webnovel

Dewa Yunani

Permainan pun kembali dilangsungkan. Sesi kedua berakhir dengan hasil yang sama, Argon menjadi pemenang. Sesi ketiga menyusul dan tetap memperoleh pemenang yang sama. Sesi keempat menyusul dan lagi dan lagi menjadikan Argon sebagai pemenangnya. Kini, pria misterius berjubah hitam itu sedang merasa di atas awan karena mendapat kemenangan telak.

Miranda yang terus menerus kalah menggigit bibir bawahnya. Netra perak gadis itu memandangi tumpukan koin emas miliknya yang raib begitu saja. Sebenarnya, ada sebuah alasan yang membuat Miranda ingin bermain lotre. Miranda membutuhkan banyak uang untuk diberikan kepada penduduk di desa terpencil yang terkena wabah, meskipun dengan cara yang salah. Ya, diam-diam gadis itu memang sering melakukan kegiatan sosial semacam itu.

"Kau kalah." Argon mengisap batang cerutunya berhiaskan wajah datar. Sama sekali tidak ada ekspresi di wajahnya seolah kemenangannya tidak berarti.

Miranda tanpa sadar mengepalkan kedua tangan erat hingga buku-buku jarinya memutih, kesal. Niatnya mendapatkan banyak uang untuk diberikan kepada penduduk miskin di desa terpencil justru membuatnya kehilangan banyak uang. Namun, gadis itu tetap membulatkan tekad untuk kembali mendapatkan uangnya. Tampaknya semangat dalam diri Miranda cukup tinggi; pantang pulang dengan tangan kosong.

"Mari kita bermain lagi!" Sebuah cetusan yang keluar dari mulut Miranda sukses membuat mereka yang tengah menikmati pertunjukan, sedikit terkejut. Begitu juga dengan Ursula yang sedang memasang wajah panik.

Argon tersenyum menyeringai, "Sayangnya aku sudah tidak memiliki waktu untuk itu." Pria misterius berjubah hitam itu meraup semua koin emas untuk dibawa kemudian beranjak berdiri, "Kurasa kau juga tidak memiliki uang lagi untuk dipertaruhkan," imbuhnya sebelum melangkah pergi.

Kepanikan seketika tersebar di wajah Miranda. Gadis itu seolah lupa pakaian apa yang sedang ia kenakan; setelan pria sederhana yang sama sekali tidak mencerminkan status sosial dan kekayaan. Tentu saja hal itu membuat Argon meragukan tawarannya.

"Hey! Siapa bilang aku tidak memiliki uang lagi untuk dipertaruhkan? Apakah kau pikir jika pakaianku dapat mencerminkan isi kantongku?" Miranda setengah berteriak dan membuatnya menjadi pusat perhatian di salah satu sudut ruang Knoxville tersebut.

Senyuman menyeringai terbit di bibir Argon, "Jadi, apakah kau adalah bangsawan baru? Dari mana kau berasal?" tanya pria misterius berjubah hitam itu dengan suara yang terdengar begitu dalam dan juga seksi. Sialnya, Miranda justru terfokus pada suara pria itu walaupun sebentar. Itu adalah suara terseksi yang pernah Miranda dengar. Kadar hormon testosteron pria itu pasti cukup tinggi.

Miranda beradeham rendah untuk menelan kegugupannya. Tentu saja ia tidak dapat membuka identitasnya begitu saja. Gadis itu sadar jika ia memulai kebohongan, maka kebohongan-kebohongan yang lain akan mulai bermunculan. "Kau terlalu banyak omong, Tuan Argon. Apakah kau takut melanjutkan permainan denganku?"

Argon tergelak kemudian menggelincirkan senyuman miring. Pria itu tidak menanggapi pernyataan Miranda dan langsung berbalik untuk benar-benar melenggang pergi. Miranda yang ditinggalkan begitu saja menautkan kedua alis bagai ujung tombak yang menyatu. Pandangannya tertuju kepada kantung kain berwarna hitam yang dibawa Argon di mana terdapat koin-koin emasnya yang melayang.

Setelah menimang-nimang dalam hati, Miranda telah memutuskan sesuatu dan tiba-tiba beranjak berdiri. Namun, pergelangan tangannya seketika dicekal oleh Ursula yang duduk di sebelahnya, "Anda ingin pergi ke mana, Lady?"

Miranda berdesis rendah, "Aku akan mengikuti pria itu dan mengambil kembali uangku."

"A-APA?" Lagi dan lagi Miranda sukses membuat Ursula terkesiap hingga tanpa sadar memekik dengan wajah tercengang. "Hari sudah hampir gelap, Lady. Anda akan menerima hukuman jika terlambat pulang."

Miranda menampilkan seraut wajah datar, tidak menanggapi Ursula dan tetap berbalik untuk mengejar pria berjubah hitam. Ursula semakin ditelan kepanikan saat melihat punggung Miranda menjauh dengan langkah cepat.

~~~

Dengan mengendap-endap, Miranda berjalan mengikuti pria berjubah hitam yang keluar dari pintu Knoxville Bar. Langkah kaki jenjang pria berjubah hitam yang memiliki postur tubuh tinggi, membuat Miranda sedikit berlari kecil agar tidak kehilangan jejaknya. Gadis itu mengikuti si pria berjubah hitam hingga sampai di sebuah hamparan padang rumput yang luas dan terletak di samping danau.

Sepanjang mata memandang, hanya terlihat bunga-bunga rumput yang tersapu oleh angin malam beserta kerlip kunang-kunang yang berterbangan di atas rerumputan dan air danau yang tenang. Pria berjubah hitam itu berdiri di samping sebuah pohon oak di bawah cahaya rembulan, di mana terdapat seekor kuda berwarna hitam di sana.

Menggigit bibir bawah, Miranda kembali menarik tubuh untuk bersembunyi di balik pohon oak yang lain. Gadis itu memaksa otaknya untuk berpikir sebuah cara agar bisa mengambil kantung kain hitam yang berada di dalam genggaman pria berjubah hitam tersebut. Miranda bergumam rendah, "Apakah aku benar-benar harus merampoknya? Atau aku harus membunuhnya saja?"

Miranda yang diam-diam memiliki keahlian dalam seni pedang, sama sekali tidak pernah menyelakai seseorang yang tidak bersalah sebelumnya. Gadis itu gemar berlatih pedang kepada salah satu Ksatria Duke Guinan meskipun sering dilarang oleh Duke. Namun, bukan Miranda namanya jika menyerah begitu saja. Miranda kembali menyembulkan kepala cantiknya untuk mengintip si pria berjubah hitam.

Namun, iris mata perak Miranda seketika membeliak saat tidak melihat keberadaan sang pria berjubah hitam bersama kudanya. Gadis itu seketika membebaskan diri dari balik pohon sembari mengedarkan pandangan, mencari sosok pria tersebut. "Di mana perginya pria itu?"

"Apakah kau mencariku?" Sebuah suara yang terdengar berat dan seksi tiba-tiba singgah di indra pendengaran Miranda dari arah belakang.

Berbalik, sebilah pedang telah terayun di leher Miranda dari seorang pria berjubah hitam yang terduduk di atas kuda. Namun, berbeda dengan kebanyakan wanita bangsawan pada umumnya yang ketakutan, Miranda justru tersenyum tipis dan dengan sigap mengambil sebuah saputangan yang disimpan di saku celana.

Membelitkan kain berbentuk persegi panjang tersebut di sebelah telapak tangannya, Miranda tiba-tiba menarik ujung pedang itu dengan gerakan cepat ke arahnya hingga membuat pria berjubah hitam terkesiap.

Karena tindakan tidak terduga dari Miranda, keseimbangan tubuh pria berjubah hitam yang terduduk di atas kuda menjadi limbung. Malang tak dapat ditolak dan mujur tak dapat diraih. Tarikan Miranda pada ujung pedangnya membuat pria itu terjatuh tepat di atas tubuh Miranda. Ya, pria itu menindihnya.

Tidak hanya sampai di situ, penutup kepala jubah hitam yang dikenakan sang pria terlepas. Begitu juga dengan rambut palsu berwarna golden blonde yang dikenakan Miranda juga ikut copot saat gadis itu terjungkal ke belakang. Kini, keduanya telah menunjukkan wujud asli yang sesungguhnya.

Di bawah sinar rembulan yang terlihat dari sela-sela dedaunan di pohon oak, Miranda mengerjap-ngerjapkan kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik kala memandangi ukiran wajah seorang pria yang sedang menindihnya; wajah yang begitu tampan dan tegas seperti matahari, bibir tipis kemerahan yang memberikan warna cerah di kulitnya yang pucat, serta manik mata berwarna biru sebiru saphire yang terlihat dingin.

Netra perak Miranda beralih sedikit ke bawah, menatap leher dan rahang tegas pria tersebut, 'Oh Tuhan, mengapa rahangnya juga sangat seksi? Apakah dia benar-benar seorang manusia? Ataukah jelmaan Dewa Yunani yang turun ke bumi?'

~~~