Beberapa saat kemudian, Amelia pun telah keluar dengan tampilan yang begitu mempesona. Bahkan, penata rias yang baru saja mendandani Amelia, merasa terkejut dengan hasil Maha karyanya itu.
"Bagaimana bisa selama ini aku belum pernah menemukan wanita yang wajahnya sangat menyatu dengan make up? Kulit yang bertekstur sangat lembut dan juga putih bagaikan kapas, sungguh tidak banyak ditemukan di manapun. Pantas saja Tuan Aiden jatuh cinta pada wanita seperti itu," katanya, pada salah satu penata rias yang saat itu berada di sampingnya ketika melihat Amelia yang berada di seberang sana.
Si penata rias yang mendengarkan apa yang dikatakan oleh penata rias temannya itu, mulai memiringkan bibirnya seakan-akan ia tidak terima dengan apa yang baru saja dikatakan oleh temannya. "Hmm, benarkah? Bukankah karena dia memiliki skill yang luar biasa di ranjang, yah?"
Mendengar hal itu sontak si penata rias yang baru saja memuji Amelia pun berbalik. "Apakah kau gila mengatakan hal seperti itu di sini?" Dia mulai mendekat pada temannya seraya berbisik. "Jangan pernah berkata seperti itu dengan suara tinggi, bisa-bisa kau tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan di manapun lagi. Kau tahu kan, walau apapun yang terjadi, Nona Amelia adalah model yang memiliki hubungan erat dengan Tuan Aiden. Kau sama sekali tak boleh meremehkannya begitu saja."
"Alah!" Wanita itu pun menggelengkan kepalanya. "Palingan sebentar lagi mereka juga akan segera putus. Kau lihat saja!" Dia pun pergi begitu saja meninggalkan si penata rias yang baru saja mendatangi Amelia sambil menggerutu.
Pada saat yang sama, penata rias yang dari tadi memuja Amelia hanya bisa menggelengkan kepalanya, kemudian kembali memperhatikan apa yang sedang mahakaryanya itu lakukan di depan sana.
Dengan balutan gaun yang sempurna menjuntai indah dikelilingi oleh kelopak bunga yang disiramkan ke seluruh penjuru tempat di mana Amelia berpijak, membuat wanita itu seakan-akan adalah peri yang sesungguhnya.
"Wah, luar biasa! Bagaimana mungkin selama ini tidak pernah ada sponsor manapun yang memberikan kerjasamanya pada Nona Amelia?" Dia mulai membahas hal itu dengan Aiden yang saat itu sedang berdiri dan menatap Amelia juga pada saat yang sama.
Pria tampan itu sontak tersenyum, sambil menunggu minuman yang diberikan oleh sponsor muda itu. "Ya, selama ini memang Amelia tidak pernah menunjukkan skill Dan juga wajahnya itu sembarangan. Mungkin sekarang-sekarang ini saja ia ingin memperdalam lagi keahliannya di bidang modeling, kemudian lebih mengibarkan sayapnya di bidang yang sangat ia sukai itu," jelasnya.
Sponsor muda itu pun tersenyum. "Benarkah? Luar biasa. Wanita secantiknya, tentu akan menjadi gebrakan besar bagi dunia permodelan."
"Ya, begitulah."
Jepret!
Jepret!
Jepret!
Suara kamera yang saat itu berkali-kali memotret Amelia, terus saja terdengar memenuhi ruangan bertaburan kelopak bunga itu.
Pada saat yang sama, Aiden sama sekali tidak beranjak bahkan sejengkal pun dari tempatnya menatap Amelia.
Mata pria tampan itu terus saja mengikuti kemana gerakan tubuh Amelia berada. Bahkan ketika wanita itu sedang duduk dan beristirahat, pria itu terus saja menatapnya dengan tanpa kedipan.
"Astaga, bagaimana bisa Tuan Aiden terlihat sebucin ini?" Salah satu dari para staf mulai bergosip di belakang sana.
"Ya, aku tidak pernah melihat ekspresi wajah dari tuan muda yang dingin itu. Dia terlihat begitu memperhatikan kekasih hatinya."
"Ya, pasti dia sangat mencintai Nona Amelia. Bahkan dia pun menunggu sampai pemotretan selesai," sahut asal dari mereka lagi sambil memandang Aiden.
Aiden saat itu bisa mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan di belakang sana. Pada saat yang sama, memang dia mengakui bahwa dia sama sekali tak bisa memalingkan pandangannya itu dari wanita yang saat itu sedang berpose di hadapan kamera.
Entah kenapa ekspresi gugup bercampur Kan bahagia dari wanita yang benar-benar gembira karena telah menjadi model sesungguhnya itu, sama sekali tak bisa dia hiraukan begitu saja.
Ada perasaan senang yang perlahan menyelimuti hatinya ketika ia menatap dan memperhatikan Amelia. Namun di sisi lain, entah kenapa dia mulai merasakan perasaan yang aneh yang biasanya menuntun dia pada kejadian buruk.
"Ya, perasaan seperti ini pernah aku rasakan sebelumnya."
Bra tampan itu mengingat kembali masa di mana ia pertama kali mendapatkan penyakit 'LOVE PHOBIA' yang sekarang dideritanya.
***
Amerika, 23 tahun yang lalu.
Itu adalah hari yang paling membahagiakan bagi dirinya, karena untuk pertama kali dia akan bertemu dengan ibu kandung yang selama ini tak pernah memperdulikannya.
Setelah mereka bertemu, Aiden langsung bisa merasakan ikatan batin di antara orang tua dan juga putranya yang selama ini tak pernah ia rasakan ketika bersama dengan ayahnya seorang.
Hidupnya terasa sangat lengkap dan juga bahagia, hingga beberapa waktu pun berlalu dan untuk pertama kalinya ia merasakan cinta pada pandang pertama pada seseorang.
"Hei, Aiden," panggil seorang anak laki-laki, dengan semangatnya.
Saat itu, Aiden yang masih berusia remaja, sedang duduk di bawah pohon Maple sambil membaca buku kesukaannya.
Dedaunan pohon itu yang gugur, membuat Aiden muda semakin terlihat tampan, apalagi dengan angin sepoi-sepoi yang perlahan meniup rambutnya itu dan membuatnya seakan terbang.
"Hey, hey!" Pria itu berlari mendekati Aiden, dan sekali lagi membisikkan sesuatu padanya yang membuat Aiden kecil pun mendongak dan melihat sosok yang tidak pernah ia temukan keindahannya di manapun.
"Lihat ... Kan?"
Deg!
Untuk pertama kalinya, ia merasakan jantungnya itu seakan-akan ingin keluar dari tempatnya.
Aiden sangat menyukai ibu kandungnya, akan tetapi perasaan yang ia rasakan pada wanita yang saat itu sedang membelakangi mereka, terasa sangat berbeda dan itu merupakan perasaan yang baru yang belum pernah ia rasakan pada siapapun.
"Siapa dia?" Aiden kecil siapakah wanita yang sedang berdiri dengan rambut panjang menjuntai di seberang sana.
"Eh, masa kau sama sekali tidak mengenalnya? Dia adalah satu-satunya bunga dari sekolah khusus wanita yang ada di tengah kota. Kau tak tahu?"
"Apakah dia mengenalku?" Aiden refleks menanyakan hal itu Dan langsung ditertawakan oleh temannya yang saat itu sedang berdiri bersama dengan dirinya.
"A-apa? Pfft! Hahahaha! Bagaimana mungkin wanita secantik itu tidak mengenalmu? Pasti dia mengenalmu, Aiden! Kau adalah anak yang paling tampan dari sekolah kita, kan? Apakah kau ingin ku perkenalkan dengannya?"
Sontak Aiden pun mulai merasa bergembira dan semangat dengan apa yang baru saja ia dengarkan. "Benarkah aku bisa semakin dekat dengan gadis itu?" Matanya benar-benar berkelap-kelip bagaikan anak kecil yang hendak mendapatkan permen dari orang tuanya.
"Ya, kalau begitu besok kita kembali lagi ke tempat ini!" Temannya itu pun memukul bahu Aiden.
Dan keesokan harinya pun tiba.
Anak gadis yang telah dijanjikan untuk bertemu dengan Aiden, sudah berdiri tepat di pohon mapel di mana Aiden sering duduk di bawahnya sambil membaca buku.
Namun, sudah ditunggu beberapa lama, Aiden kecil sama sekali tidak tiba di sana. Gadis kecil itu pun merasa dipermainkan, kemudian mengirimkan sebuah surat yang isinya sangat menghancurkan hati Aiden yang terpaksa tak datang menemuinya karena ayahnya yang baru saja meninggal di Indonesia.
***
Flash back end.
"Ya, dan pada akhirnya aku malah mendapatkan penyakit seperti ini. Gadis kecil itu memang sesuatu," ujarnya, dengan suara lirih sambil mengingat kembali apa yang telah terjadi.