Sesampainya Aisyah di asramanya, ia menyapa beberapa mahasiswa yang berpapasan dengannya. Caroline membuka pintu dan terlihat beberapa barang-barang asing dan koper besar berwarna hijau muda. Barang-barang itu terletak sangat rapi di kamarku dan laci seperti sengaja diukur oleh penggaris. Begitu rapi dan indah. Tetapi tidak ada orang lain di ruangan itu. Mungkin ia masih keluar untuk membeli keperluan-keperluannya. Aisyah segera mandi dan mengambil wudhu lalu menunaikan sholat ashar. Di pertengahan sholatnya, Aisyah mendengar pintu utama dibuka dan Caroline menyapanya. Sisanya, ia tak mendengarnya karena fokus dengan sholatnya. Kemudian terdengar suara langkah kaki memasuki kamar itu. Suara kakinya tampak berjinjit berusaha agar tidak menggganggunya. Seusai salam, Aisyah melihatnya berdiri menata barang-barang ke dalam lacinya. Dengan ramah Aisyah menyapanya, "Hai, kapan datangnya?" Lawan bicaranya menoleh dan menjawab, "Tadi pagi. Apa yang baru saja kau lakukan itu? Apakah itu yoga?" Mendengarnya, Aisyah tersenyum lalu menjelaskan padanya. Gadis yang bernama Claire Montiel itu mengangguk-angguk mengerti. Aisyah pun memperkenalkan dirinya.
Tak lama kemudian, Helena datang dan menyapa orang baru itu. "Hai, siapa namamu? Kapan datang?" Claire pun memperkenalkan dirinya kepada Helena. "Lama sekali. Darimana?" tanya Caroline pada Helena. "Tadi aku masih kumpul-kumpul bersama kelompokku. Mereka sangat menyenangkan. Terutama laki-laki yg bernama Ben, dia tak henti-hentinya membuat kita tertawa. Eh ngomong-ngomong, tadi pertunjukan kelompokmu sangat lucu, Aisyah. Laki-laki itu sangat cocok memerankan Don Juan. Wajahnya memang seperti wajah playboy." Helena tertawa mengingatnya. "Iya aku masih mengingatnya. Adegan itu sangat lucu sekali. Apalagi ketika ia bernyanyi dengan suara falsenya." Claire melanjutkan.
Ketika Aisyah hendak meletakkan sajadahnya sejenak diatas kasur Claire karena jaraknya lebih dekat, Claire segera menghentikannya dan berkata dengan sangat hati-hati, berusaha untuk tidak menyinggung perasaannya. "Aisyah, maaf ya sebelumnya, tetapi tolong jangan kau sentuh semua barang-barangku. Apapun itu. Dan untuk Helena dan Caroline, tolong jangan sentuh barang-barang apapun yang berhubungan denganku. Bukannya apa-apa, tetapi aku mengidap OCD. Jadi aku tidak suka kalau ada orang yang menyentuh barang-barangku. Aku merasa sangat tidak nyaman dan risih."
Itu adalah hal yang baru bagi ketiga gadis itu. Mereka sebelumnya belum pernah bertemu dengan penderita OCD (Obsessive Compulsive Disorder) dan mereka tidak tahu bahwa ia akan seribet itu. Claire mengidap OCD tipe orderers yang sang penderita dituntut menjadi perfeksionis oleh dirinya sendiri. Pengidap OCD dengan tipe ini fokus mengatur segala sesuatu sesuai dengan tempatnya. Jika ada yang berubah atau dipindahkan oleh orang lain, pengidap tipe orderers akan merasa tertekan dan depresi. Maka dari itu Claire menata barang-barangnya sedemikian rupa. Seperti telah diukur menggunakan penggaris. Jarak antar barang-barangnya sama. Mereka bertiga mencoba memahami kondisi kawannya itu dan menambahkan peraturan baru bahwa siapapun tidak boleh menyentuh barang-barang Claire.
Beberapa menit kemudian, bel asrama berbunyi, semua kebingungan apa yang tengah terjadi. Mereka berpandangan satu sama lainnya. Kemudian terdengar pintu diketuk dengan tergesa-gesa, "Ayo kumpul semuanya dibawah." Dengan tanda tanya besar mahasiswa-mahasiswa baru itu berkumpul di lantai satu. Mereka ditampung di kafetaria yang luas itu. Beberapa diantaranya duduk di kursi sambil memperhatikan senior-seniornya berbicara. Namun ada sesuatu yang berbeda. Mata biru Aisyah membelalak lebar ketika melihat Sean ada disitu juga bersama dengan ketiga senior perempuan lainnya. Ia sengaja ikut dengan ketiga kawannya yang bertugas di asrama Pennypacker itu ketika mengetahui bahwa itu adalah asrama dimana Aisyah tinggal.
Mata coklat Sean tampak berkeliling menjelajahi setiap wajah-wajah baru itu. Ia berusaha menemukan sosok Aisyah diantara mereka yang berkerumun. Ketika ia menemukannya, seketika ia tersenyum dan melambaikan tangannya kearah Aisyah. Gadis itu hanya bergeming melihatnya, tak merespon apa-apa. Salah satu senior yang bernama Gracelynn itu setelah penyambutan singkat dan basa-basinya lalu ia berkata, "Sekarang kalian bekerja bakti membersihkan setiap sudut asrama. Pastikan semuanya bersih dan nyaman untuk ditempati. Disamping lain, ini agar kalian menjadi lebih dekat dan mengenal satu sama yang lainnya. Buatlah asrama ini senyaman mungkin untuk ditinggali bersama-sama. Ingatlah, kalian adalah satu keluarga sekarang."
Kemudian ia memerintahkan mereka untuk bubar dan mengerjakan tugasnya masing-masing. Ada yang menyapu, mengepel, menata meja dan kursi, membersihkan lorong asrama, dan lain sebagainya. Kemudian Sean menghampiri Aisyah yang sedang memegang sapu. Sebelum pemuda itu berkata, Aisyah menyelanya terlebih dahulu. "Apa yang kakak lakukan disini? Ini kan asrama wanita." Sean dengan santainya menjawab, "Apakah tidak boleh? Lagipula tadi Penelope memintaku untuk ikut dengannya kemari." Tentu saja itu hanyalah alasannya saja.
Melihat Aisyah yang diam saja, kemudian Sean berkata, "Apakah ada yang bisa kubantu?" Mendengarnya, seketika gadis itu menghentikan aktifitasnya, "Baiklah kalau begitu. Terimakasih." Ia menyerahkan sapu yang dipegangnya ke Sean dan mengisyaratkan Caroline beserta Claire yang berdiri tak jauh darinya untuk menyerahkan pekerjaannya juga ke pemuda itu. Setelah tangan Sean penuh, Aisyah mengajak kedua kawannya itu untuk meninggalkan tempat itu.
Butuh beberapa detik untuk Sean menyadari situasi itu. Ia tak langsung memahami apa yang dimaksudkan oleh Aisyah. Kemudian ia tersenyum masam dan berkata pelan, "Gadis itu benar-benar….." Di lorong asrama, Aisyah dan kedua kawannya itu berlarian dan hampir bertabrakan dengan Marlene, salah satu senior yang ditugaskan untuk ke asramanya. "Ada apa?" tanyanya kepada adik-adik tingkatnya itu. "Tidak ada apa-apa, kak. Tadi Sean dengan tulus membantu kami dan dia berkata bahwa dia yang akan melakukan tugas kami", jawab Aisyah. Ia tersenyum mengingat kejadian beberapa menit yang lalu itu. "Benarkah? Tidak seperti biasanya dia seperti itu. Ya sudah kalau Sean berkata seperti itu, kembalilah ke kamar kalian masing-masing. Jangan buat yang lainnya iri", kata Marlene.
"Siapa pemuda tadi itu?" tanya kedua kawannya sesampainya mereka di kamar. "Dia tutorku, Sean. Dia sangat menyebalkan. Bahkan tadi dia pagi menjadikanku sebagai ketua kelompok. Padahal tidak ada yang mengusulkan namaku", kata Aisyah dengan kesalnya. Claire bergumam panjang lalu berkata, "Mungkin dia menyukaimu?" Aisyah seketika membantahnya. "Mana mungkin. Itu sangat tidak masuk akal. Tidak ada yang spesial dariku." Caroline tersenyum nakal lalu berkata, "Lalu menurutmu apa yang membuat pemuda Turki itu jatuh hati padamu?
Tentu saja banyak gadis Turki yang lebih darimu. Lalu, apa yang membuatnya memilihmu dan menjalani hubungan ini denganmu? Jujur saja, Aisyah. Itu sangat melelahkan. Waktu Amerika dan Turki yang berbeda dan jarak kalian yang teramat jauh. Mana mungkin dia mempertahankan hubungan denganmu jika tidak ada yang spesial darimu?" Aisyah tersenyum mendengarnya. Wajahnya memerah setiap kali membahas tentang kekasihnya.
Kemudian Claire menyambung perkataan dari Caroline, "Lagipula sangat aneh bukan saat Sean datang kemari dan dia hanyalah satu-satunya laki-laki. Sedangkan senior lainnya yang datang bersamanya adalah perempuan. Terlebih lagi Sean mengenalmu. Apakah itu tidak mencurigakan?" "Memangnya apa yang spesial dariku?" tanya Aisyah malu-malu. "Entahlah. Mana mungkin kita tahu. Hanya para lelakilah yang tahu. Coba kau tanyakan kepada Shoaib." Ketiga gadis itu yang berkumpul di kamar Aisyah menoleh kearah pintu ketika dilihatnya kedatangan Helena.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Helena bergabung ke pembicaraan itu. Helena dan Caroline duduk bersama Aisyah di kasurnya, sedangkan Claire duduk sendirian di kasurnya yang terlihat sangat rapi itu. "Tentang tutor kelompoknya Aisyah", jawab Claire dengan senyuman nakalnya. Percakapan senja itu ditutup oleh topik yang membahas tentang Sean dan para senior lainnya yang menjadi tutor pelaksanaan orientasi hari itu. Aisyah merasa sedikit lega karena setidaknya disisa hari itu ia tidak lagi bertemu dengan Sean. Walaupun tadi sempat ada momen yang tidak terduga dengan kedatangan Sean ke asramanya, namun selanjutnya ia tidak menemukan sosok laki-laki itu dimana-mana. Mungkin dia sudah pulang.