webnovel

Enam Nama

Pukul 10:00 WIB, Vira mengemudikan mobilnya menuju rumah Ethan, karena Luna sudah minta diantar pulang. Niat mereka ke caffe ingin sarapan santai, malah jadi canggung karena kehadiran Viona.

"Kenapa kebetulan sekali ada dia, kita jadi gagal bersantai," ucap Vira.

"Biarkan saja," balas Luna.

"Bagaimana perasaanmu menjadi adik ipar dari mantanmu sendiri? Aku benar-benar tidak menyangka dia adalah kakaknya Ethan."

"Awalnya sedikit terkejut. Tapi aku sudah terbiasa dengan kenyataan ini, lagian aku kan sudah move on."

Luna menjawab dengan santai karena dia memang sudah tidak memikirkan asmaranya dengan Edward. Hanya Ethan yang ada di hatinya saat ini. Pria itu benar-benar telah mencuri hatinya.

"Ah, kamu sedang jatuh cinta. Jatuh cinta setelah menikah bagaimana rasanya?" tanya Vira sembari terus mengemudi.

"Rasanya indah, kita bisa langsung bercinta tanpa takut berdosa, hahaha...," jawab Luna dengan terkekeh.

Memang benar. Stelah bercinta dengan Ethan dalam status yang sah, wanita itu merasa semakin mencintai suaminya yang sangat perhatian itu. Apalagi, ia sedang mengandung buah hatinya. Meski sebelumnya ia menolak, bahkan merencanakan setelah perceraian.

^^

Vira menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah Ethan, ia sengaja tidak membawa mobilnya masuk halaman karena akan segera pulang.

Luna segera keluar dari mobil sahabatnya itu, "Kamu tidak mampiri dulu?" tanyanya.

"Aku ada jadwal show satu jam kemudian. Lain kali aku akan kesini lagi," jawab Vira dari dalam mobil.

"Yasudah,hati-hati di jalan," seru Luna.

Vira tersenyum mengangguk dan segera mengemudikan mobilnya meninggalkan Luna.

'Fashion show, aku merindukan acara itu,' batin Luna berjalan sembari memasuki halaman rumah.

Luna langsung masuk ke kamar karena merasa pegal dan ingin rebahan. Tanpa ganti pakaian, ia segera merebahkan dirinya di ranjang hingga tertidur.

^^

Di kantor, Ethan sudah selesai meeting. Saat ini dia sedang santai di ruang kerjanya sembari memainkan ponselnya. Pria itu mulai stalking instagram milik istrinya.

Dia tersenyum kala melihat postingan Luna sebelum menikah dengannya. Bahkan masih menjadi model terkenal.

"Cantik sekali. Beruntung sekali aku mendapatkanmu, meski cara Tuhan menyatukan kita sangatlah berbeda dari yang lain. Salah kamar membuatku bisa memiliki istri yang menggemaskan sepertimu," gumam Ethan sembari melihat-lihat foto Luna.

Ethan jadi merasa rindu pada Luna. Dia memutuskan untuk menelpon istrinya itu. Namun beberapa kali menelpon, tidak juga di jawab.

"Kemana dia? Biasanya tidak pernah lepas dari ponsel," gumam Ethan. Dia menjadi tidak tenang memikirkan keadaan istrinya. Pria itu segera menghubungi Ira, asisten rumah tangganya.

"Hallo Ira, Luna ke mana?" tanya Ethan saat telponnya sudah tersambung dengan Ira.

"Mungkin dia tidur, Tuan. Tadi setelah pulang, dia langsung ke kamar," jawab Ira dari telpon dengan sopan.

"Memangnya dia dari mana?" tanya Ethan.

"Tadi diajak temannya keluar sebentar, Tuan."

"Kalau begitu, siapakan makan siang di rumah, saya mau makan siang di rumah," seru Ethan.

"Baik, Tuan."

Ethan segera memutuskan sambungan telpon dan beranjak dari duduknya. Pria itu berjalan keluar kantor menuju mobil dan mengemudikannya pulang ke rumah.

^^

Setelah beberapa menit mengemudi, Ethan sampai di rumahnya. Dia segera berjalan menuju kamar dan melihat Luna sedang tidur nyenyak dengan posisi menyamping. Pria itu segera menghampiri istrinya, menatapnya yang tertidur damai, lalu mencium keningnya.

"Ethan," ucap Luna saat menyadari Ethan mencium keningnya. Matanya masih terlihat sangat mengantuk.

"Jam segini sudah tidur," balas Ethan.

"Aku ketiduran," ucap Luna sembari mendudukkan dirinya.

Ethan menyibakkan rambut Luna yang menutupi wajah, menyelipkannya ke belakang telinga. "Orang hamil tidak boleh tidur jam segini. Nanti kalau sudah siang baru boleh tidur," ucapnya.

"Iya iya pak dokter," balas Luna. Dia memuji suaminya dengan sebutan dokter, karena lebih mengerti aturan wanita hamil dibanding dirinya.

Ethan merebahkan dirinya di ranjang, dengan kepalanya yang bertumpu pada paha Luna.

"Kenapa jam segini sudah pulang?" tanya Luna sembari mengusap rambut Ethan.

"Kangen," jawab Ethan. Pria itu menghadap perut istrinya dan menciumnya.

"Baru setengah hari tidak bertemu sudah kangen," gumam Luna.

"Tentu saja. Aku bahkan ingin terus bersamamu sayang," sahut Ethan.

Pria itu merangkul kan tangannya ke pinggang istrinya, membuat wajahnya sukses menempel ke perut yang buncit itu. Sesekali ia tersenyum geli ketika merasakan gerakan.

"Anak-anakku sangat aktif, kapan jadwal cek up lagi?" tanya Ethan.

"Sekitar seminggu lagi," jawab Luna.

"Aku ingin segera mengetahui jenis kelamin mereka." Ethan beranjak duduk lalu melepas tuxedo nya, karena mendadak gerah.

"Kata mama tidak perlu tahu jenis kelaminnya, yang penting sehat."

Luna mengingat percakapannya dengan sang mertua beberapa hari yang lalu saat di Singapura. Mertuanya itu berpendapat tidak perlu mengetahui jenis kelamin. Karena untuk kejutan dan lelaki atau perempuan, yang terpenting sehat ibu dan anak. Luna menyetujui pendapat itu, ia tidak ingin mengetahui jenis kelamin anaknya. yang terpenting ia tahu anaknya sehat.

"Tapi kita bisa siapkan nama yang tepat jika sudah mengetahui jenis kelamin mereka," ucap Ethan.

"Hem, kita siapkan enam nama untuk anak kita," sahut Luna.

Ethan mengerutkan keningnya. Dia berpikir bahwa enam nama terlalu banyak, padahal hanya akan lahir dua bayi, "kenapa banyak sekali?" tanyanya.

"Karena dua nama untuk kembar perempuan, dua nama untuk kembar laki-laki dan dua nama lagi jika kembarnya lelaki dan perempuan hehehehe...," jawab Luna di akhiri dengan tawa.

"Astaga. Konyol sekali kita, umumnya orang menyiapkan satu nama untuk anak pertama. Tapi kita harus menyiapkan enam nama." Ethan merutuki dirinya dan kekonyolan hidupnya yang aneh tapi membuatnya bahagia pula.

"Kita memang di satukan karena hal yang konyol, Sayang hahaha ...!" Luna menertawakan nasibnya yang aneh itu. Mendadak tidur di kamar orang, lalu bercinta. Bukankah itu sangat sembarangan dan konyol?

"Tapi aku sangat menikmati takdir kita. Justru aku lebih bahagia dengan hidup baru ini. Kehadiranmu seperti angin sejuk di gurun yang gersang," ucap Ethan sembari mencium punggung tangan Luna.

"Wah. Kamu pandai membual. Aku kira kamu orang yang kalem," balas Luna dengan senyum merona.

"Sungguh, aku tidak menbual atau merayu. Kata-kata itu mewakili hati dan perasaan yang kurasakan. Apa kamu sudah benar-benar mencintaiku, Luna?" tanya Ethan.

Mata pria itu menelisik mata sang istri, mencari kejujuran dan ketulusan di sana.

"Tentu saja. Kamu suamiku dan ayah dari anakku, sudah pasti aku mencintaimu. Meski cinta itu datang sedikit lambat," jawab Luna dengan jujur.

Ethan tersenyum lega, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Luna. perlahan tapi pasti, ia mencium lembut bibir pink istrinya itu. ah, ciuman itu seakan sudah menjadi candu baginya. Sehari saja tak mendapatkan, bibirnya seakan meronta ingin menciumnya.

次の章へ