webnovel

Part 19-Firasat

Malam telah larut namun tampaknya hal itu bukan suatu masalah bagi para pegawai Bistro untuk segera beristirahat. Di balik tanda tutup yang terpasang jelas di depan tempat tersebut, mereka mulai mengungkapkan sisi lain mereka yang jarang di ketahui orang.

Umika meletakkan kepalanya di meja dengan tangan sebagai penopangnya di sana. Kairi yang sejak tadi duduk di depannya hanya bisa menatap gadis berambut pendek itu. Sejak kembali dari cafe tempat ia, Sukasa dan Sakura datangi gadis itu hanya diam tanpa bicara atau berkomentar sedikitpun bahkan saat Kairi dan Toma bertanya padanya. Meski mereka berdua sudah mengetahui masalahnya bahkan tanpa di beritahu oleh gadis itu.

"Ayolah, Umika.... apa kau tidak bosan? Kau sudah berpose seperti itu sejak sejam yang lalu." Ujar Kairi dengan ekspresi bosan, namun tetap saja hal itu tidak di gubris oleh Umika. Sementara Kairi memujuknya Toma menyibukkan dirinya di dapur untuk mencuci beberapa piring dan alat masak yang kotor.

"Bukankah kau sudah menyadari ini dari awal? Sakura tidak akan terlalu mempermasalahkannya jadi tenang saja." Mendengar perkataan Kairi sontak gadis itu langsung mengangkat kepalanya dan menatap pemuda berambut ikal itu sambil merungut.

"Kau tidak akan berkata begitu jika kau sendiri yang ada di sana!" Ujarnya.

"Kalu begitu katakan apa yang terjadi di sana? Apa kata-kata Sakura begitu rumit hingga membuatmu tidak ingin mengatakannya?" Umika bergeleng pelan untuk menjawab pertanyaan Kairi, sementara Kairi yang melihat itu hanya menghela nafas pendek.

Toma yang sejak tadi hanya mendengarkan dari dapur langsung beralih pada gadis itu. "Apa ada hal lain yang mengganggumu?" Tanya sang koki, saat tangannya sibuk mengelap beberapa piring.

Umika terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaan itu. Tampaknya pertanyaan Toma langsung mengenai sasaran yang tepat hingga gadis itu harus memikirkan apa yang harus ia katakana untuk menjawabnya.

"Jika Identitas kita terbongkar lagi, akan sulit untuk kita mengumpulkan koleksi."

"Hei, kenapa tiba-tiba kau sensitive begitu?"

"Umika?

"Aku tidak mau itu terjadi lagi, aku tidak mau identitas kita terbongkar lagi. Dengan adanya Sakura di sini akan sulit bagi mereka untuk membongkar identitas kita lagi jadi...."

Kalimat Umika terpotong saat mendengar seseorang membuka pintu dan berjalang kearah mereka. "Jadi karna itu, kau tidak menolak tawaranku" Ujarnya dengan suara yang tak asing lagi di telinga mereka bertiga.

"Kukira kau tidak akan kemari Noel?" Tanya Toma

"Sepertinya kita kedatangan tamu di malam hari." Sahut Kairi saat melihat pria itu.

"Oui, sepertinya begitu." Balas Noel sambil tersenyum sebelum duduk di meja yang sama dengan Kairi dan Umika.

"Kenapa kau baru datang?"

"Aku, baru saja bertemu dengan Sakura dalam perjalanan." Tutur Noel sembari memperlihatkan amplop yang ia pegang sejak tadi.

"Itu, intel baru?" Tanya Toma saat meletekakan cangkir teh di depan pria berambut caramel itu. Noel mengangguk mengiyakan.

"Bertemu di perjalanan, sepertinya hari ini kau tidak beruntung!" Seru Kairi yang dilanjutkan dengan tawa pelannya.

"Tidak juga, dia tidak marah hanya.... lebih seperti peringatan untuk tidak memaksa temannya melakukan sesuatu yang tidak perlu." Sembari beralih kearah Umika yang duduk di depannya bersamaan dengan pandangan yang lain.

"Bagaimana menurutmu, Umika?"

"Aku...."

"Dia percaya padamu lebih dari kami semua Umika, apa kau tidak percaya padanya?" Umika hanya merapatkan kedua bibir dan mengalihkan pandangannya kearah lain. Sepertinya ucapan ketiga temannya membuat membuat gadis itu merasa bersalah.

"Jadi, kau membuat rencana ini...." Toma tidak melanjutkan kalimatnya dan hanya melihat kearah Noel yang duduk di sampingnya.

"Apa? Sungguh!" Seru Kairi seperti baru menyadari sesuatu.

"Oui! Aku memang sengaja, ingin mencari tahu lebih dalam karakter asli Sakura. Kebanyakan orang akan lebih mudah mengatakan apa yang ia pikirkan pada orang yang ia kenal. Tapi sepertinya dia bukan orang seperti itu."

"Lalu bagaimana sekarang?" Tanya Toma lagi.

"Kita beruntung, dia berada di pihak kita. Mungkin akan sedikit mengganggu karena kita tidak tahu apa yang ia pikirkan juga tujuannya dan bertanya padanya lebih tidak mungkin lagi. Sekarang aku mengerti alasan Arsen merekrutnya sebagai intel."

"Kau benar, itu sangat masuk akal. Aku tidak akan terkejut jika dia bukan manusia." Ucap Kairi.

"Dia manusia."

"Apa! Dia seorang manusia? Sungguh? Baiklah, sekarang aku benar-benar terkejut."

"Sebaliknya aku malah tidak terkejut jika dia manusia,

"Kenapa begitu?" Tanya Umika yang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan.

"Seperti Arsen yang menjadi pemburu harta karun terkenal di dunia dan kau juga Kairi, bisa mendapatkan Lupin Magnum bukankah itu adalah hal yang luar biasa? Aku yakin jika itu orang lain pasti akan sulit untuk melakukannya."

"Aku setuju denganmu." Tambah Toma bersamaan dengan anggukan Umika, mendengar ucapan kedua temannya membuat pemuda berambut ikal itu tersenyum sendiri.

"Jangan salah paham, kami sedang membicarakan Sakura bukan kau." Lanjut Toma yang sontak mengubah ekspresi pemuda itu 180 derajat.

"Lalu bagaimana dengan intel ini?" Tanya Kairi saat tangannya ingin meraih amplop yang ada di tangan Noel. Tapi belum sempat pemuda itu menggapainya Pria berambut caramel itu langsung menarik amplopnya lagi.

"Ayolah Noel!" Sahut Kairi yang mulai merasa jengkel.

Noel terdiam saat menyadari tangannya yang langsung bergerak sendirinya. Ini bukan hal yang asing lagi untuknya, dia pernah melakukannya beberapa kali. Tapi entah bagaimana itu terasa berbeda saat ia bersama Sakura. Gadis itu memang sangat unik. Batin Noel saat menatap amplop itu.

"Jadi apa sekarang aku bisa melihat isinya?" Tanya Kairi yang sejak tadi sudah menunggunya. Pria itu tersenyum padanya dan langsung mengangkat amplop itu lagi.

"Apa aku pernah mengatakan ini milik kalian?" Mendengar pertanyaan itu membuat ketiganya terheran-heran termasuk juga Umika.

"Apa maksudmu, jika bukan milik kami lalu siapa?

"Intel ini, milik Keichiro dan teman-temannya."

"Apa!"

-----

Sakura berdiri di sana, di tatapnya tetesan darah yang menempel pada pakaiannya sebelum pandangannya beralih pada sosok pria yang baru saja menyambutnya dengan tangan besarnya itu. Sementara teriakan Nana tak henti-henti terdengar untuk memastikan apakah gadis itu baik-baik saja.

"Ya, aku baik-baik saja." Ujar Sakura menenangkannya.

Kini pandangannya tertuju pada lantai rumah Nana yang sudah penuh dengan banyak pecahan kaca dan barang-barang yang berserakan. Ditambah lagi dengan bibinya yang sudah terikat rapi di sofa tamu dengan kedua mata yang tertutupi oleh sehelai kain. "Yaampun.... seperti perampokan saja." Batin Sakura.

Sakura hanya diam sambil membayangkan rupanya yang sekarang saat cairan itu kini telah membasahi sebagian pipi kanannya dengan luka jahitan yang terbuka. Gadis itu hanya menghelah nafas saat merasakan rasa sakitnya. Dari pada memikirkan soal itu tampaknya hal yang ada di depan matanya sekarang, jauh lebih menarik untuk di pikirkan.

"Lama tidak bertemu, Paman. Tampaknya.... lima tahun menjadi narapidana belum cukup untuk mengajarkanmu sopan santun."

"HAHAHA, lihatlah siapa yang bicara! Kau beruntung aku tidak menamparmu hingga tiada. Sepertinya kau sibuk sekali hingga pulang selarut ini. Katakan padaku Sakura, berapa banyak pria yang kau layani hari ini, jika masih kurang kau bisa mencariku untuk bermain HAHAHAHA!"

"JAGA BICARAMU DAICHI JIKA KAU MELAKUKAN SESUATU PADA SAKURA..."

"Apa? Memangnya apa yang bisa wanita tua sepertimu lakukanhah!!! Kau bahkan tidak bisa berpindah dari tempatmu, MASIH BERANI MENGANCAMKU! DIAM!!!" Pekiknya menggema di seluruh ruangan.

"Jadi, bagaimana Sakura? Kebetulan besok adalah hari ulang tahunku! Mungkin kau ingin memberikan hadiah.... Yang special?" Ujarnya sembari mengusap pipi kiri Sakura dengan lembut.

GRAP!

Tangan gadis itu langsung mencengkram kuat tangan Daichi, membuat pria itu terkejut saat tatapan gadis itu langsung beralih tepat kewajahnya, meski begitu ia tetap berusaha menghilangkan ekspresinya."Wow, lihat tatapan itu? Santai saja, aku tidak akan melakukannya dengan kasar Hahaha...ha..."

Nana yang terikat tidak jauh dari sana hanya bisa mengerutkan alis, jantungnya benar-benar berdetak dengan cepat takut jika terjadi sesuatu dengan keponakan perempuannya itu. Namun yang paling ia takutkan sekarang adalah.... apa yang akan di lakukan olehnya? Sakura.

"Benarkah! Kau ingin aku melayanimu?" Tanya Sakura tiba-tiba membuat Pria itu tertegun.

"Kau dengar itu Nana? Pria yang sangat kau cintai yang memberimu setangkai bunga anggrek yang sangat indah itu, telah berbaik hati meminta gadis ini untuk memenuhi hasrat seksualnya manis sekali."

Nana terdiam menanggapi ucapan gadis itu, batinnya terasa sakit untuk menerima kenyataan yang ada. Bahkan sehelai kain pun tidak memungkiri itu saat pola gelap terbentuk di sekitar mata nana, yang menandakan ia sedang menangis.

"Untuk apa kau memberi tahunya, aku hanya perlu mendengarkan jawabanmu?"

"Apa kau begitu ingin memenuhi nafsumu sendiri? Pernahkah memikirkan perasaan orang yang mencintaimu?" Sambil meliri kearah Nana yang sudah tak bersuara.

"Huh, apa katamu?"

"Lupakan, karna aku sudah tahu jawabannya." Tutur Sakura yang di susul dengan tatapannya yang tajam.

BRAK!

Suara hantaman keras terdengar dari arah kedua orang itu, yang langsung mengalihkan perhatian Nana hingga wanita itu melupakan tangisnya. A-apa yang terjadi? Batin Nana.

Sakura berdiri ditempatnya melihat kearah Daichi yang sudah tergeletak tak berdaya di lantai. Di dekatinya wajah pria itu sembari berbisik. "Pergi dari sini sebelum aku yang membuatmu pergi dari dunia ini. Bagaimana hadiahku sangat menarik bukan?" Ucapnya sebelum meninggalkan pria itu di sana begitu saja.

"Gadis itu aku tidak akan mengampuninya." Daichi membangunkan tubuhnya dan mulai menampakkan wajah marahnya yang begitu kesal atas hinaan yang telah ia terima. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah pecahan kaca yang tergeletak dilantai. "Mengeluarkanku dari dunia ini ya? Kita lihat apa kau bisa mengatakan hal itu lagi?"

"Si-siapa itu dimana Sakura?" Tanya Nana saat melihat bayangan seseorang berdiri dari balik kain itu. Perlahan ia merasakan ikatan itu mengendor hingga matanya bisa melihat apa yang ada di depannya.

"Sakura, Sakura! Kau baik-baik saja....a-aku sangat takut." Gumam Nana saat mendekap tubuh gadis itu dalam pelukannya dengan air mata yang berlinang.

"Aku baik-baik saja jangan khawatir."

"Da-Daichi...."

"SAKURA AWAS....!!!"

SRUK!

------

"Aah...!"

"Brian ada apa?"

Tanya Brizella yang dengan cepat berlari saat mendengar teriakan saudaranya itu. Gadis itu menghampiri kakaknya yang tampak sedang terduduk di dekat meja yang ada di ruang kerja dengan serpihan kaca yang tampak di sekitarnya.

"Kau baik-baik saja?" Tanya gadis itu dengan ekspresi cemas.

"Iya hanya tertusuk kaca." Sambil memperlihatkan pecahan vas yang berserakan di lantai ruangan.

"Brian tanganmu berdarah!"

Beberapa saat kemudian keduanya terlihat duduk di sofa dengan kotak P3K yang di etakkan di meja depan mereka. Brizella terlihat sangat focus pada perban yang ada di tangannya, dengan hati-hati gadis itu melilitkannya menutupi luka di tangan Brian. Sementara saudarinya terpaku dengan luka di tangannya pemuda itu malah termenung seolah sedang memikirkan sesuatu.

"Sudah selesai. Huh...untunglah tidak parah, apa masih sakit?" Tanya Brizella pada kakaknya yang benar-benar tenggelam dalam lamunannya.

"BRIAN.....!"

"Hah! A-apa ada apa?" Tanya pemuda itu yang sempat kaget mendengar teriakan kencang di telinganya. "Kenapa kau berteriak? Kau ingin membuatku tuli ya?"

"Aku sedang bicara padamu tapi kau tidak dengar."

"Ah...benarkah? Maaf aku tidak mendengarmu." Ujar Brian dengan nada lesu. Brizella menghela nafas, setelah mendengar itu. Ia sudah menduga-duga apa yang sedang di pikirkan oleh saudaranya itu hingga tidak menyadari sekitarnya.

"Apa ini tentang kakak?"

"Kau!"

"Sudahlah....kau tidak perlu menyangkalnya. Aku ini saudarimu Brian siapa lagi yang paling mengenalmu selain aku? Jadi, ada apa?"

"Tidak, hanya.... Firasat. Entah kenapa beberapa saat lalu aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi."

"Wow, kalimat yang bagus! Kau seperti seorang peramal, Hahahaha."

"Ini tidak lucu tau! Hah, lupakan saja."

"Haha, baiklah....aku minta maaf..."

Kau sangat mencemaskannya ya? Tidak heran sih! Beberapa bulan sudah berlalu tapi kakak belum juga menemukan keberadaan Medusa, firasatku tidak bagus. Kakak.... Kuharap tidak terjadi sesuatu yang buruk padamu.

Hai, kalian yang masih di sini! terimakasih sudah setia membaca. maaf karena akhir-akhir ini terlambat ngaplot ceritanya, tapi saya akan berusaha untuk tetap aplod setiap minggu.

Kalian adalah penyemangat yang terbaik! sekali lagi terimakasih T T

Sampai jumpa di part selanjutnya, Adieu!!!

Ulya_Ramadhancreators' thoughts