Alya dan Lyrith duduk bersama di tepi Taman di bawah pohon yang rindang, suasana canggung menyelimuti mereka. Mata Alya sesekali melirik ke arah kaki Lyrith, tertutup sepatu khusus dari bahan andamatium yang memancarkan sedikit percikan api.
Alya: (tertarik, namun berhati-hati) "Lyrith, aku penasaran... kenapa kamu makan sendiri? Apa... jadi Putri Raja Iblis membatasi hubungan sosialmu dengan yang lain?"
Lyrith: (mendengus pelan, terdengar pasrah) "Bukan soal menjadi Putri Raja Iblis, tapi kutukan di kakiku. Sejak lahir, api ini terus menyala, dan orang-orang menganggapnya sebagai tanda pembawa petaka."
Alya menunduk, memahami perasaan Lyrith. Ia teringat pada dirinya sendiri.
Alya: (sedikit merenung) "Aku juga... Aku tadinya hanya anak biasa dari desa kecil, tetapi begitu statusku diketahui, aku jadi pusat perhatian banyak pihak jadi ibu ku dulu melarang aku pergi jauh ke luar dan sejak itu semua berubah. Orang-orang yang dulu dekat denganku malah menjauh karena takut dengan berkat yang kumiliki." (tersenyum pada Lyrith) "aneh kan mereka takut pada kekuatan yang mereka tidak pahami mau itu disebut kutukan atau pun berkata."
Lyrith mendengarkan sambil memainkan sepatunya, tampak mengingat kembali pengalaman yang menyakitkan. Alya tersenyum, berusaha menghiburnya.
Alya: (lembut dan tulus) "Lyrith, kita tidak bisa memilih dengan apa kita dilahirkan. Apakah itu kutukan atau berkat, keduanya adalah sesuatu yang tidak bisa kita tentukan. Cobalah untuk menerimanya...anggap saja ini sebagai hadiah yang unik, hadiah yang tak semua orang miliki."
Lyrith: (mengernyit, skeptis) "Kamu ini aneh, Alya. Menyamakan kutukan dengan berkat. Kedengarannya tidak masuk akal."
Alya tersenyum, meski sedikit kecewa karena tidak berhasil menyentuh hati Lyrith. Namun, ia tetap melanjutkan dengan keyakinan.
Alya: (serius dan reflektif) "Bagiku, apa pun yang diberikan pada kita, pasti ada sesuatu yang diambil sebagai gantinya. Tapi kadang kita tak pernah tahu apa yang diambil, atau apa yang diberikan."
Lyrith menatap Alya beberapa saat, lalu tertawa kecil, merasa aneh dengan pemikiran temannya.
Lyrith: (tertawa, geli) "Kamu benar-benar aneh, Alya. Cara berpikirmu... unik."
Alya: (tersenyum kecil) "hehe ini karena orang dekat yang selalu mendukung ku" (bayang Raka pun terlintas di benaknya)
Merekapun tertawa pelan, merasa senang karena berhasil mencairkan suasana di antara mereka. Namun, suasana berubah ketika Kris muncul, mengingatkan Alya soal pelajaran berikutnya.
Kris: (mengangguk hormat pada Alya dan Lyrith) "Nona Alya, Nona Lyrith. Pelajaran berikutnya akan segera dimulai. Kita diminta berganti ke baju lapangan dan menuju lapangan Akademi untuk pelajaran Aura Mastery."
Alya: (Kesal) "sudah kubilang jangan panggil Nona!,(penasaran)Hmm?, pelajaran Aura?. Kris siapa instruktur pelajaran ini?"
Kris: (nampak cemas, menelan ludah) "Instrukturnya adalah Lucas Von Celestia."
Ekspresi Alya langsung berubah menjadi cemas, sama seperti Kris. Lyrith yang melihat reaksi mereka berdua, mengerutkan kening.
Lyrith: (heran) "Bukannya saat bimbingan awal sekolah, sikap Wali Kelas Lucas cukup baik?"
Alya: (memandang Lyrith, cemas) "Kamu belum tau saja, Lihat saja nanti di lapangan. Kamu akan mengerti."
{Di lapangan Academy}
Di lapangan, Lucas berdiri di depan para siswa, sorot matanya tajam dan penuh wibawa. Ia mulai menjelaskan tentang Aura, menggambarkan bagaimana aura dapat bangkit saat seseorang berada di ambang kematian. Para siswa menyimak dengan penuh perhatian.
Lucas: (nada tegas, sedikit sinis) "Aura tidak sekadar energi. Ada dua jenis, yaitu ofensif dan defensif. Dalam pelajaran ini, kita akan memfokuskan pada aura defensif. Saya tidak ingin melihat ada yang menggunakan mana atau prana. Hal itu akan memperlambat pengembangan aura kalian."
Lucas menatap para siswa satu per satu, lalu mengarahkan pandangannya pada Kris.
Lucas: (berwibawa) "Kris, maju ke depan. Lawan aku satu lawan satu."
Kris tampak cemas, namun tidak punya pilihan lain. Dengan rasa pasrah, ia maju dan berdiri di hadapan Lucas.
Lucas: "Di pelajaran ini kita akan melakukan pertarungan separing satu lawan satu dengan ku karena Aura hanya bangkit di pertarungan langsung, jadi persikan diri kalian" (melihat Kris dengan seksama) "apa kau sudah siap Kris?"
Kris : (pasrah) "Siap pak!"
Pertarungan pun dimulai. Kris melangkah cepat, berusaha menyerang Lucas dari arah samping. Lucas dengan sigap menangkis serangan Kris, memukul dengan gerakan yang akurat dan presisi.
Kris mencoba menendang dari arah bawah, tapi Lucas menangkap gerakannya dan menyapu kakinya, membuat Kris mundur beberapa langkah. Mereka terus bertarung, saling melempar serangan dan tangkisan. Gerakan mereka begitu cepat hingga sulit bagi siswa lain untuk mengikuti setiap detail. Lyrith melihatnya dengan kagum.
Lyrith: (takjub) "Kris... dia benar-benar hebat. Bisa mengimbangi Lucas Von Celestia yang disebut Sword Saint."
Alya: (menyela, sambil tersenyum kecil) "Itu belum apa-apa, Lyrith. Mereka belum menggunakan aura sama sekali."
Namun, setelah beberapa menit, Kris mulai kewalahan. Lucas tiba-tiba mengaktifkan aura defensifnya, tubuhnya tampak lebih kokoh dan tak tergoyahkan. Gerakan Kris mulai melambat, dan Lucas menemukan celah. Dengan satu serangan kuat, Kris terpental jauh, hingga menabrak dinding lapangan Akademi.
Seluruh siswa ternganga melihat Kris terlempar sejauh itu. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa murid dengan kemampuan fisik tertinggi di angkatan mereka bisa terpukul mundur sekeras itu. Alya menatap Kris yang tergeletak di lantai, namun ia tahu bahwa Kris baik-baik saja.
Alya: (berbisik pada Lyrith, agak sinis) "Inilah metode Lucas. Benar-benar tidak manusiawi. Dia akan terus membuat kita hampir sekarat... hanya karena dia percaya itu bisa membangkitkan aura."
Lyrith melihat Kris yang sedang berusaha bangkit sambil terengah-engah, dan menelan ludahnya, merasa tegang.
Lyrith: (nada pelan, penuh kekhawatiran) "Apakah... kita juga akan mengalami hal yang sama?, apakah metodenya efektif?."
Alya: (menghela napas) "Kemungkinan besar, ya. Jadi bersiap-siaplah... karena Lucas tidak akan menkembut bahkan pada wanita."
Siswa-siswa lain mulai berbisik-bisik, ketakutan sekaligus kagum pada metode keras Lucas. Mereka saling pandang, mengetahui bahwa pelajaran ini akan menjadi ujian ketahanan mental dan fisik bagi mereka semua. Di antara bisikan dan ketegangan yang meliputi, Lucas hanya tersenyum tipis, puas dengan hasil pertarungan pertama.
---