webnovel

Love Rain

Ara. Seorang gadis yang memiliki sebuah penyakit turunan dari sang ibu, ia harus melakukan hal lain, untuk dapat mengingat sesuatu. Lalu, sebuah mimpi buruk tiba-tiba hadir di malam-malam tidurnya. Mimpi buruk yang selalu membuatnya merasa ketakutan saat terbangun. Juna. Teman masa SMA Ara. Ia menyukai Ara sejak kelas 1 SMA, tapi sampai ia dewasa, ia tak pernah bisa mengungkapkan perasaannya ke Ara. Apalagi, Ara telah memiliki kekasih. Lalu, sebuah kenangan masa lalu, membuat diri Juna selalu diliputi perasaan bersalah dan marah. Dewa. Teman kuliah Ara. Dia anak lelaki yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Lalu disaat dirinya memiliki kekasih, cinta lamanya kembali hadir. Kembali mengusik percintaan Dewa. Lalu, dapatkah Ara mengetahui tentang penyebab mimpi buruk yang selalu mendatanginya? Dan dapatkah Juna akhirna bisa menyatakan rasa sukanya ke Ara? lalu bagaimana ia menghadapi rasa bersalah dan rasa marahnya akan kenangan masa lalunya? Dan untuk Dewa, bisakah ia menghadapi godaan cinta masa lalu yang tiba-tiba hadir di tengah kisah percintaannya? Sebuah takdir yang akan menuntun mereka, entah mereka mampu menerima atau tidak dalam memperoleh jawaban yang mereka cari selama ini. Karena semua bukan hanya tentang jawaban, tapi tentang cara kita menerima akan sebuah jawaban itu.

Caira_Asmara · 都市
レビュー数が足りません
397 Chs

Care (Peduli)

Hari ini, Ara memutuskan untuk mengunjungi neneknya yang berada di Semarang dengan menggunakan moda transportasi kereta api. Ara akan berangkat pukul 19.50 wib dari stasiun Pasar Senen Jakarta dan akan sampai stasiun Tawang Semarang pukul 02.39 wib.

Ara memutuskan untuk berangkat malam dikarenakan hari sabtu ini ada jadwal kerja di cafe love milk. Dan Ara juga tidak mengikuti kegiatan kampus yang aktif di hari sabtu. Sehingga, malam ini adalah waktu yang pas untuk melakukan perjalanan ke kampung untuk bertemu neneknya.

"Tal, pak Rico udah dateng belum ya?" tanya Ara ke Talia teman satu kerjaan Ara.

"Belum Ra, paling nanti jam 9 datengnya. Emang ada apa, Ra?"

"Ada perlu sedikit Tal sama pak Rico."

"Oh, gitu. Tumben lu Ra, minta tukeran sift kerja pagi sama Bembi?" tanya Talia.

"Hmmm, nanti malam gue mau pulang kampung, Tal. Makannya minta tukeran hari ini."

"Oh, gitu. Yaudah, nanti kalau pak Rico udah dateng gue panggil elu, deh."

"Oke Tal, thanks ya."

"Oke, Ra."

Sampai jam kerja Ara selesai, tak ada tanda-tanda bahwa pak Rico berada di cafe. Ara memutuskan menelfon pak Rico dan meminta ijin via telfon.

"Halo, pak Rico?"

"Iya. Ada apa, Ra?"

"Saya mau ijin untuk tidak masuk kerja di hari Senin pak?"

"Memang kamu ada keperluan apa, Ra?"

"Saya ingin pulang kampung pak, mengunjungi nenek saya."

"Ijin 1 hari saja apa cukup Ra? Kampung kamu di mana?"

"Sebenernya gak cukup sih, pak. Kampung saya di Semarang pak Rico."

"Yaudah, saya kasih ijin 2 hari kalau gitu. Tapi, rabu harus udah fresh ya pas masuk kerja."

"Beneran pak Rico, saya boleh ijin 2 hari?"

"Iya bener, Ra. Anggap saja sebagai bentuk terima kasih saya mewakili cafe karna kamu sudah bekerja dengan baik."

"Ya Allah, terima kasih banget pak Rico"

"Iya, sama-sama Ra. Hati-hati dalam perjalanan nanti!"

"Iya pak Rico, sekali lagi terima kasih banyak ya pak" ucap Ara lalu memutuskan sambungan telefon.

Setelah percakapan selesai, masih dengan raut bahagia karna diberi ijin 2 hari libur kerja, Ara mencoba menelfon nomer lain melalui ponselnya, .

"Wit, ketemu yuk?"

"Okey, di mana?"

"Apartemen gue aja, ya? Gue udah otw balik kerja kok."

"Oke, Ra. Gue otw sekarang kalau gitu."

***

Sebuah bel berbunyi, bergegas Ara menuju pintu utama apartemen untuk membukanya.

"Hai, Ra?" ucap seorang gadis cantik dengan menenteng sebuah bingkisan di tangan kanan.

"Hai juga, Wit. Sini masuk!" ucap Ara.

Dan mereka pun berjalan memasuki ruang apartemen lebih dalam.

"In?," ucap Dewita sambil memberikan bingkisan ke arah Ara.

"Apaan ini?"

"Macaron kesukaan lu, Ra."

"Ahh, lu mah repot-repot banget Wit. Sekalian kek beliin gue bakso juga tadi!" ucap Ara sambil tertawa.

"Hmmm, dasar miss bakso lu mah. Lu jadi pulang kampung hari ini?"

"Jadi, Wit. Besok senin sama selasa ijinin gue ke dosen ya! Kalau gak ada dosennya, bisa kali gue nitip diabsenin aja, hahaha."

"Okelah gampang itu. Kereta lu berangkat jam berapa?"

"Jam 8 malem kurang dikit Wit, setengah 8 udah harus cek tiket lah buat masuk kereta."

"Yaudah, nanti gue anterin aja Ra, gimana?"

"Gak usah Wit, si Sammy mau nganterin soalnya."

"Sammy? Si anak SMA itu?"

"Iya, Wit."

"Wah, kalian makin aneh nih?"

"Gak ada yang aneh, Wit. Just brother sister aja, Wit."

"Yaudah deh kalau gitu. O iya, lu minta gue buat ke sini ada apaan nih? Gak biasanya kita ketemu di apartemen lu."

"Mau nitip tugas kuliah, Wit. Kan tugasnya bukan dikumpulin via email, jadi gue mau nitip ke elu aja tugasnya."

"Ohh, gue kira ada apaan. Kalau lu ada something yang ngeganggu lu, lu harus cerita ya ke gue! Kita sahabat kan?"

"Insya Allah. Gue nitip dua tugas ya, karna gue bakal gak masuk dua hari nantinya."

"Oke sia, Ra."

"Allahu Akbar Allahu Akbar," suara adzan di televisi.

"Ra, gak sadar udah magrib aja ya." ucap Dewita.

"Iya nih, Wit. Keasikan ngobrol kita."

"Lu rencana berangkat jam berapa ke stasiun?"

"Abis sholat magrib, Wit. Sekalian nunggu Sammy dateng juga."

"Kalau gitu, abis lu sholat magrib gue sekalian pulang ya, Ra? Barang-barang yang mau lu bawa udah lu kemas?"

"Oke deh, Wit. Udah kok, nanti abis sholat magrib tinggal otw aja ke stasiun. Nitip bukain pintu kalau Sammy dateng yah?"

"Oke, Ra."

Lalu bergegas Ara mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat magrib di dalam ruangan kecil yang dikhususkan untuk sholat, letak ruangan tersebut bersebelahan dengan secret room Ara.

***

"Lu udah dateng, Sam?" ucap Ara sebaliknya dari ruangan sehabis sholat magrib.

"Udah kak," balas Sammy.

"Jagain temen gue ya!" ucap Dewita tegas mengarah ke Sammy.

"Iya, kak." balas Sammy santun.

"Kalian udah saling kenalan?"

"Udah, Ra. Kaget gue karna tadi dia tiba-tiba udah masuk ke apartemen lu, lu ngasih tahu dia soal kode akses pintu apartemen lu?" tanya Dewita penuh selidik.

"Ohhh. Cuman buat hari ini aja kok, Wit. Besok bakal gue ganti lagi kode aksesnya," ucap Ara.

"Yaudah kalau gitu, lu berangkat sekarang aja sekalian turunnya bareng gue." ajak Dewita.

"Oke Wit. Ayo Sam!"

"Oh, iya kak. Sini kopernya aku bawain aja!" tawar Sammy.

Dan Ara langsung memberikan koper kecilnya ke Sammy, tapi di lain arah ada sepasang mata yang menatap aneh ke arah Ara dan Sammy.

"Kalian terlihat aneh dimata gue," ucap Dewita.

"Gak ada yang aneh diantara kita, Wit. Ya gak Sam?"

"Iya kak. Aku cuman ngebantuin kak Ara sebagai ucapan terima kasih aja kok, karna beberapa kali udah ngerepotin kak Ara buat nebeng ke sekolah." ucap Sammy.

"Gue harap sih begitu. Yaudah lu hati-hati ya nanti di kereta, jaga diri! Gue balik dulu kalau begitu," ucap Dewita sambil mengedarkan pandangan ke basement parkiran untuk mencari mobil miliknya.

"Iya cantik. Lu kecil-kecil bawel juga ya," ucap Ara sambil memeluk erat tubuh Dewita.

"See you, Ra."

"See you too, Wit."

"Anter temen gue dengan selamat ya!"

"Oke siap kak," ucap Sammy menanggapi Dewita.

***

"Kak, temen lu tadi bener-bener care banget ya sama lu." ucap Sammy.

"Alhamdulillah Sam, gue selalu dikelilingi orang-orang baik selama ini."

"Dia tahu soal rahasia kakak?"

"Belum Sam, gue belum siap buat ngasih tahu orang lain."

"Kenapa? Dia kelihatannya baik kok."

"Gue belum siap dengan perubahan dia ke gue, Sam."

"Perubahan gimana, kak?"

"Perubahan akan cara pandang dia ke gue, Sam. Gue gak mau dia mandang gue sebagai Ara yang penyakitan, memandang gue dengan tatapan kasihan dan kekhawatiran yang berlebihan."

"Tapi, kak?"

"Sam, jika bukan karna elu anaknya dokter Fredy, gue gak akan mengiyakan bantuan lu buat anter gue ke stasiun. Jadi, tolong jangan anggap gue sebagai pasien yang harus selalu dipantau sama elu. Gue sama kok kayak elu, hanya berbeda cara dalam mengingat sesuatu saja."

"Iya, kak. Maafin aku kak."

"It's oke, Sam. Yaudah yuk jalan, nanti keburu macet parah jalanannya."

"Oke kak, kita melaju." ucap Sammy semangat.

Lalu Sammy menghidupkan mobil sedan silver miliknya untuk membelah jalanan ibukota menuju stasiun, dengan ditemani lagu-lagu yang terputar indah disalah satu radio yang menyala di dalam mobil.