webnovel

KEI

deLluvia · 若者
レビュー数が足りません
19 Chs

REJECTED

Bell istirahat berbunyi, aku menitipkan selembar uang berwarna biru pada Jenny, "Uang kas ye shayy." ucap ku sambil mengedip-ngedipkan mata.

"Abisin ya, Kei?" tanyanya antusias.

"Monggoh," aku mengizinkan.

Aku dan Disa meninggalkan kelas menuju kantin, sudah ada geng rusuh, Rangga, Dimas dan Shela duduk di meja panjang paling belakang.

"Disa, Kei! Sini," ajak Bastian, saat aku dan Disa di tempat chicken katsu.

Aku menenteng botol minum menuju tempat duduk Theo, ada urusan sebentar sementara Disa ke tempat anak-anak duluan.

"Kak, nih kebawa." ucap ku sambil menaruh botol berisikan infuse water, dia hanya menoleh keji ke arah ku dan disusul gelak tawa dari teman-temannya.

"Kei, gue minta kontak lo dong. Abang lo gak ngasih." ucap salah seorang teman Theo.

"Minta izin dulu sama dia tuh, kak." aku menunjuk ke arah Diky, lalu segera meninggalkan meja itu.

Ku lihat ibu kantin yang membawa pesanan ku dan Disa. "Bu, saya aja yang bawa. Nanti ice creamnya saya ambil sendiri ya bu." ucap ku lalu mengambil alih dua piring chicken katsu dari nampan ibu kantin.

Aku duduk menyempil di sebelah Diky, sengaja, lalu memberikan pesanan Disa. Kau tahu apa yang ku lihat? Si balok es duduk di sebelah Shela, sial. Ku coba berpikiran positif dan menghilangkan pikiran-pikiran aneh di kepala ku.

"Ki, sorry banget ya, sorry..." ucap ku memelas sambil mencoba menggenggam tangannya, yang langsung segera dia tepis.

"Sorry apaan nih? Pake nyogok pegang-pegang tangan gue segala." tanyanya curiga, sedetik kemudian dua orang dari meja Theo datang sebelum aku sempat menjelaskan.

"Woi!" ucap orang yang meminta kontak ku tadi, "Lo ngelarang Kei ngasih kontaknya ke gue?" tanyanya sedikit sok galak, ewh.

Semua yang ada di meja ini sontak menatap ku, apalagi Diky. Aku hanya bisa mengatupkan kedua tangan ku, memohon. Diky menghela nafas panjang dan yang lain tertawa pelan.

Diky mencoba berfikir mencari alasan, untungnya Theo segera muncul lalu memarahi dua orang itu. "Teriak ke gue coba, jangan ke bocah." ucapnya, kami semua langsung menghembuskan nafas lega. "Kalo udah balik bilang ya, gue ada urusan keluar." kata Theo sebelum pergi menarik dua temannya itu.

Aku melanjutkan makan ku, sambil sesekali melirik Tyo. Sebal sekali karena harus melihat Shela kecentilan di samping Tyo.

"Dimas, minumnya sisain." pinta ku pada Dimas.

"Nih, udah kembung gue." Dimas menyodorkan gelasnya. "Kebiasaan banget ga beli minum." omelnya.

Aku hanya cengengesan, malas berkata apapun. Kami semua kembali ke kelas bersama, tidak lupa mengambil ice cream ku. Aku menoleh ke belakang dan menemukan Shela masih saja getol kecentilan pada Tyo. Bikin kesal saja.

"Eh cengeng," Diky melingkarkan tangannya di leher ku, sedikit menyekik gemas. "Awas aja ya lo, gue bales."

"Ngancem ceritanya? Gue itu minta tolong tadi." aku membela diri.

"Untung ada Theo tadi, kalo engga udah abis tuh Diky." Disa menambahkan.

Anjas, Diyon dan Bastian menarik ku dari Diky, lalu menjahilinya "Nih anak udah jadi perkedel kalo gak ada bang Theo." Bastian menimpali, lalu mereka berlari menjauh setelah mendapat tatapan membunuh dari Diky yang mengejar.

"Lo abis ngapain emang dari tempat anak kelas 3?" tanya Rangga penasaran.

"Ngasih botol minum buat Theo." jawab ku singkat lalu berlalu masuk ke kelas.

Pelajaran kedua pun dimulai, tanpa disengaja aku mendengar percakapan Tyo dengan Gerald. Dia ingin meminjam catatan matematika semester lalu, untung saja Gerald bilang dia jarang mencatat. Terima Kasih Tuhan. Aku berjalan jongkok menuju meja Tyo dari sebelah kanan, biar ga keliatan guru.

"Nih pake aja," ucap ku berbisik, menaruh buku catatan ku kemudian menunggu respondnya.

"Tuh, Kei aja. Dia rajin nyatet." ucap Gerald menyarankan.

"Gue pinjem Shela aja." ucapnya dingin, sukses membuat otak ku blank.

Aku berdiri lalu berbalik ke tempat ku dengan tatapan kosong, misi ku gagal. Selama pelajaran, aku mencoba mencari alasan kenapa dia menolak ku, maksud ku, menolak tawaran ku. Aku menutup mata ku, berfikir lebih keras.

"Thalia," ucap bu Lusi, guru bahasa. Dia memanggil nama ku cukup keras.

"Iya bu," jawab ku panik, beberapa pasang mata menatap ku.

"Kamu sakit? Kenapa tidur di jam pelajaran?" tanyanya, yang lain ikut penasaran. Tyo menoleh menatap ku.

"Engga kok bu, gapapa." Aku tersenyum kikuk.

"Yasudah lanjutkan mencatat."

Aku mencoba kembali fokus pada tulisan-tulisan di papan tulis, tapi sulit. Aku malah jadi memperhatikan punggung Tyo, rasanya seperti masih ada Bram disini. Pria yang sedang aku perhatikan itu berbalik lalu meletakan termos ukuran sedang di hadapan ku, berhiaskan sticky notes. "Gausah nanya." tulisnya.

Aku membuka tutup termos itu, lalu harum teh jahe menyeruak keluar. Aku menyesap sedikit isi di dalamnya, tidak ada rasanya. Hanya rasa teh dan jahe, tidak manis sama sekali. Aku menambahkan tulisan di bawah tulisannya "Maaciiw❤" lalu meletakan termos itu di ujung meja ku dan mengetuk bahunya dengan jari telunjuk ku. Dia hanya menoleh singkat lalu mengambil kembali termosnya.