{Unit kesehatan}
Ruangan unit kesehatan pagi itu cukup sunyi, hanya terdengar suara gemerisik kain saat keempat siswa kelas S mulai terbangun. Cahaya matahari yang menembus jendela memberikan nuansa tenang, meski rasa sakit dari pertempuran kemarin masih terasa di sekujur tubuh mereka. Kris, Azariel, Yingyue, dan Alan saling memandang, mencoba mengukur satu sama lain dalam kebisuan yang penuh makna.
Yingyue: (meraba lukanya dengan meringis) "Tidak dapat dipercaya orang itu… Lucas benar-benar tidak menahan kekuatannya sama sekali. Rasanya seperti dilindas kereta perang."
Alan: (menghela napas panjang) "Setidaknya kita masih hidup untuk menceritakan ini… Dia mendapatkan gelar Sword man terkuat didunia bukan Tampa alasan"
Azariel: (mengalihkan pandangan ke Kris dengan tatapan penuh rasa ingin tahu) "Kris, kau sudah berada di tahap Ember bahkan sebelum masuk akademi, bukan? Bagaimana cara mencapai tahap itu?"
Kris: (tersenyum kecil sambil meregangkan bahunya yang masih terasa sakit) "Itu bukan sesuatu yang mudah, tentu saja. Sejak diangkat menjadi penerus Sword Saint, aku mulai berlatih dengan Lucas dari umur sebelas tahun. Butuh tiga tahun latihan keras sebelum aku bisa mencapai tahap Ember."
Ketiganya terdiam sesaat, terkejut dengan apa yang mereka dengar. Mereka menyadari betapa besar pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai tahap Ember.
Azariel: (menunduk, sedikit termenung) " itu gila jadi butuh tiga tahun latihan seperti itu… untuk mencapai Ember. Aku merasa kami masih sangat jauh dari level itu."
Yingyue: (tertawa getir) "Mungkin benar. Rasanya seperti gunung yang harus didaki tanpa ujung."
Alan: (mengusap bagian kepalanya yang terluka sambil merenung) "aku masih harus belajar banyak lalu menjadi pendekar pedang terhebat. Sepertinya perjalanan ini Masih panjang."
Kris: (melihat teman-temannya yang tampak sedikit pesimis, lalu tersenyum tipis) "Hei, jangan berkecil hati. Ada orang-orang yang bahkan sudah berlatih seperti itu selama lima tahun… tapi masih belum mencapai tahap Ember."
Yingyue: (mendongak, penasaran) "Serius? Siapa orang itu?"
Kris: (tersenyum samar, menyimpan rahasia kecilnya) "Kalian sudah mengenalnya."
Ketiganya saling berpandangan, mencoba mengingat siapa di antara mereka yang mungkin memiliki pengalaman seperti itu. Kris hanya tersenyum dan memandang keluar jendela, tak ingin mengungkapkan lebih banyak.
Setelah beberapa saat, Azariel menatap Kris lebih serius, seolah ingin menggali lebih dalam.
Azariel: (dengan nada lembut namun ingin tahu) "Kris, aku pernah mendengar bahwa kau awalnya yatim piatu. Lalu, bakatmu menarik perhatian Sword Saint, dan dia mengangkatmu menjadi bagian dari keluarga ksatria klan Celestia. Apa kau punya alasan khusus untuk menerima posisi itu?"
Kris: (terdiam sejenak, memikirkan jawabannya, lalu bicara dengan nada pelan dan tenang) "Itu… sedikit rahasia, sebenarnya. Tapi kalau kalian ingin tahu, alasan utamanya adalah hidup yang lebih baik. Aku memiliki bakat, dan bakat itu menarik perhatian orang kuat. Sisanya adalah hasil dari pilihan yang tepat pada saat yang tepat."
Yingyue, Azariel, dan Alan saling berpandangan, terdiam sejenak sambil merenungi kata-kata Kris. Mereka memikirkan nasib Kris yang penuh dengan 'kebetulan' dan kesempatan. Mungkin, mereka juga harus berani mengambil langkah dan kesempatan yang muncul di depan mereka.
Yingyue: (tersenyum kecil, merasa termotivasi) "Hidup memang penuh kejutan, ya? Mungkin kita juga harus bersiap mengambil kesempatan apa pun yang datang pada kita."
Alan: (mengangguk sambil melihat Kris dengan lebih hormat) "Iya. Kurasa, kita semua memang punya jalan masing-masing. Tapi mendengar ceritamu, Kris… aku jadi merasa harus lebih serius dalam latihan."
Azariel: ( sedikit berseri-seri) "Kau memang orang yang diberkahi keberuntungan ya"
Kris tersenyum kecil, merasa senang meski tak menunjukkan banyak emosi. Di antara kesunyian unit kesehatan yang hangat itu, mereka semua merasakan tekad baru dalam hati masing-masing. Pertarungan dengan Lucas telah menjadi pengingat akan tantangan besar yang harus mereka hadapi, namun percakapan ini mengisi mereka dengan semangat dan harapan baru.
---
{Lapangan Akademi}
Lucas berdiri di tengah lapangan, dikelilingi oleh para siswi yang menontonnya dengan campuran rasa kagum dan gentar. Cahaya matahari menyinari lapangan, Beberapa siswi melihat Sierra yang percaya diri menghadap ke Licas, bersiap melawan Lucas dengan segenap kemampuannya
Sierra: (menatap tajam, hawa membunuh terlihat dalam matanya) "Bersiap Lah Pak, aku datang!"
Sierra menyerang dengan gerakan yang gesit dan liar, seperti seekor Serigala yang menerkam mangsa. Hawa agresif mengalir dari setiap serangannya, namun Lucas tetap tenang, menghindari dengan sedikit gerakan, membuatnya tampak tak tersentuh.
Lucas: (sambil menghindari serangan Sierra) "Kau bertarung dengan penuh semangat, Sierra. Tapi ada celah besar dalam gayamu."
Dengan cepat, Lucas memegang pergelangan tangan Sierra, menggunakan kekuatannya untuk membantingnya ke tanah dengan keras. Sierra tak sadarkan diri seketika.
Lucas: (menatap tubuh Sierra yang terbaring, berbicara ke arah siswi lain) "Selanjutnya... Sahra Qadir."
---
Sahra Qadir: (melangkah maju, ekspresi penuh tekad) "Aku akan menunjukkan seperti apa teknik dari selatan Pak!."
Sahra menyerang dengan fokus ke titik-titik vital Lucas, serangan yang penuh presisi. Lucas tampak terkesan, menangkis setiap serangan dengan lihai, namun kemudian membalas dengan pukulan-pukulan cepat ke titik-titik vital Sahra.
Lucas: (dengan nada menghargai) "Kau tahu titik-titik lemah pria, Sahra. Itu ilmu yang bagus!... Namun tidak cukup!"
Lucas menyerang Sahra dengan lebih cepat, Sahra mencoba menghindar, tapi tiba-tiba sebuah pukulan mengenai tenggorokannya. Dia tersentak, tangannya memegang lehernya, terengah-engah sebelum akhirnya mundur ke samping, terbatuk-batuk.
Lucas: (melirik Sahra yang terjatuh, lalu melihat ke arah kelompok siswa lain) "Selanjutnya... Keira Draconfall."
---
Keira: (sedikit gemetar, tapi mencoba tersenyum untuk menutupi rasa gugup dan membatin)
'sial aku benar benar tidak pandai bertarung', "Aku... aku akan siap maju pak!."
Keira menyerang dengan langkah-langkah ragu. Lucas melihat kelemahan di setiap gerakannya, dan dengan satu pukulan ke perut, Keira langsung roboh, terjatuh dengan napas tertahan.
Lucas: (berbicara pelan, hampir simpatik) "Teruslah berlatih, Keira. Kau punya potensi, meski masih jauh."
Lucas kembali berdiri tegak dan melirik ke arah barisan yang tersisa.
Lucas: (mengangkat alis) "Selanjutnya... Lee Seoryun."
---
Seoryun: (melangkah ke depan dengan percaya diri, menyiapkan kuda-kuda) "Aku tak akan jatuh semudah orang itu pa! ."
Lucas: "begitu ya!" (Menyiapkan kuda-kuda yang sama dengan Seoryun)
Seoryun terkejut namun sudah menduga hal ini dari pertarungan Lucas sebelumnya dengan Yingyue. Lucas dan Seoryun bertukar tendangan dengan teknik serupa. Seoryun, yang telah melihat bagaimana Lucas menangkis Yingyue sebelumnya, mencoba mengubah tekniknya dengan menambahkan pukulan. Namun, Lucas membaca gerakannya dengan cepat, dan menunjukkan cara menyesuaikan teknik dengan lebih halus.
Lucas: (sambil memblokir tendangan Seoryun) "Begini caranya."
Dia menangkis Seoryun dengan kekuatan yang lebih halus, membuat Seoryun tersungkur dengan mata terpejam, tak sadarkan diri.
Lucas: (melirik siswa yang masih berdiri) "Lyrith D. Sallivan, giliranmu."
---
Lyrith: (terlihat sedikit terhambat dengan sepatunya) "Aku tidak bisa bertarung dengan bebas kalau sepatu ini terus mengikatku."
Lucas melihatnya sejenak, memahami hambatan yang dialami Lyrith.
Lucas: (dengan nada percaya diri) "Lepaskan saja. Kalau terjadi sesuatu, aku akan bertanggung jawab."
Lyrith tersenyum lebar, melepaskan sepatunya, dan langsung menunjukkan sisi lain dari dirinya yang sangat aktif. Dia meluncur ke arah Lucas dengan kecepatan yang mengejutkan, menyerang dengan tendangan-tendangan yang membara.
Alya: (menonton dengan heran) "Itu... kepribadian yang sama saat ujian penempatan kelas."
Namun, Lucas tetap tenang, menghindari serangan Lyrith dengan anggun. Saat Lyrith meluncur ke udara dan menyerang dari atas, Lucas menangkap kakinya di udara dan membantingnya ke tanah dengan hati-hati, memastikan dia tak sadarkan diri. Dengan lembut, Lucas memasangkan kembali sepatu segel ke kakinya.
Lucas: (sambil melihat ke arah Alya) "Terakhir... Alya Celestia. Kau yang terakhir ."
---
Alya dan Lucas lalu bertarung, Alya seperti biasa melakukan serangan dengan minimal dan memaksimalkan menghindari serangan Lucas. Lucas yang jenuh dengan teknik Alya yang tidak pernah berubah sedikit memprovokasi nya
Lucas: "hey, kalau seperti ini terus Kau tidak akan pernah menguasai Aura"
Alya: (sangat kesal, menatap Lucas tanpa takut) "Mungkin kau akan sadar kalau metode mengajaranku yang salah. Itulah kenapa aku tak bisa membangkitkan Aura selama 5 tahun ini!."
Lucas tersenyum sinis, mengangkat bahu dengan nada yang sedikit menantang.
Lucas: (menyeringai) " itu mungkin saja, Atau mungkin... Saintess terlalu tinggi menilai kemampuanmu. Kau ternyata tidak sehebat itu!"
Alya: (dengan tatapan tajam, amarahnya meningkat) "Jangan menghina Ku! "
Alya menyerang Lucas dengan seluruh kekuatannya, lebih agresif dari sebelumnya. Lucas terlihat terkesan dengan perubahan sikap Alya, namun tetap menghindar dan membalas dengan serangan yang keras.
Lucas: (sambil menyerang, dengan nada mengejek) "Seharusnya aku lebih keras pada kakakmu sampai dia tidak bisa berjalan. Dia terlalu lemah untuk sekolah di sini."
Alya: (berteriak marah, matanya penuh dendam) "Jangan macam-macam dengan Kakakku atau kau akan ku bunuh"
Energi merah muncul di sekitar Alya, membuat Lucas tertegun sesaat. Alya dengan cepat menyerangnya lagi, kecepatannya jauh meningkat dan aura merah semakin menyelubungi tubuhnya.
Lucas: (sambil tersenyum puas) "Itu dia... Aura tahap Ember."
Namun, menyadari bahaya yang bisa muncul dari energi Alya yang tak terkendali, Lucas akhirnya memutuskan untuk menyudahi pertarungan. Dia dengan cepat menghampiri Alya dan memukul tengkuknya, membuatnya pingsan dalam satu gerakan.
Lucas: (berbicara pelan, seolah pada dirinya sendiri) "Hanya perlu sedikit dorongan, rupanya. Kau benar benar rumit"
Setelah pertarungan selesai, lapangan terlihat seperti medan pertempuran dengan banyak siswi yang terkapar tak berdaya. Lucas lalu memerintahkan para staff unit kesehatan Akademy untuk segera datang ke lapangan untuk membawa para siswi ke ruang unit kesehatan.
---
{Unit kesehatan}
Alya perlahan membuka matanya, cahaya dari jendela unit kesehatan akademi terasa terlalu terang baginya setelah pingsan. Di sampingnya, Kris duduk dengan tenang, terlihat sedikit cemas.
Kris: (tersenyum tipis) "Akhirnya kau bangun juga. Kau baik-baik saja, Alya?"
Alya: (menggeram pelan, mengingat kejadian sebelumnya) "Aku masih kesal karena nggak bisa menghajar Lucas lebih banyak. Rasanya belum cukup."
Kris menahan senyumnya, melihat semangat Alya yang tak padam meski baru saja tumbang. Suasana di unit kesehatan terasa suram; suasana diam bercampur dengan rasa frustrasi dan kelelahan. Di ranjang lain, beberapa siswa wanita yang bertarung sebelumnya, seperti Lyrith, Seoryun, Keira, Sahra, dan Sierra, juga sedang dirawat. Wajah mereka tampak muram, masing-masing dengan ekspresi penuh penyesalan dan lelah.
Alya: (memandang sekeliling, melihat wajah masam mereka) "Kenapa wajah mereka kusut semua, Kris? Apa yang terjadi?"
Kris: (sedikit menghela napas, menatap ke arah teman-teman yang masih tampak kesal) "Setelah kau pingsan, Lucas datang ke sini. Dia memberi pilihan untuk kita semua. Kita bisa memilih untuk belajar 'Aura Mastery' dengan cara bertarung satu lawan satu dengannya, seperti tadi, atau… ikut 'Latihan Fisik' yang diawasi langsung olehnya."
Lyrith: (dari ranjangnya, dengan wajah kesal, menggerutu pelan) "Hanya orang gila yang mau menghadapi Lucas lagi. Jadi kami semua memilih latihan fisik saja... lebih aman, setidaknya."
Seoryun: (menahan sakit di lengan, dengan ekspresi jengkel) "Lucas… dia benar-benar monster. Rasanya seperti melawan batu raksasa yang bisa bergerak cepat. Tidak ada yang bisa menang melawan dia."
Sahra: (menghela napas panjang dengan suara yang serak) "uhuk uhuk...Pilihan itu mungkin terdengar lebih baik uhuk, tapi aku rasa kita hanya pemeperlambat rasa sakitnya uhuk."
Alya: (mencoba bangkit sedikit, dengan sedikit senyum sinis) "Jadi, kita lebih memilih tersiksa secara perlahan daripada dihancurkan seketika, begitu?"
Sierra: (mengerang pelan, setengah menyetujuinya) "Kurasa begitu… tapi sungguh, Kalian sangat lemah baru saja melawannya sekali dan kalah langsung bertekuk lutut, pengecut."
Keira: (terbaring lemas dan kesal) "tidak semua orang disini ber otak otot seperti mu!, dasar."
Alya tersenyum pahit sambil mengusap kepalanya yang masih terasa nyeri. Ia bisa merasakan rasa takut dan frustasi yang terpancar dari teman-temannya.
Kris: (memandang Alya dengan ekspresi prihatin) "Setidaknya kita bisa menghindari pertarungan langsung dengannya sekarang. Tapi… latihan fisik di bawah Lucas mungkin bukan hal yang lebih baik."
Alya: (tersenyum sinis, berusaha terdengar tegar) "Latihan fisik yang diawasi Lucas… yah, kurasa kita sudah menapaki jalan menuju neraka."
Semua terdiam sesaat, merenungkan nasib yang menanti mereka. Rasa pasrah bercampur cemas mengisi ruangan. Tak ada yang benar-benar berani membayangkan bagaimana latihan fisik yang akan datang, namun di mata mereka, keputusan sudah bulat—apa pun lebih baik daripada terus menerus dikalahkan di hadapan Lucas.