webnovel

Part 12-Rahasia di Balik Sebuah Rahasia

"Apa ini, dimana aku..." Batin Sakura, ketika mendapati dirinya berada di tempat yang serba putih tanpa ada apapun di sana.

"Sakura!" Panggil seseorang dari arah belakang. Dengan cepat gadis itu memutar kepalanya saat mengenali suara yang tadi didengarnya. Tampak dua orang sedang berdiri di depannya menatap gadis yang kebingungan itu dengan senyuman hangat. Sakura terdiam matanya melotot dan mulai berkaca-kaca, tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ayah, Ibu." Panggilnya pada kedua orang itu. Namun tiba-tiba saja sesuatu membuat gadis itu kembali terkejut saat ia melihat sosok yang ada di belakang kedua orang tuanya itu, wajah monster yang telah menghancurkan hidupnya.

Wanita itu tersenyum dibelakang mereka, sambil menatap tajam kearah Sakura sambil mengarahkan rambut ularnya keleher kedua orang tuanya.

"Tidak...ayah...ibu...pergi dari sana...!" Pekiknya sembari berlari secepat mungkin kearah keduanya.

SRAK!

Suara itu terdengar tepat setelah kedua kepala itu terlepas dari tubuh mereka masing-masing, dengan cairan merah yang turut menghiasinya saat keduanya terjatuh ketanah. Sakura terduduk saat kedua tangannya basah terkena cairan merah yang menggenang di sekelilingnya.

"AAAAAAAAAAAaaaaaaaa.....!"

-----

"Aaaa...! Hah, hah, hah...."

Sakura menjerit, tiba-tiba tubuhnya terbangun diatas ranjang kamarnya yang biasa. Tubuhnya bergetar, dengan keringat dingin yang sudah membasahi sebagian piama tidur di tubuhnya. Beberapa kali ia melirik keseliling kamar memastikan yang ia lihat barusan hanya mimpi.

BRAK!

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan tampak Nana yang langsung berlari kearah Sakura dengan rambut yang terikat agak kusut. Saat dilihatnya penampilan keponakannya itu yang tampak seperti orang yang baru melihat hantu.

"Sakura! Kau kenapa? A-apa yang terjadi?" Tanyanya sambil memegang tangan keponakannya yang sedingin es.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Nana lagi, kali ini wajahnya benar-benar terlihat cemas.

"Iya, hanya mimpi buruk." Jawab Sakura, saat sudah mengatur kembali nafasnya. Nana menghelah nafas, sesaat tadi ia merasa jantungnya benar-benar berdetak cepat ketika mendengar teriakan Sakura dari kamarnya. Perlahan ia melihat kearah Sakura lalu menyibak rambut-rambut yang menutupi wajah gadis itu.

"Sa-sakura!

"Apa?"

"Hidungmu....berdarah." Ujar Nana dengan ekspresi terkejut. Mendengar itu sontak saja Sakura langsung memegangi bagian bawah hidungnya, dan ekspresi yang sama langsung terlihat di wajah gadis itu. Saat cairan merah itu tampak di jari tangannya. Dengan cepat ia langsung beranjak dari kasur dan berlari kearah kamar mandi.

Nana berjalan perlahan mendekati mulut pintu, dan melihat Sakura ada di sana. Berdiri menghadap cermin sambil terus menggenggam erat keran air yang ada di wastafel. Nana mencengkram piama tidurnya dengan tangan yang mulai bergetar, sambil berusaha mengeluarkan suara dari mulutnya.

"Sa-sakura, semua baik-baik saja?" Tanya Nana terbata.

Sakura langsung melepaskan genggamannya dari keran air lalu menatap wajah khawatir bibinya yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi. "Yah, semua baik-baik saja." Ujarnya sambil tersenyum, sebelum berlalu ke kamarnya lagi.

Wanita itu masih berdiri di sana, menatap pintu kamar Sakura yang mulai menutup. Sementara tangannya masih terus memegangi piama tidurnya. Entah kenapa saat mendengar perkataan Sakura tadi hatinya merasa gelisah, seolah ada sesuatu yang gadis itu sembunyikan darinya. Tapi...apa?

Sakura terdiam menatap kamarnya, perlahan tangannya menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya kearah belakang lalu menduukkan tubuhnya kebawah dengan punggung yang menyandar pada pintu. Kepalanya tertunduk pada kedua kakinya yang sudah di peluk, sesekali terdengar desahan nafasnya yang masih berantakan.

Perlahan pandangannya menatap kearah lemari pakaian yang ada di sebrang, sebelum merangkak kearahnya. Lemari terbuka dan hal pertama yang tampak di depan adalah sebuah koper yang ia bawa dari Prancis. Di bukanya koper itu lalu mengambil sebotol kapsul di dalamnya.

"Iya, aku harus mengakhiri ini semua."

-----

"Apa! Pembobolan system!" Sahut Kairi mengulangi kata-kata Noel. Pria itu hanya mengangguk sambil meletakkan secangkir kopinya ke meja. Lalu melihat para Trio Jurer yang sedang duduk di depannya.

Baru kemarin sejak mereka menyelesaikan misi di Sma Kohakugaoka. Lalu agi ini Noel member kabar bahwa seseorang telah membobol system computer dan mencuri informasi rahasia dari markas besar. Ia bahkan mendengar kabar ini saat sedang memberikan laporan misi ke sana. Tentu saja ekspresinya langsung berubah saat itu juga.

"Bagaimana bisa begitu?" Tanya Umika.

"Mencuri data informasi dari markas kepolisian global? Itu pasti sangat sulit." Ujar Toma berkomentar.

"Siapapun yang melakukannya, pasti bukan orang biasa." Tambah Kairi.

"Lalu bagaimana, apa dia sudah di tangkap?" Tanya Umika lagi.

"Tidak, karna kami tidak mendapatkan petunjuk. Setelah mencurinya orang itu langsung menghancurkan informasi itu, hingga membuat beberapa system computer tidak berfungsi." Jelas Noel sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Menghapus petunjuk secara bersih." Ucapa Toma.

"Bagiku itu seperti memusnahkannya. Lalu apa yang akan di lakukan Kei chan dan yang lainnya?" Tanya Kairi.

Noel hanya mengangkat kedua bahunya, tanda tidak tahu lalu mengambil cangkir kopinya kembali. Sementara Kairi dan Umika yang masih berada di sana, Toma dengan cepat langsung berjalan kearah dapur saat beberapa pelanggan membuka pintu Jurer. Akhirnya percakapan mereka berakhir saat Noel meninggakan tempat itu.

Noel berjalan kembali menuju markas, saat pandangannya beralih pada seorang gadis yang sedang berbincang dengan beberapa anak di arah sebaliknya. Pria itu mengalihkan langkahnya lalu berjalan menghampiri orang itu.

"Ini!" Ujarnya sambil menyodorkan seikat balon pada seorang anak perempuan di bawahnya.

"Terimakasih kakak cantik." Sahut anak itu padanya sebelum pergi, membuat gadis itu tertawa saat melihatnya.

"Wah, ternyata kau baik juga pada anak-anak." Ujar Noel.

"Sejak kapan kau disini?" Tanyanya.

"Kau bertanya karna kau tidak menyadarinya atau karna aku yang menghampirimu, Sakura." Ujarnya, membuat gadis itu langsung melipat tangannya.

"Itu terdengar aneh saat kau mengatakannya. Sepertinya ada yang ingin kau tanyakan padaku, pak polisi?" Balas Sakura, mendengar itu Noel hanya tersenyum sebelum mengalihkan wajah seriusnya pada Sakura.

"Kenapa kau melakukan itu?"

"Apa maksudmu?"

Noel terdiam dan kini benar-benar mengalihkan wajahnya sepenuhnya pada Sakura. Gadis itu terdiam saat melihat mata pria berambut coklat caramel itu seolah sedang membaca apa yang sedang ia pikirkan. Memancing senyuman yang kemudian tampak di wajahnya.

"Seperti yang ku harapkan dari indra seorang polisi." Sembari memalingkan wajah.

"Tadinya aku tidak mengira bahwa itu kau, karna aku selalu mengawasimu di Kohakugaoka. Tapi aku menyangkalnya saat Umika mengatakan padaku kata-kata aneh yang kau ucapkan di Kohakugaoka."

"Dan apa kau tahu kenapa aku mengatakan itu padanya?" Tanya Sakura, membungkam pria yang ada di depannya. Gadis itu tersenyum lagi lalu mendekatinya sambil membisikkan sesuatu pada Noel yang membuatnya terkejut. Setelahnya ia menepuk pundak Noel lalu berjalan meninggalkannya.

"Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal!" Ujar Noel, membuat gadis itu menghentikkan langkahnya dan berbalik lagi padanya.

"Mengatakannya? Jika aku mengatakannya apa kau piker teman-teman polisimu itu akan membiarkan kita mengambil koleksi Paul?"

"Itu..."

"Noel dengar, aku menghargai keputusanmu untuk tidak memilih diantara keduanya. Tapi jujur, bukankah sulit untuk menyatukan kedua kelompok yang logikanya saling bermusuhan? Pikirkan kata-kataku." Ujar Sakura yang tentu saja mengakhiri pembicaraan diantara mereka.

Sakura berjalan memasuki pekarangan rumah Nana, saat dilihatnya wanita itu sedang sibuk menyirami bunga anggrek yang digantung di depan teras. Sepertinya Nana benar-benar merawat bunga itu, batin Sakura.

"Sepertinya mereka tumbuh dengan baik ya." Ujar Sakura yang langsung mengalihkan perhatian wanita itu.

"Ini hadiah dari pamanmu, saat kami menikah."

"Paman Daichi?" Tanya Sakura lagi yang langsung di angguki oleh Nana. Seketika itu wajah Sakura langsung berubah. Setelah mendengar nama yang pria sialan, yang baru saja disebutkan oleh bibinya itu.

"Kenapa tidak di buang saja?"

"Sakura!"

"Jangan tatap aku dengan mata itu! Apa bibi ingin memarahiku karna mengatakan itu? Sebenarnya apa yang bibi harapkan? Apa bibi berharap pria itu akan kembali kemari dengan membawa wanita selingkuhannya, sehingga bibi bisa melupakannya begitu!" Ucap Sakura membuat wanita paruh baya itu terpaku saat menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, sebelum ia berlari masuk kedalam rumah.

Sementara Sakura hanya diam sambil memandanginya yang menangis di balik bantal sofa dari mulut pintu. Perlahan ia menghelah nafas panjang, mengatur kembali emosinya yang tadi hampir meledak sambil berjalan mendekati sofa.

"Hiks...aku tidak berharap dia kembali...hiks...aku juga tahu di tidak akan pernah menemuiku...hiks..aku hanya berharap...aku bisa segera melupakannya....hiks...saat aku menjalani hidup tanpa dendam yang tersimpan...hiks hanya itu...."

"Bibi..."

"Apa itu salah? Sakura...hiks...Sakura...." Ujar Nana sambil memeluk hangat tubuh keponakannya yang ada di sampingnya.

Bibi menangis di pelukanku. Apa yang harus kukatakan, saat aku sendiri tidak pernah merasakan perasaan yang sama denganya, perasaan cinta pada seseorang. Sakura hanya terdiam membiarkan wanita itu melepaskan semua keluah kesahnya selama bertahun-tahun menjanda, hingga akhirnya tertidur di sofa.

"Jika, aku seperti Nana? Apa aku akan tetap memilih jalan ini?"

"Huh, mungkin aku hanya akan mematahkan hati pasanganku sendiri." Ujar Sakura, yang lagi-lagi berbicara sendiri.

Sakura berjalan kearah kamarnya, saat ponselnya tiba-tiba berdering sebelum tangan gadis itu memegang gagang pintu. Di tatapnya no tidak dikenal di ponselnya, sambil tersenyum tipis lalu mengangkat telponnya.

"Halo, Brizella! Bagaimana?" Tanya Sakura.

"Ya kak, tenang saja kami baru saja akan menyelesaikan ini."

"Baguslah, lalu kenapa menelponku?"

"Hanya ingin memastikan, kakak baik-baik saja di sana. Apa kakak sudah bertemu mereka?"

"Ya, sudah."

"Apa mereka sangat tampan?"

"Hei! Apa yang kau katakan, tidak usah hiraukan dia kak dia tidak waras."

"Apa katamu?"

"Hei sudahlah, Brian jangan menggoda adikmu!"

"Kau dengar?"

"Selesaikan saja pekerjaan kalian, ingat! Jangan menyisakan apapun."

"Serahkan pada kami."

Panggilan berakhir, Sakura langsung mematikan ponselnya setelah menghapus bekas panggilan. Beberapa saat ia masih sempat melihat kearah Nana yang tertidur pulas di atas sofa, sebelum akhirnya masuk kedalam kamar.

-----

PICK!

"Kau dengar dia Brian. Jangan menyisakan apapun."

"Baiklah..."

"Kalian, sebenarnya siapa kalian? Kenapa kalian melakukan ini semua, apa tujuan kalian sebenarnya?"

SRUK!

"Hah...kau banyak Tanya sekali ya? Baiklah akan kukatakan. Kami di sini karna kalian hampir membongkar rahasia kami, salah kalian sendiri mengirimkan informasi rahasia itu pada markas besar."

"Hei, kau sudah selesai bicaranya. Memang apa gunanya kau berbicara dengan mayat."

"Ah...kau benar juga. Tapi ini benar-benar merepotkan, siapa yang menyangka kepolisian global membutuhkan agen sebanyak ini untuk mencari jejak kita."

"Kau pikir kenapa, kakak sampai mengirim kita berdua?

"Yah, situasi mereka akan semakin buruk jika informasi itu sampai tersebar kakak benar-benar sangat hati-hati."

"Tapi ada satu hal yang menggangguku."

"Apa?"

"Para Patranger itu...kenapa mereka tidak melaporkan para Lupinranger, bukankah mereka tahu keberadaan para Lupinranger sekarang?"

"Benar juga. Hmm... Ntahlah siapa yang tahu apa lagi yang di sembunyikan oleh kakak. Sudah cepat bereskan!"

"Iya, cerewet!"

-----

"Mereka, ingin membongkar rahasia kita secara diam-diam."

"Noel! Noel!" Panggil Komandan Hiltof pada pria itu.

"Hah!"

"Hei apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Keichiro.

"Ada apa, Noel?" Tambah Sukasa.

"Tidak, hanya tiba-tiba teringat sesuatu."

"Kau ini, jangan sampai melamun." Ujar Sakuya sambil tersenyum.

"Baiklah apa kita bisa lanjutkan rapat ini?" Tanya Jem sambil melihat kearah Noel. Pria itu mengangguk bersamaan dengan Jem yang kembali melanjutkan penjelasannya.

"Apa itu benar? Apa ada sesuatu yang kalian sembunyikan dari kami, teman-teman?"

Maaf atas keterlambatan Part 11, akhir-akhir ini belajar di rumah tambah sibuk jadi...maklumin aja ya. Authorkan juga manusia^^

Harusnya ini di taruh di Part 11 sih! Tapi gapapa lah ya...

Sampai ketemu lagi di Part selanjutnya, jangan lupa Vote dan Comment. Adieu!!!

Ulya_Ramadhancreators' thoughts