Renee turun lebih dulu dari kereta dengan kepala tertunduk, ia tidak tahu apakah ia masih bisa waras berlama-lama ada di sisi Leo yang mengerikan.
Mansion keluarga Fern berdiri dengan megah, letaknya berjauhan dengan Mansion keluarga Emmanuel yang ada di kaki bukit, Renee bisa merasakan perbedaan yang sangat besar dari keduanya, seperti langit dan bumi.
Di tempat ini, semuanya terasa terang benderang, bunga dan pepohonan tumbuh dengan semarak, jendela terbuka lebar, para Pelayan mondar-mandir dan suasana terasa sangat hidup.
Adapun Mansion keluarga Emmanuel, Renee tidak perlu mendeskripsikannya lagi.
"Tuan, kita sudah sampai."
Pelayan laki-laki membantu Leo turun dari kereta dan mendorong kursi roda, mereka menatap Renee, seakan mengisyaratkan pada wanita itu untuk membawa Leo masuk.
"Terima kasih." Renee mendekat dan ia tidak tahu mengapa ia harus mengucapkan terima kasih kepada mereka, Leo tidak meliriknya, membiarkan Renee mendorongnya menuju Aula perjamuan.
Mereka berjalan dengan pelan, di sana telah berkumpul banyak orang dengan pakaian mereka yang indah, Renee telah terbiasa dengan keadaan ini ketika ia masih menjadi aktris teater dan melempar senyum pada orang-orang yang menatapnya.
Seorang laki-laki dengan kursi roda sangat jarang ada di acara seperti ini, apalagi laki-laki itu adalah sang Marquis yang jarang menginjakkan kaki keluar dari Mansionnya.
"Jangan tersenyum pada mereka," tegur Leo dengan sinis, Renee langsung mengubah wajahnya menjadi datar, dalam hati ia menggerutu.
Apa salahnya menimbulkan kesan baik pada orang lain?
Apakah ia harus cemberut sepanjang?
Renee memutuskan tidak ambil pusing dengan teguran Leo, ia terus mendorong melintasi orang-orang di pertemuan.
"Ducches Celia, Marquis Leo ada di sini." Seorang Pelayan berkata dengan lirih, Renee bisa melihat ada jejak tidak senang yang muncul di wajahnya.
Celia Fern, wanita yang menjadi pusat perhatian pertemuan hari ini berbalik, ia mengenakan gaun berwarna merah muda yang manis dan rambutnya yang berwarna coklat itu tergerai dengan indah di punggungnya.
"Marquis Leo, kau benar-benar datang kemari." Celia tersenyum lebar, matanya melirik Renee. "Aku pikir kau tidak akan pernah keluar dari Mansionmu untuk selama-lamanya."
Suara Celia sangat lembut, tapi entah kenapa Renee tidak merasa nyaman ketika mendengarnya. Mungkin di telinga orang lain terdengar seperti sapaan yang penuh dengan basa-basi yang manis, tapi di telinga Renee, itu lebih terdengar seperti sebuah singgungan.
"Ya, kebetulan aku punya waktu luang." Leo tidak ambil pusing dengan perkataan Celia, ia melirik Renee yang tersenyum lagi, mata hitamnya itu semakin gelap. "Kami hanya sebentar."
"Oh, yah." Celia menganggukkan kepalanya, pandangannya teralihkan pada Renee yang ada di belakang Leo. "Siapakah ini, Leo?"
"Pelayan baruku," kata Leo dengan cepat sebelum Renee mengatakan beberapa patah kata untuk menyapa. "Dia tidak suka bicara jadi jangan mencoba bicara dengannya."
Celia tersenyum canggung sedangkan Renee menahan dirinya dan matanya menatap Leo dengan jengkel.
Laki-laki yang ada di depannya ini sepertinya tidak suka dengan dirinya, Renee yakin itu.
Leo tidak menunjukkan sedikit pun senyuman di wajahnya meski Celia yang cantk itu mengatakan beberapa patah kata padanya, wajahnya dingin dan membuat orang yang melihatnya semakin tidak nyaman.
Renee hanya berdiri di belakang Leo, tidak jarang ia akan menawarkan anggur pada Tuannya agar ia bisa menjauh dan mendapat kesempatan melarikan diri, tapi Leo selalu melotot padanya, bahkan saat ia bergeser sedikti saja, laki-laki itu akan menoleh.
Celia terus berbicara dengan Leo, meskipun ia tidak pernah mendapatkan tanggapan yang berarti, suaranya lembut dan halus, seperti tengah berbicara dengan anak kecil yang nakal, mata wanita itu sama sekali tidak lepas dari Leo.
Renee menarik pandangannya dari dua orang yang ada di depannya, melihat orang-orang yang ramai berdatangan, para pelayan mondar-mandir dengan anggur di tangannya tapi tidak ada satu pun yang mendekat, seakan mereka sengaja menghindari Leo.
"Tuan, saya ingin mengambil anggur di sudut sana," kata Renee dengan suara memelas, ia harus menemukan kesempatan untuk pergi, kalau tidak ia akam terjebak bersama Leo selama-lamanya.
"Ah, ya ampun Leo, Pelayanmu sangat polos ... sana pergilah." Celia tersenyum dan melambaikan tangannya, di mata Renee ia terlihat seperti malaikat di bawah matahari yang bersinar cerah. "Kami akan mengobrol di sini, santai saja."
Leo tidak mengatakan apa-apa, tapi keningnya berkerut dan tangannya yang ada di atas pahanya itu mengepal.
Laki-laki itu marah.
Renee menelan ludah, ia harus menguatkan hatinya untuk mencari kesempatan pergi.
"Saya permisi sebentar."
Setelah mengatakan hal itu, Renee langsung menjauh, ia masih bisa merasakan tatapan menusuk Leo di punggungnya dan diam-diam menghela napas lega, setidaknya biarkan ia menjauh dari Leo sebentar saja.
Renee tidak berani berjalan terlalu jauh selama mata Leo masih mengikutinya, ia berdiri di dekat meja dan menyesap anggur perlahan-lahan, untungnya ia memiliki toleransi alkohol yang kuat.
Beberapa orang datang dan bergabung bersama Celia, mereka mungkin adalah para bangsawan yang ingin menunjukkan citra terbaik mereka di mata sang Marquis. Mau tak mau Leo melepaskan perhatiannya dari Renee dan berbicara beberapa patah kata.
"Bagus, bagus." Renee meletakkan gelas anggur di atas meja, ia melangkah dalam diam menuju pintu keluar. "Kau tidak bisa terus melihatku seperti orang yang tidak waras, Leo."
"Kau adalah Pelayan baru di Mansion Keluarga Emmanuel?"
Seseorang menghentikannya ketika ia akan mencapai pintu, Renee langsung menoleh dan melihat laki-laki tinggi bermata abu-abu tersenyum padanya.
"Siapa ... anda?"
"Aku hanya tamu dari pertemuan ini," jawab laki-laki bermata abu-abu itu, kulitnya kecoklatan, terlihat seperti orang yang selalu berada di bawah sinar matahari dari waktu ke waktu. "Kau dikirim oleh Ratu … atau kau mengajukan dirimu sendiri?"
"Apa maksudmu?" Renee mengerutkan keningnya, ia tidak senang jalannya dicegat. "Tolong minggir, saya harus mengambil sesuatu di kereta."
Laki-laki itu memiliki rambut yang berantakan, seakan ia baru saja mengeringkan rambutnya dengan handuk secara kasar, ia tersenyum hingga matanya menyipit.
"Mengambil sesuatu atau berniat kabur?"
Jantung Renee berdegup dengan kencang, wajahnya langsung pucat dan menatap laki-laki itu dengan keringat dingin.
"Apa yang anda bicarakan? Saya … saya tidak mengerti."
Laki-laki itu masih tersenyum, ia menegakkan tubuhnya dan melihat ke arah Leo yang sibuk berbicara dengan bangsawan lain di kota Dorthive.
"Tidak usah pura-pura, aku telah melihat banyak orang sepertimu," katanya lagi sambil bersedekap. "Aku akan memberimu saran yang paling kau butuhkan saat ini."
"Apa?"
"Larilah."
Renee menelan ludah, tanpa sadar sebelah kakinya telah menuruni tangga.
Laki-laki itu menyeringai lebar, tidak ada satu pun di sekitar mereka yang peduli dan melihat interaksi Renee dengan laki-laki aneh ini.
"Larilah sekencang mungkin sampai Leo tidak bisa menangkapmu, apa kau bisa?"