webnovel

BERPESTA

Selama upacara-upacara itu kami bersikap serius dan penuh hormat tapi selalu bergandengan, dengan tangan saling menggenggam, atau lengan kami berpamitan. Pada saat makan malam, kami berpesta pora dalam cinta kami terhadap satu sama lain. Kami berciuman, berdansa, tertangkap basah keluar untuk berduaan. Di kereta api, diam-diam kami sengsara ketika mempertimbangkan apa efek yang mungkin saja kami hasilkan.

Bahkan tanpa ucapan-ucapan pribadi kami untuk memicu ketidakpatuhan—tanpa perlu dikatakan lagi pidato kami di Distrik I I sudah diedit sebelum disiarkan—kau bisa merasakan ada sesuatu di udara, seperti ada yang menggelegak menunggu hendak meledak. Tidak di semua tempat. Sebagian penonton menunjukkan perasaan letih yang biasanya ditampilkan oleh Distrik 12 pada upacara-upacara para pemenang. Tapi di distrik-distrik lain—terutama distrik 8, 4, dan 3—ada kegembiraan sungguhan di wajah orang-orang yang melihat kami, dan di balik kegembiraan iłu ada kemarahan. Ketika mereka mengelu-elukan namaku, yang terdengar lebih berupa pekikan balas dendam bukannya sorak-sorai gembira. Ketika para Penjaga Perdamaian bergerak untuk menenangkan massa yang sukar dikendalikan, bukannya mundur mereka malah merapat. Dan aku tahu tak ada yang bisa kulakukan untuk mengubah semua ini. Tidak ada pertunjukan cinta sebesar apa pun, yang meskipun dilakukan dengan sungguh-sungguh, akan bisa mengubah gelombang ini. Jika tindakanku saat iłu dengan mengeluarkan buah-buah berry dianggap sebagai kegilaan sementara, orang-orang ini juga bisa masuk kategori gila semacam iłu.

Cinna mulai mengecilkan bagian pinggang pakaian-pakaianku. Tim persiapan mulai cerewet mengenai lingkaran di bawah mataku. Effie mulai memberiku pil tidur, tapi tak ada

satu pun yang bisa membuatku tidur. Tidak ada Obat yang bekerja cukup baik. Aku tertidur hanya untuk terbangun dengan mimpi buruk yang makin lama makin mengerikan dan makin sering kualami. Peeta, yang lebih sering menghabiskan malam hari dengan berjalan-jalan di kereta, mendengarku menjerit-jerit ketika aku berusaha melepaskan diri dari pengaruh obat-obatan yang hanya memperpanjang mimpi-mimpi mengerikan itu. Peeta berhasil membangunkan dan menenangkanku. Kemudian dia naik ke ranjang, memelukku sampai aku tertidur kembali. Setelah itu, aku menolak pil tidur. Tapi setiap malam aku membiarkan Peeta naik ke ranjangku. Kami mengatasi kegelapan seperti ketika kami bersama-sama di arena, berpelukan, saling menjaga satu sama lain dari bahaya yang bisa muncul kapan saja. Tidak ada yang terjadi, tapi apa yang kami lakukan ini segera menjadi bahan gosip di kereta.

Ketika Effie menyampaikannya padaku, kupikir, Bagus. Mungkin akan sampai ke telinga Presiden Snow. Kukatakan pada Effie bahwa kami akan berusaha lebih hati-hati, tapi kami tetap melakukannya.

Penampilan kami secara berurutan di Distrik 2 dan 1 memiliki keburukan tersendiri. Cato dan Clove, peserta dari Distrik 2, mungkin bisa berhasil pulang dengan selamat jika aku dan Peeta gagal. Dengan tanganku sendiri aku membunuh Glimmer, dan anak lelaki dari Distrik 1. Ketika aku berusaha menghindar untuk tidak memandang keluarga anak lelaki itu, aku baru tahu namanya Marvel. Bagaimana mungkin aku tidak mengetahuinya? Kurasa sebelum Hunger Games dimulai aku tidak memperhatikannya, dan setelahnya aku tidak mau tahu.

pada saat kami tiba di Capitol, kami sudah putus asa. Kami tampil tak terhitung banyaknya di hadapan penonton yang memuja kami. Tidak ada bahaya akan timbulnya pemberontakan di sini, di antara mereka yang berkecukupan, di antara mereka yang namanya takkan pernah ada di undian pemilihan, yang anak-anaknya tak perlu mati atas dasar kejahatan yang dituduhkan pada beberapa generasi sebelumnya. Kami tidak perlu meyakinkan siapa pun di Capitol tentang cinta kami tapi kami berpegangan pada harapan yang tipis bahwa kami masih bisa meyakinkan orang-orang di beberapa distrik yang masih curiga pada hubungan kami. Apa pun yang kami lakukan tampaknya kurang dan terlambat.

Ketika berada di tempat yang dulu kami huni di Pusat Latihan, akulah yang mengusulkan agar Peeta melamarku di depan umum. Peeta setuju untuk melakukannya tapi kemudian dia menghilang lama sekali masuk ke kamarnya. Haymitch menyuruhku untuk membiarkannya sendirian dulu.

"Kupikir dia juga mau," kataku.

"Tapi tidak seperti ini," jawab Haymitch. "Dia ingin yang sungguhan."

Aku kembali ke kamarku dan berbaring di bawah selimut, berusaha untuk tidak memikirkan Gale dan memikirkan yang lain.

Malam itu, di panggung di depan Pusat Latihan, kami sampai mabuk ketika harus menghadapi rentetan pertanyaan. Caesar Flickerman memakai jas biru gelap yang berkilauan, rambutnya, kelopak matanya, dan bibirnya berwarna biru cerah, dan dia membimbing kami dalam wawancara tanpa cela. Saat dia bertanya pada kami tentang rencana masa depan, Peeta langsung berlutut dengan satu kaki, menumpahkan isi hatinya, dan memohon padaku agar mau menikah dengannya. Tentu saja aku menerimanya. Caesar langsung kegirangan, penonton di Capitol histetis, teriakan-teriakan penonton di seantero Panem menunjukkan bahwa negara ini diliputi kebahagiaan.

Presiden Snow bahkan melakukan kunjungan mendadak untuk memberi selamat kepada kami. Dia menangkup tangan Peeta dan memberinya tepukan setuju di bahu. Sang presiden memelukku, membuat hidungku mencium aroma darah dan bunga mawar, lalu dia mencium pipiku. Ketika dia menjauhkan diri, kuku-kuku jemarinya menancap di kedua lenganku, sementara wajahnya tetap menampilkan senyum padaku, kuberanikan diri untuk mengangkat kedua alisku. Alisku menanyakan apa yang tak bisa diucapkan bibirku. Berhasilkah aku? Apakah cukup? Apakah menyerahkan segalanya padamu, mengikuti semua permainan, dan berjanji menikah dengan Peeta sudah cukup? Sebagai jawabannya, Presiden Snow memberikan gelengan yang teramat samar.

DENGAN satu gerakan kecil itu, aku melihat akhir harapan, awal dari kehancuran segala yang kusayangi di dunia ini. Aku tidak bisa menebak apa bentuk hukuman yang akan diberlakukan, seberapa besar jumlah korbannya, tapi saat segalanya selesai, kemungkinan besar takkan ada lagi yang tersisa. Pasti banyak yang mengira pada saat ini aku merasakan putus asa yang teramat sangat. Tapi anehnya... yang paling kurasakan adalah perasaan lega. Bahwa aku bisa melepaskan permainan ini. Akhirnya pertanyaan apakah aku berhasil melewati perbuatan berbahaya ini terjawab sudah, meskipun jawabannya adalah tidak. Jika tindakan drastis dibutuhkan pada saat-saat yang genting, maka aku bebas bertindak sedrastis yang kumau.

Hanya saja bukan di sini tempatnya, dan bukan sekarang.

Penting bagiku untuk kembali ke Distrik 12, karena bagian utama dari rencanaku melibatkan ibuku dan adikku, serta Gale dan keluarganya. Dan Peeta, jika aku bisa mengajaknya

ikut kami. Aku juga menyertakan Haymitch dalam daftar pelarianku. Inilah orang-orang yang harus kubawa saat aku masuk ke hutan liar. Bagaimana aku bisa meyakinkan mereka, ke mana kami akan pergi ketika musim dingin menggigit, apa yang harus kami lakukan untuk menghindar dari kejaran dan tangkapan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Tapi paling tidak sekarang aku tahu apa yang harus kulakukan.

Jadi bukannya aku meringkuk di tanah dan menangis tersedu-sedu, aku malah berdiri lebih tegak dan lebih percaya diri dibanding yang kurasakan selama beberapa minggu terakhir. Senyumku, meskipun tampaknya sinting, tidaklah kulakukan dengan terpaksa. Dan ketika Presiden Snow menyuruh penonton diam dan berkata, "Bagaimana pendapat kalian kalau kita mengadakan pesta pernikahan untuk mereka di Capitol?" tanpa ragu aku langsung berjingkrak kegirangan.

Caesar Flickerman menanyakan apakah sang presiden punya tanggal yang pas untuk pernikahan.

"Oh, sebelum kita menetapkan tanggal, lebih baik kita menyelesaikan urusan dengan ibu Katniss," kata sang presiden. Penonton tertawa terbahak-bahak ketika Presiden Snow merangkulku. "Mungkin jika seluruh negeri serius mengharapkannya, kita bisa membuatmu diizinkan menikah sebelum umurmu tiga puluh."

"Anda mungkin harus meloloskan Undang-Undang baru," kataku sambil terkikik.

"Jika memang perlu," sahut Presiden sambil bergurau penuh arti.

Oh, betapa gembiranya kami bersama-sama.

Pesta yang diadakan di ruang perjamuan di rumah Presiden Snow tak ada bandingannya. Langit-langit yang berjarak dua belas meter dari lantai telah diubah menjadi langit malam,

dan bintang-bintang di sana tampak persis seperti bintangbintang yang kulihat di rumah. Mungkin bintang-bintang itu

memang tampak sama bila dilihat dari Capitol, siapa tahu, kan? Selalu ada terlalu banyak lampu kota untuk bisa melihat bintang dari tempat ini. Sekitar setengah dari lantai dan langitlangit, para pemusik seolah-olah mengambang di atas awan putih yang lembut, tapi aku tidak tahu apa yang membuat mereka bisa mengambang. Meja-meja makan tradisional telah diganti dengan sofa-sofa dan kursi-kursi empuk, sebagian mengelilingi perapian, yang lain ditempatkan di samping taman-taman bunga atau kolam-kolam ikan yang diisi dengan ikan-ikan eksotis, jadi para tamu bisa makan, minum, dan melakukan apa pun yang ingin mereka lakukan senyaman mungkim Ada area luas berubin di tengah ruangan yang terdiri atas tempat dansa, panggung tempat orang menampilkan atraksi hiburan, sampai tempat mengobrol bagi tamu-tamu yang berpakaian flamboyan.

Tapi bintang utama malam itu adalah makanannya. Mejameja memuat beragam makanan lezat hingga berjejer di dinding. Segala makanan yang bisa kaupikirkan, dan segala makanan yang tak pernah kauimpikan, menanti di sana. Daging sapi, babi, dan kambing panggang masih berputar di atas api panggangan. Piring-piring berukuran raksasa menampung sejenis unggas yang dijejali berbagai buah-buahan dan kacangkacangan yang nikmat. Binatang-binatang laut dibalur dengan berbagai saus atau menunggu untuk dicelupkan ke campuran bumbu yang pedas. Berbagai jenis keju, roti, sayuran, manisan yang tak terhitung banyaknya, anggur berlimpah, dan aliran minuman keras yang bisa terbakar jika kena api.

Nafsu makanku sudah kembali bersama dengan hasratku untuk melawan. Setelah berminggu-minggu merasa terlalu cemas untuk makan, aku kini kelaparan setengah mati.