Yang Zulfa lakukan adalah memaksakan takdir, ah mungkin tidak memaksa namun kondisi yang membuatnya terlihat seperti itu.
Pelukan hangat di kala kesedihan melanda itu hal yang paling menenangkan, baru kali ini seorang Zulfa rapuh dan merasa kalau dirinya sudah ingin berhenti memperjuangkan keasia-siaan.
"Udah nangisnya?"
Suara bariton yang sedaritadi membiarkan tubuhnya di dekap dengan hangat itu pun terdengar, ia sedikit menganggukkan kepala lalu menegakkan kembali tubuhnya agar pelukan mereka terlepas satu sama lain.
"Iya Vin, terimakasih banyak ya buat semuanya. Maaf lancang, a-aku tidak tau ingin bagaimana." ucapnya dengan gugup karena, oh ayolah ia habis memeluk seorang laki-laki lain yang bahkan Farel saja jarang memeluk dirinya.
Biarlah kali ini orang-orang ber-anggap apa, mereka tidak tau bagaimana rasanya menyusun pecahan kaca menjadi normal kembali dan setelah tersusun apik, di pecahkan lagi untuk yang kesekian kali tanpa rasa iba.
webnovel.com で好きな作者や翻訳者を応援してください