aku ingin mengajakmu berkunjung ke makam orangtuaku, tapi sekarang akan lebih baik jika aku tidak melihat wajahmu dulu hari ini." Ucap Maya, ia melangkah cepat melewati Marve dan berjalan meninggalkan Marve sendiri.

Marve diselimuti rasa bersalah kini, akan lebih baik jika Maya berteriak dan memarahinya namun sikap dingin yang diambil Maya justru membuatnya sangat takut kini.

Dengan cepat, Marve melangkah menyusul langkah Maya yang baru saja akan membuka pintu kamar mereka dan menahannya.

"Dek.. mas sungguh mengira itu kamu, sedikitpun mas tidak pernah meliriknya lagi, percayalah." Marve menahan knop pintu dan kembali meyakinkan Maya.

"Benarkah? Jadi kamu tidak dapat membedakan sentuhanku mas.." Mata Maya memerah, ia menahan rasa sakit dihatinya meskipun ia tahu jika pastilah Rara yang menggoda suaminya namun tangan Marve yang melingkar mendekap pinggang Rara membuat Maya meyakini jika Marve telah tergoda.

"Jangan bermain api mas, karena bukan kamu yang akan terbakar tapi aku dan persaanku." Maya menyeka air matanya sebelum akhrinya keluar dari dalam kamarnya dengan wajah tersenyum seakan tidak terjadi apapun.

Dari atas tangga dimana ia melangkah turun, Maya dapat melihat wajah ketakutan Rara yang mungkin saja tersembunyi rasa kemenangan didalamnya jadi Maya setegar mungkin menunjukan senyum merekahnya.

"Bu.. aku akan pergi mengunjungi makam orangtuaku.. jika Verronica mencariku jangan suruh ia menunggu dan awasi rumah ini baik-baik." Maya berpesan pada Dewi sebelum melangkah keluar tapi langkahnya kembali mundur dan sedikit menoleh pada Rara yang berdiri menunggu dengan wajah tertunduk takut.

"Aku tidak suka bagaimana tikus berkeliaran dirumahku sesuka hati. Aku adalah nyonya disini, jika ada yang melanggar maka seret dan usir saja ke jalan." Lanjut Maya dengan tegas, ia sengaja menekan kata 'Tikus berkeliaran' dan sebutan 'Nyonya' yang ia tegaskan tepat diwajah Rara.

Dewi merasakan ada yang berbeda dengan sikap Maya, tidak seperti biasanya, aura menakutkan muncul dari raut wajah Maya sekan ia tidak dapat tersentuh, dan tidak lama kemudian Marve melangkah turun dan segera berjalan menghampiri Rara.

"Saat aku pulang nanti pastikan aku tidak melihat wajahmu lagi, atau akau akan membuatmu menghilang untuk selamanya." Ucap Marve mengancam, Rara telah menyalahgunakan kebaikan hatinya, benar kata Bisma, wanita ini memiliki niat tidak baik kepada hubungannya dengan Maya.

"Maafkan aku Marven.. " Rara menahan lengan Marve dan mulai menangis, tapi air matanya sama sekali tidak memengaruhinya, ia lantas menarik tangannya dengan kasar hingga Rara nyaris terjatuh dan pergi meninggalkan rumah dengan perasaan kesal.

...

Marve begitu gusar, ia mencoba menghubungi Maya namun Maya tidak juga menjawab panggilannya hingga beberapa kali ia mencoba dan akhirnya Maya menerima panggilannya.

"Sayang... mari kita bicarakan dulu, dan selesaikan semuanya sekarang juga." Marve berbicara tanpa basa basi.

"Aku akan menyusulmu dan mari kita bicarakan ini baik-baik. Ya sayang.. mas mohon.." Marve terus membujuk Maya sampai akhirnya suara tarikan nafas berat terdengar dibalik ujung telepon disana.

"Baiklah.." Maya akhirnya setuju dan kemudian mematikan ponselnya.

Maya kembali menyeka air matanya, berulangkali ia mengingat akan kata-kata Veronica yang mengatakannya untuk tidak langsung percaya dengan apa yang dilihatnya karena mungkin saja itu semua adalah bagian rencana Rara untuk menghancurkan rumah tangganya tapi tetap saja rasanya sangat menyakitkan baginya, meliha bagaimana suaminya mendekap wanita lain diatas tempat tidur mereka sungguh membuat hati Maya hancur.

Ia membuang nafas berat lagi dan berjalan mendekati makam kedua orangtuanya.

"Papa.. Mama.. aku merindukan kalian, apa kalian sudah bertemu dengan bi Mina dan Arya? Kalian pasti sangat senang bertemu disana.. Aku baik-baik saja, sungguh jadi bersenang-senanglah disurga sana." Mia berbivara sediri sambil sesekali menyeka air matanya, jika saja mereka semua masih hidup maka disaat seperti ini, ia tidak akan merasa benar-benar sendirian.

Maya kemudian beranjak bangun setelah mencium batu nisan kedua orangtuanya dan meletakan rangkaisn bunga mawar putih kesukaan ibunya lalu bergegas untuk pergi saat melihat Andre tiba-tiba saja berada dihapannya.

"Andre.."

Andre tersenyum, Maya melihat ditangannya terlihat bunga mawar putih, membuat Maya sedikit merasa penasaran. "Lama tidak jumpa." Ucap Andre, Maya hanya membalas dengan senyuman singkat dan berjalan melewati Andre.

"Paman.. Bibi.. maaf aku baru bisa datang lagi"

Maya segera menoleh, saat mendengar suarw Andre yang kini tengah berjongkok disebelah makam kedua orangtuanya.

"Andrean datang."

Hati Maya seakan terhentak benda besar, pria yang selama ini dihindarinya ada pria yang dulu pernah melamarnya saat mereka masih belia.

"Kak Andrean.. itu sungguh kamu?" Maya bertanya tidak percaya sampai Andre mengangkat kepalanya dan tersenyum.

"Akhirnya kamu mengingatku Maya.."

....