webnovel

Isekai Medic and Magic

Tentang seorang Sarjana Kedokteran yang bodoh dan pemalas. Entah bagaimana caranya dia bisa mendapatkan titel itu dulu. Namun sekarang, setelah ia tertabrak truk dan mengalami koma, jiwanya dikirim ke dunia lain dengan tubuh yang baru! Dia memulai hidupnya di dunia yang baru. Berpetualang tidak tentu arah dengan berbekalkan sedikit ilmu medis yang ia dapatkan dari kuliahnya dan cheat yang dihadiahkan oleh seorang dewi. Di dunia paralel yang penuh dengan magic dan makhluk mistis!

FranticDoctor · ファンタジー
レビュー数が足りません
165 Chs

Epilogue

Halo Pembaca! Silahkan berbuat baik dengan klik vote di bawah jika anda menyukai cerita ini, terimakasih.

Seperti judulnya, saya memutuskan untuk mengakhiri kisahnya di sini.

Yak... Selamat membaca!

_______________________________________

"Gristaaa! Kamu berani banget siiiih! Hahaha!"

"Eh? Be-berani apa!?"

"Ituuu tadiii! Uuuu~" Ucap Fiana sambil bergoyang-goyang dan memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya.

"Eh!? Iiihhh, Fianaaa! Ah, aku pergi aja aaah!"

Aku langsung berjalan ke bawah sebuah pohon yang rindang, dan duduk di atas batu besar yang ada di bawahnya.

Aku baru sadar. Tadi aku memeluk Arka. Tubuhku bergerak sendiri dan langsung memeluk Arka. Ada apa denganku?

"Ahahahaha! Aku akui, yang tadi itu, aku kalah telaaak! Aku belum berani kalo meluk-meluk Arka hahahaha!"

"Iiiiiiiiihh Fianaaa aku maluuuu!"

Tadi, sewaktu mendengar nama Dark Edge disebut-sebut oleh kerumunan orang, yang terbersit di pikiranku hanyalah Arka. Dan seketika pula, muncul rasa ingin segera bertemu Arka. Perasaan yang begitu kuat, mengendalikan langkahku untuk berlari menemuinya.

Dan ketika Arka sudah muncul di dalam pandanganku, di dalam hati aku merasakan kehangatan yang sangat menenangkan. Perasaan lega yang luar biasa. Apakah aku khawatir dengan keadaan Arka?

Selama 4 bulan ini memang aku sering memikirkannya. Bagaimana keadaan Arka di dalam sana? Kenapa dia masih belum kembali? Apa dia sakit? Atau dia terperangkap dan tidak bisa keluar? Apakah tidurnya cukup? Makannya di dalam sana bagaimana?

Pertanyaan-pertanyaan konyol yang seharusnya bukan merupakan urusanku, selalu terngiang di kepalaku. Bahkan, Garen dan Fiana sering menegurku, kata mereka akhir-akhir ini aku sering melamun.

Ya, aku memang sering melamun. Dan yang kupikirkan dalam lamunanku adalah Arka. Setiap kegiatan yang kulakukan selama 4 bulan ini, selalu terpikirkan tentang Arka.

Saat aku mau tidur kepikiran, apakah Arka juga sedang tidur? Saat aku makan, apakah Arka sudah makan? Bahkan tidak jarang ketika kami sedang menjelajah Undead Tower, terpikirkan olehku apakah Arka sedang bertarung di saat yang sama?

Aku juga sering teringat masa dimana kami mendapatkan giliran menjaga Undead Tower bersamaan sebelum penjelajahan perdana dimulai. Kami selalu mengobrol berdua. Obrolan kami terasa mengalir begitu saja. Dari utara ke selatan, barat ke timur, semua bisa menjadi bahan pembicaraan kami.

Baru kali ini aku merasakan yang seperti ini. Mungkin, dulu pernah. Ketika aku masih berusia 13 tahun. Waktu itu aku menyukai seorang teman laki-laki. Aku memang sering kepikiran tentang dia. Dan aku menjadi grogi setiap bertemu dan berbicara dengannya.

Tapi kali ini sungguh berbeda. Intensitas dari yang kurasakan jauh lebih hebat. Bukan sekedar perasaan suka. Perasaan suka hanyalah sebatas rasa senang dan bahagia jika bertemu, berbicara, dan bersama dengan orang yang kita sukai.

Tapi perasaan ini seperti perasaan terhadap sesuatu yang aku miliki sendiri. Aku tidak ingin hal buruk apapun terjadi kepadanya. Aku hanya akan merasa tenang jika aku sudah melihat kondisinya baik-baik saja setiap saat.

Dan perasaanku ketika bersamanya adalah rasa tenang, rasa nyaman, dan rasa aman. Perasaan ini memberiku ketenangan sekaligus kecemasan. Perasaan yang mampu mendorong tubuhku untuk melompat dari tebing yang tinggi hanya demi melihat dirinya. Perasaan yang bahkan aku sendiri tidak mengerti. Ini membuatku gila!

Apakah ini... Cinta?

Bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan semudah itu? Kami berdua baru kenal selama kurang dari sebulan. Bahkan, sebelumnya aku sama sekali tidak kenal dengannya, apalagi berbicara dengannya. Aku hanya tau bahwa ada sebuah party anomali bernama Dark Edge. Tidak lebih dari itu.

Tapi, seolah-olah setiap sel di dalam tubuhku menginginkannya. Jiwaku seakan-akan ingin mendekat kepadanya seperti dua buah kutub magnet yang berlawanan.

Saat ini, setiap detiknya, aku selalu ingin bersamanya. Tapi, apakah mungkin? Aku dan dia sudah memiliki party masing-masing. Sungguh tidak profesional jika aku meninggalkan party yang sudah menemaniku selama setahun ini menempuh segala suka dan duka bersama, hanya karena keegoisanku.

Pantaskah jika aku mendahulukan egoku di atas kepentingan bersama? Di satu sisi, aku sendiri tak tahu mau jadi seperti apa aku jika Arka pergi jauh dariku. Di sisi lain aku tidak ingin meninggalkan party-ku sekarang.

Aaaah... Seandainya bisa kulepaskan saja hatiku dan kuberikan kepada Arka, biarkan tubuhku tetap bersama Lunar Eclipse...

"......-ta... -ista... Grista... Gristaaa? Halooo?"

"Eh!?" Aku terkejut melihat Garen melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.

"Kamu melamun lagi, Gris..."

"E-eh? I-iya kah? Maaf..."

"Hmhh..... Kamu mau bersama Arka, ya?"

"He!? Kok, nanya gitu?"

"Grista, kita udah temenan dari kecil. Kamu jangan bohong sama aku. Aku tau kalo kamu lagi bohong, Gris... Coba, aku mau denger apa isi hatimu sekarang..."

"E-eh... Ketahuan ya..."

"Ketahuan? Buat aku, di jidat kamu udah ada tulisan besar yang dibaca 'ARKA'. Aku pengen denger, apa yang kamu rasa sekarang?"

"Emm... Aku... Ta-tapi, tolong rahasiain ini dari yang lainnya ya?"

"Kamu pikir aku siapa?"

"Hehe... Bukan gitu maksudku, Garen... Baiklah. Aku cerita ya..."

"Aku mendengarkan."

Aku menceritakan semuanya ke Garen. Tak ada satupun yang kusembunyikan dari Garen. Aku tahu, Garen adalah orang yang paling bisa kupercaya di dunia ini. Malah, aku pastikan tidak ada satupun yang tersisa tak tersampaikan ke Garen.

Setelah monolog dariku selama entah berapa lama, akhirnya aku merasa lega karena telah menyampaikan semuanya. Garen, yang dari tadi duduk bersila agak membungkuk di depanku, langsung bersandar agak ke belakang dengan menahan berat badannya menggunakan kedua lengannya.

"Hahhhhh..." Garen menghela nafas panjang, lalu diam dalam lamunannya sambil menatap langit.

"..."

"Ok."

"Hm?"

"Kamu tunggu di sini." Ucap Garen sambil beranjak bangkit dan berjalan.

"Kamu mau ngapain?"

"Udah, tunggu aja di sini. Sambil ngelamun lagi kek atau apa kek. Jangan banyak tanya."

Kemana Garen? Dia tak mau memberitahuku. Tapi, setelah beberapa saat kuperhatikan... Dia berjalan ke arah... Ke arah dimana Dark Edge sedang packing! Apa yang akan dilakukan Garen?

Dari kejauhan, aku melihat Garen sedang berbicara dengan Arka. Eh? Apa yang mereka bicarakan? Jangan-jangan... Aduuuh...

Kemudian, aku melihat Garen membungkuk di hadapan Arka. Tapi, sepertinya Arka sedang berpikir keras. Selama beberapa detik Garen membungkuk, kemudian dia mengangkat tubuhnya untuk kembali tegak.

Ternyata Garen tidak tegak, tapi dia malah berlutut di hadapan Arka! Dan... Dia... Dia sujud di hadapan Arka! Namun Arka sepertinya tidak memperhatikan yang sedang dilakukan Garen. Ia hanya menatap ke langit sambil memegang dagunya.

Setelah beberapa detik dalam posisi itu, akhirnya Arka melihat Garen yang sedang bersujud dan mengatakan sesuatu yang singkat kepada Garen. Kata yang keluar dari mulut Arka, seketika membuat Garen mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar, lalu bersujud kembali. Tapi kali ini, Arka melarangnya dan mengangkat Garen untuk berdiri lagi.

Garen membungkuk sekali lagi, lalu dia segera memanggil Fiana dan Lukas, dan mereka bertiga berjalan ke arahku. Aku masih penasaran, apa isi obrolan Garen dengan Arka tadi ya? Tak lama kemudian, kami berempat sudah berkumpul di bawah pohon ini.

"Fiana, Grista, Lukas... Aku mengumpulkan kalian sekarang, karena ada sesuatu yang ingin kusampaikan."

"Udah, cepetan ngomong, jangan sok misterius gitu lah..." Kata Fiana dengan ekspresi datar.

"Ada perubahan rencana. Kita nggak jadi balik ke Kota Dranz."

"Loh, terus kita kemana dooong?"

"Kita... Ikut Dark Edge."

"SERIUS ???" Sambil bertanya, mata Fiana terbelalak lebar.

"Serius. Santai aja dong, ga usah berlebihan."

"GIMANA NGGAK BERLEBIHAN ANJAAAY!!!"

"Garen?" Aku masih setengah tidak percaya.

Garen hanya menjawab dengan senyuman. Garen... Aku berterimakasih kepadamu dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku tak tahu bagaimana cara membalasnya. Kamu sampai merendahkan dirimu di hadapan seseorang, hanya untukku.

"Terimakasih... Garen..."

Garen hanya melambaikan tangannya, menandakan bahwa aku tak perlu berterimakasih kepadanya. Tapi, aku harus mengucapkannya. Karena hanya itu yang bisa kulakukan untuk membalasnya.

"Ok semuanya udah selesai packing, kan? Yuk, kita ke tempat Dark Edge. Jangan sampai mereka menunggu kita. Dan ingat, aturan mainnya masih sama seperti dulu, tidak berubah. Dan kita harus menjaga nama baik Arka. Semuanya paham ya?"

"SIAP BOOOSSSS !!!" Fiana terlalu bersemangat.

"Hm." Lukas sambil mengangguk dan tersenyum.

"Terimakasih lagi, Garen..."

Kami segera berjalan ke lokasi dimana Dark Edge sedang berada. Lukas dan Garen masing-masing membawa tenda yang sudah disusun dan dirapikan sedemikian rupa agar mudah dibawa.

Sampai di sana, Dark Edge baru selesai packing.

"A-Arka!" Mulutku, refleks memanggil Arka.

"Halo, Grista."

"Ka-kami beneran... Bo-boleh ikut?" Ucap Fiana, menunduk malu.

"Iya. Tapi syarat yang dulu waktu kalian baru jadi pengikutku, masih berlaku." Kata Arka, terlihat agak malas.

"Tentu saja, Arka! Kami bersumpah tidak akan mengecewakanmu!" Garen mewakili kami semua, merespon pernyataan Arka.

"... Bagus. Semua udah siap? Ikut aku." Ujar Arka sambil berjalan menuju hutan, diikuti seluruh anggota Dark Edge.

"""Baik!""" Kami semua menjawab secara bersamaan dengan mantap.

Berikutnya, kami berjalan mengikuti kemanapun Arka melangkah. Memasuki hutan, menembus semak belukar, mencari celah untuk lewat di antara dedaunan. Hingga akhirnya, Arka berhenti berjalan.

"Tunggu bentar." Perintah Arka, terlihat sedang berkonsentrasi.

Beberapa saat kemudian, Arka tiba-tiba berteriak.

"WOY KALIAN BERDUA! SANA BALIK!"

Kenapa Arka berteriak seperti itu? Siapa yang berdua? Dan, tidak ada respon apapun yang muncul akibat teriakan Arka barusan.

"NGGAK MAU BALIK !? JANGAN NYESEL !!! Syl, di sana, sama di sana." Kata Arka sambil menunjuk dua buah pohon besar.

"Okee..." Syla menjawab sambil menyiapkan panah di tangannya.

*Syuuu syuuu*

*Jedarr jedaarr*

Dua buah pangkal batang pohon yang ditunjuk oleh Arka tadi, hancur lebur. Membuat seluruh bagian yang masih utuh jadi tumbang.

"Hiii!!! Ampun Tuan Arka, ampuni sayaaa!!!" Teriak salah satu penguntit sambil berlari pincang, kakinya tertusuk panah Syla.

"Aaaakkk!!! Ampuuun!!!" Jerit penguntit kedua, juga langsung lari dengan terpincang-pincang.

Kakinya... Kemungkinan terkena sesuatu yang disebabkan oleh tembakan Syla.

Kulihat Arka, dia kembali berkonsentrasi. Dan beberapa saat kemudian, ia melakukan sesuatu yang sangat mencengangkan.

"Teleportation Gate."

Dalam sekejap, Arka memunculkan sebuah gerbang sebesar 2 meter kali 2 meter. Di tengah gerbang itu, terdapat pusaran energi magic yang terlihat sedikit bercahaya.

"Kita lewat sini, biar cepet sampe ke Kota Dranz. Nanti kita langsung sampe di belakang penginapan tempat kami berlangganan."

"Ruby pertamaaa!" Kata Ruby sambil melompat masuk ke gerbang mistis yang dibuat oleh Arka.

*Shii*

Ketika itu pula wujud Ruby lenyap seperti ditelan oleh gerbang itu.

"Aku mau bareng Arka! Mmmh!" Deklarasi Syla kepada Arka sambil menempelkan dadanya di dada Arka dan melingkarkan lengannya ke belakang leher Arka, lalu mencuri ciuman di bibirnya.

"Dih, nggak malu diliatin yang lain." Kata Arka.

"Oh, kamu mau lagi? Mmmh!" Syla kembali mencium bibit Arka.

"... Ok." Jawab Arka singkat setelah Syla selesai menciumnya.

Ugh. Kenapa ada sedikit rasa sesak di dadaku untuk sedetik... Karena melihat Syla mencium bibir Arka secara tiba-tiba?

Aku... Cemburu?

Tapi, apa hak aku untuk cemburu? Aku juga bukan siapa-siapanya Arka... Tapi, rasa menyesak yang kurasakan ini, nyata adanya. Aaah, aku pusing memikirkan perasaanku sendiri!

Mungkin untuk saat ini, aku harus berhenti memikirkan tentang yang kurasakan dulu. Aku hanya akan menikmati saja kebersamaan ini. Biar waktu yang menerangkan semuanya kepadaku.

Arka menyuruh kami masuk setelah Ren yang lebih dulu masuk. Kami mematuhi perintah Arka tanpa ada pertanyaan. Satu per satu dari kami pun masuk. Terakhir, Arka dan Syla.

***

"Kami mau lapor misi dulu nih ke Guild, terus mau istirahat. Kalian, terserah mau ngapain hari ini. Besok pas kedua matahari terbit, kita kumpul di gerbang kota."

"""Baik!"""

"Tunggu bentar. Ren, kita masih punya banyak kan kristal-kristal itu?"

"Sangat banyak, Arka." Jawab Ren sambil tersenyum.

"Kalo gitu, kasih Grista kristal Dex, trus Garen kristal Vit, Fiana kristal Int. Dan si... Siapa namanya itu?"

"Lukas."

"Ya, Lukas. Kristal Agi."

"Baik. Trans-Dimensional Storage."

Mereka terkejut melihat yang dilakukan Ren barusan. Ya, Ren membuka penyimpanan lintas dimensi yang merupakan hadiah dari Vioraze, sang True Dragon of the Darkness.

Ren memberikan masing-masing anggota Lunar Eclipse itu sebuah kristal sesuai arahanku. Mereka sangat terkejut melihatnya.

"""Terimakasih, Arka!"""

Kenapa mereka menjawab serentak terus ya... Menyebalkan juga lama-lama...

"Oh, ya... Kalian harus ngerahasiain yang aku dan Ren lakuin tadi, ya! Dan... Coba deh santai aja ngomongnya. Bete juga lama-lama kalo kalian ngomongnya kaku gitu."

"Hehehe... Iya nih, aku juga capek ngikutin mereka ngomongnya kaku..." Grista berbicara sambil tersenyum kepadaku.

Lama-lama, senyumnya Grista ini kelihatan manis juga.

"A-Arka... Engg... Anu... Nanti malam, mau aku temenin minum atau makan?" Fiana tiba-tiba berbicara seperti itu setelah kusuruh jangan kaku.

"He? Ah, nggak deh, makasih. Aku pengen tidur aja. Udah lama nggak tidur di luar Undead Tower."

"Yahhh... Eng... Kalo gitu... Mau aku pijitin?"

"Makasih tawarannya, tapi aku cuman pengen tidur."

"Oh... Baiklah." Perasaan kecewa terlukis di wajah Fiana.

"Arka... Sampai jumpa besok..." Grista dengan senyuman termanisnya.

Kami pun bergegas melaporkan misi ke Guild dan cepat-cepat mencari penginapan. aku ingin penginapan mahal!

Kami menjual sebagian kecil dari magic crystal kami kepada Guild. Sebuah magic crystal dari monster kelas B sudah dapat memberikan kami uang yang cukup banyak. Dan kami punya banyak, dari semua monster kelas B.

Setelah menyelesaikan pelaporan misi, kamipun langsung beranjak untuk mencari penginapan yang paling mahal yang ada di Kota Dranz. Sebuah penginapan yang terkenal bagi kalangan bangsawan, juga para petualang plat gold dan diamond.

Sapphire Palace.

Bisa dikatakan, Sapphire Palace merupakan hotel bintang 5 termegah yang ada di sini. Lokasinya berada di pinggir kota. Tidak banyak keramaian yang berlalu-lalang di sekitar hotel ini. Hanya ada beberapa kereta kuda yang keluar masuk melalui gerbang melewati boulevard menuju lobby hotel.

Sepertinya, hanya kami yang berjalan kaki di boulevard ini. Tak masalah. Karena kalau tunggangan eksklusif (baca: Ruby) kami digunakan di sini, semua orang bisa kabur berlarian ketakutan. Aku tidak ingin mengundang terlalu banyak perhatian di tempat ini.

Pakaian... Pakaian kami masih terlihat jauh dari kata mewah apalagi terlihat sekelas dengan bangsawan. Aku, pakaian simple berwarna hitam. Ren dan Syla masih sedikit lebih baik. Ren menggunakan coat hitam simple, dan Syla mengenakan long dress hitam simple. Ruby, pakaian hitam ketat.

Semuanya aku yang membuatnya menggunakan Darkness Creation dengan pola pikir yang berfokus kepada fungsi tempur. Aku tidak terlalu memikirkan estetikanya. Tapi walaupun aku berusaha memikirkan estetika, aku sama sekali tidak berbakat dalam fashion. Jadi... Mustahil aku bisa membuat pakaian yang bagus.

"Selamat siang, Tuan dan Nona... Mohon maaf sebelumnya, apakah anda sekalian sudah reservasi sebelumnya?" Tanya salah seorang penjaga pintu masuk lobby kepada kami, dengan senyuman yang terkesan memandang rendah.

"Belum."

"Oh, baiklah. Mohon maaf, Tuan dan Nona berasal dari keluarga apa?"

Oh, mereka menanyakan nama keluarga bangsawan kami. Apa sebegitu tidak yakinnya mereka dengan penampilan kami? Aku menjadi sedikit gondok.

"Kami bukan dari keluarga manapun. Kami hanya petualang." Jawabku sambil menunjukkan plat petualangku.

"Oh... Plat silver... Mohon ma-"

"Kau kenapa? Ada masalah dengan kami yang cuman plat silver?" Kataku memotong pembicaraannya yang sudah kuketahui mengarah kemana, sambil mencengkram kerahnya dan mengangkatnya.

Melihat yang terjadi di gerbang lobby, dua orang petugas keamanan berlari ke arah kami dan mencoba melumpuhkanku dan memisahkan aku dari si penjaga gerbang yang saat ini tubuhnya sudah terangkat dengan satu tanganku.

Tapi, aku dapat mendorong mereka hingga terlempar dan jatuh terduduk di jalan depan lobby. Semua orang yang ada di dalam lobby pun melihat ke arah kami. Ada yang tertarik, ada yang takut. Tapi aku acuhkan saja.

Sebenarnya aku tidak ingin cari masalah dan mengundang perhatian seperti ini. Tapi aku sudah merasa dihina. Dan aku tidak akan puas jika tidak melampiaskan rasa kesalku. Hey, jangan macam-macam denganku, aku ini super kuat!

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya memakai pakaian yang sangat rapi mendatangi kami. Dia adalah manajer hotel, mungkin.

"E... Maaf, Tuan. Perkenalkan, saya Sadim, manajer hotel ini. Mari kita bicarakan semuanya baik-baik. Tidak perlu menggunakan kekerasan."

"Itu niatku dari awal. Tapi perkataan orang INI seakan-akan merendahkanku." Kataku sambil melempar penjaga pintu yang kuangkat tadi, ke jalan di depan lobby.

"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan yang telah diberikan pegawai kami."

"Ok." Jawabku ketus.

"Eeee... Apakah mungkin... Anda adalah Tuan Arkanava?" Tanya sang manajer setelah memperhatikanku dari atas ke bawah.

Aku tak menjawabnya, tapi memberikan plat petualangku kepadanya. Dia menerimanya dengan senyuman ramah, lalu membaca nama yang tertera di plat petualangku.

"Ah! Anda memang benar Tuan Arkanava! Mari, Tuan, ikut saya..." Kata sang manajer sambil sedikit membungkuk mempersilahkan kami masuk.

Kami mengikuti arahan sang manajer menuju sebuah ruang tunggu VIP. Kami berempat duduk di sofa, lalu disuguhi minuman seperti teh di cangir yang terbuat dari emas.

"Sekali lagi, aku mewakili seluruh pegawai di sini, meminta maaf yang sedalam-dalamnya kepada Tuan Arka dan nona-nona sekalian... Kupastikan pegawai yang bersangkutan akan mendapat hukuman seberat-beratnya."

"Ok, bagus."

Hmm rasakan! Aku suka situasi dimana keberadaanku mendominasi seperti ini.

"Jadi, kalau boleh tahu, apa tujuan kedatangan Tuan Arkanava dan Nona sekalian ke gubuk penginapan kami ini? Apakah hanya ingin menginap?"

"Iya, kami cuman mau nginap aja."

"Baiklah kalau begitu. Nona Nitia, tolong siapkan Penthouse untuk Tuan dan Nona-Nona ini." Sang manajer memerintahkan seorang wanita yang sepertinya merupakan sekretarisnya.

"Baik, Tuan Sadim." Jawab sang sekretaris sambil memohon izin untuk keluar dari ruangan.

Kami berbincang-bincang ringan dengan sang manajer sebentar. Sebenarnya, lebih tepat jika disebut sesi tanya-jawab, sang manajer bertanya, kami menjawab. Lalu sekretarisnya masuk kembali.

"Tuan dan Nona, ruangannya sudah siap. Mari saya antarkan..."

Kami pun beranjak dari sofa dan mengikuti sang sekretaris tanpa banyak mengobrol. Kami melihat-lihat suasana di dalam hotel ini. Memang pantas dikatakan hotel termewah. Suasana dan bangunannya sama sekali tidak mengecewakan.

Dinding dan langit-langit yang berwarna kombinasi emas dan putih, mengesankan bangunan yang sangat bersih dan mahal. Bahkan, hotel ini memiliki lift yang dioperasikan menggunakan magic crystal.

Setelah tak berapa lama berjalan menuju kamar, akhirnya kami sampai di sebuah kamar yang sangat besar. Benar-benar Penthouse. Kami berada di bagian paling atas dari hotel ini. Jika melihat dari jendela, terhampar pemandangan yang memperlihatkan hampir seluruh Kota Dranz.

Ahhhh... Akhirnya aku bisa beristirahat...... Beristirahat?

***

"Nitia, siapa penjaga pintu lobby itu?"

"Oh, dia baru bergabung selama sebulan ini, namanya Foro, Tuan Sadim."

"Brengsek. Dia hampir saja membuat hotel ini rata dengan tanah."

"Ba-bagaimana bisa, Tuan Sadim?" Tanya Nitia dengan ekspresi tegang.

"Kamu kenal petualang plat silver dengan nama Arkanava Kardia?"

"Ma-maaf, Tuan Sadim. Saya hanya mengenal beberapa petualang plat silver yang sudah senior saja. Kalau plat gold dan diamond, baru saya tahu banyak, Tuan."

"Hahhh... Kamu ini sama saja. Berarti kamu tadi mengantar mereka tanpa mengetahui siapa mereka? Jangan bilang, kamu ada melakukan hal yang tidak menyenangkan kepada mereka?"

"Te-tentu saja tidak, Tuan Sadim! Saya memperlakukan semua tamu sebagai raja, tanpa terkecuali!" Nitia menjawabnya dengan sedikit panik.

"Hm. Baguslah. Jadi kamu benar-benar tidak pernah mendengar sebuah party plat silver yang sangat kuat, bernama Dark Edge?"

"Kalau itu, tentu saja saya pernah mendengarnya. Bukankah mereka adalah party yang diberitakan telah menyelamatkan Kota Dranz dari serangan tentara undead sekitar 5 bulan yang lalu?"

"Hm. Dan Arkanava Kardia, lelaki yang marah di depan pintu lobby tadi, adalah pemimpinnya. Dia yang paling kuat di antara mereka. Kau bisa bayangkan. Tentara undead sebesar itu saja bisa ditaklukkan dengan mudah oleh mereka. Kalau dia sampai mengamuk di sini, kau dan aku akan menjadi pengangguran karena hotel Sapphire Palace hanya akan menjadi sebuah reruntuhan yang luas."

"..."

Nitia tidak mampu berkata-kata, hanya terdiam dengan wajah pucat. Membayangkannya saja sudah membuat dia menjadi ketakutan. Dan setelah semua berita tentang Dark Edge itu yang sudah sampai di kupingnya, dia tidak bisa meragukan kekuatan Dark Edge. Menghancurkan bangunan hotel ini hanyalah hal sepele bagi mereka, Nitia paham itu.

"Kamu pastikan, penjaga pintu dan petugas keamanan yang terkait masalah ini mengerti dan benar-benar paham atas apa yang mereka telah perbuat. Aku ingin mereka memohon ampunan kepada Tuan Arkanava besok pagi. Para penjaga keamanan itu memang tugasnya untuk mengamankan tamu yang bermasalah, tapi seharusnya mereka tahu diri, memahami siapa yang dihadapinya, dan bukan malah langsung menyerang Tuan Arkanava. Walaupun mereka yang kalah, hal itu tidak menghapuskan fakta bahwa mereka telah berbuat lancang kepada orang yang salah."

"Me-mengerti, Tuan Sadim! Saya akan pastikan mereka memahami apa yang telah mereka lakukan tadi! Saya permisi dulu." Jawab Nitia sambil menunduk lalu memohon izin untuk segera menghampiri para pegawai yang terkait insiden barusan.

"Ya, segera."

"Baik, Tuan."

*Cekrek* Pintu ditutup oleh Nitia dari luar.

"Bodoh... Sepertinya aku harus mengorientasi ulang seluruh pegawai di sini. Kalau sempat aku tidak segera mendatangi mereka tadi, apalagi kalau aku sedang tidak berada di sini, habislah sudah..." Sadim bergumam pada dirinya sendiri.

***

"Waaaaaaa! Lihat ini! Lihat kristal ini!" Teriak Fiana sambil memegang kristal biru yang bercahaya.

"Kri-kristal apa ini..." Garen menatap takjub kepada kristal coklat bercahaya di tangannya.

"Lukas! Kau bisa pake skill Appraisal nggak?" Tanya Fiana kepada Lukas.

"Tidak bisa." Jawab Lukas singkat sambil memperhatikan kristal hijau bercahaya di tangannya.

"Ayo, kita ke Blacksmith buat ngeliat statusnya sekaligus masang kristal ini di aksesoris!"

"Setuju!"

"Baiklah!"

"Ya."

Mereka berempat memasukkan kristal mereka masing-masing ke dalam ransel. Lalu berjalan cepat dan tergesa-gesa menuju Blacksmith (pandai besi) langganan mereka di kota ini.

Perasaan mereka meluap-luap setelah melihat kristal bercahaya yang diberikan oleh Arka. Perasaan senang dan bahagia yang tak tertahankan. Mereka yakin, sesuatu yang diberikan oleh Arka pastilah sesuatu yang dahsyat.

Tak begitu lama berjalan cepat, akhirnya mereka sampai ke tempat Blacksmith langganan mereka.

"Om Korte! Bisa kita ke ruang belakang sebentar?"

"Aku sedang sibuk!"

"Ayolah, Om! Om tidak akan menyesal!"

"Ha? Memangnya ada apa? Sepertinya penting sekali..."

"Ayo ayo, Om Korteee..." Garen memaksa Korte dengan menggiring tubuhnya untuk pergi ke ruang belakang.

"Ah! Apa sih! Ei! Hei hei!"

Setelah menggiring Korte ke ruang belakang dimana tidak ada orang lain selain mereka, mereka mengeluarkan kristal pemberian Arka. Kemudian Korte menggunakan skill Appraisal miliknya.

"Ap-! Ini! Dapat darimana kalian!?"

"Haha! Apa kubilang... Paman pasti tidak akan menyesal..."

"Ini... Vit+30! Yang ini... Int+30! Yang itu... Agi+30! Dan yang satu ini... Dex+30! Gila! Ini... Baru kali ini aku melihat kristal-kristal sekuat ini!"

"Paman, tolong rahasiakan keberadaan maupun status kristal-kristal ini pada siapapun. Saat ini, baru paman yang kami beri tahu."

"Hm. Aku mengerti. Bisa membahayakan kalau ada yang mengetahui ini. Bisa terjadi pertumpahan darah. Karena ini adalah item yang jauh lebih berharga daripada harta berharga milik kerajaan. Bahkan, menurut sepengetahuanku, Superior Dragon pun hanya memiliki kristal terkuat dengan status +25. Mungkinkah ini... Milik monster kelas A?"

"He?" Grista bingung.

"Paman... Jangan bercanda..." Kata Garen, tak percaya pada ucapak Korte.

"Jangan bilang... Kalau... Dark Edge sudah menaklukkan Undead Tower?" Tanya Grista berbisik di telinga Garen.

"A-! Bisa jadi..." Jawab Garen juga sambil berbisik.

"Om Korte! Bikinin aku gelang dengan kristal ini dong! Tapi kalo bisa cepet ya, Om!" Fiana sedikit berteriak.

"Tung-tunggu dulu! Katakan padaku, kalian dapat ini dari mana!?"

"Dari pacarku, Arkanava Kardia!"

"Arkanava yang itu!? Hah! Mana mau dia sama laki-laki!"

"Aku perempuan, Om! Hahaha!"

"Mana ada perempuan yang ketawanya sepertimu... Tapi, orang itu memang di luar logika, ya..."

"Jadi, bagaimana, Om? Bisakah diselesaikan untuk memasangkan ini semua pada aksesoris sebelum fajar tiba?" Tanya Garen.

"Hmm... Tergantung..."

*Crriik*

Garen langsung menjatuhkan sebuah kantong berisi koin copper, silver, dan gold, pada meja di depan Korte. Korte membukanya, lalu tanpa menghitung, dia tersenyum.

"Deal."

"Mohon bantuannya, Om Korte!"

"Tapi kubuatkan menggunakan bahan yang paling mudah dibentuk ya! Dan modelnya sama semua, yaitu gelang polos."

"Nggak masalah, Om Korte! Deal!" Fiana dengan nada yang bersemangat.

"Om Korte, kumohon, jangan beri tahu orang lain tentang ini."

"Aku berjanji. Demi Dewi Gaea."

Demikian, gelang mereka dibuat. Lingkaran polos, disematkan kristal yang berbeda-beda pada masing-masingnya. Sebelum terbit fajar, mereka sudah siap dan segera menemui Korte untuk mengambil pesanannya, dan sudah berada di gerbang Kota Dranz ketika matahari pertama terbit. Masih ada waktu menjelang matahari kedua terbit.

Wajah Fiana terlihat berseri memandangi kristal yang ada di gelangnya. Sedangkan ekspresi Grista, berbeda. Dia melihat kristal pemberian Arka dengan wajah bahagia, tapi berbeda dari Fiana. Tatapan mata Grista terlihat lebih lembut.

Garen dan Lukas juga terlihat sangat senang, tentunya. Tapi mereka lebih bisa mengendalikan emosi dan perhatiannya dibanding dua orang gadis itu.

"Hey Garen! Punyamu jelek! Masa warna coklat hahaha! Punyaku dooong warna biru cantiiik! Hahaha!" Kata Fiana mengejek.

"Mau cantik kayak apa juga, kalo yang make kamu, jatuh-jatuhnya buruk! Hahaha!" Balas Garen.

"Hey hey hey! Nih liat! Liaaaat!" Kata Fiana sambil memamerkan lekuk tubuhnya, sedikit membuka belahan rok yang ada di samping pahanya dan mengangkat kedua payudaranya dengan lengan kanan. Tidak seperti pakaian Fiana yang biasanya.

"BAHHH... Itu susu apa rusuk yang menonjol itu!? Hahaha!"

"Matamu abis kecolok palunya Korte, hah!?"

"Mataku sehat nih liat mat- ADUH! BANGSAT!" Kata Garen sambil membuka kelopak matanya dengan kedua jari dan ditunjukkan ke Fiana, yang kemudian dicolok oleh Fiana.

"Nah, sekarang kecolok beneran kan? MAMPOOOOSSS !!!"

"Anjing! Perempuan lacur! Aduuuh matakuuu!"

Tiba-tiba terdengar suara yang familiar dari belakang mereka.

"Waaah ramenyaaa!"

"Ikuuut! Ruby mau ikuuut main colok-colok matanya Gareeen!"

"Aaaaarrrgghhh ampoooon jangan Ruby jangaaaaannn! Nanti aku buta seumur hiduuuupp!" Teriak Garen sambil berjalan mundur menjauhi Ruby, ketakutan.

"""Hahahaha...""" Melihat itu, semua orang tertawa, termasuk Arka.

"Ruby, serang matanyaaa!" Teriak Arka.

"Siaaaaapp!" Jawab Ruby sambil mengejar Garen yang berlari tunggang-langgang kabur dari Ruby.

"Heavy Fortress! Impenetrable Dome! Mountain Stance!"

"Colokan mauuuut!"

*Debaaam*

"Aaaaaarrrrggghh! Ampoooooooon!" Teriak Garen sambik terpental setelah menerima colokan Ruby, walaupun dia sudah mengeluarkan skill-skill defensif terkuatnya.

"Hahaha! Ruby, udah udah, kasian dia!" Teriak Arka kepada Ruby yang masih mengejar Garen

"Yaaaahh baru mau serangan colokan maut kedua..."

Untung Ruby meleset, hanya mengenai dahi Garen. Dan sekarang, ada 2 titik berwarna merah keunguan di dahi Garen.

Mereka berhenti bermain-main dan segera memulai perjalanan. Naik apa? Naik naga. Ruby berubah wujud menjadi naga besar.

"Adududuh..."

"Tahan sebentar, Garen..." Kata Ren sambil mengoleskan Low Curing Lotion ke dahi Garen.

'Garen! Nanti main colok-colokan lagi sama Ruby, ya!' Kata Ruby melalui telepati.

"Tidaaaaaaaaakkkk~"

Seekor Naga Api, lepas landas tidak jauh dari gerbang Kota Dranz, dengan tujuh orang berada di punggungnya. Semua orang yang melihatnya hanya bisa terpana mengagumi naga dan seorang pria berbaju hitam yang merupakan tuan dari naga itu.

Mereka berangkat menuju Ibukota Kerajaan Balvara, Arvena. Tujuan mereka saat ini hanya satu, untuk mendapatkan promosi menjadi petualang plat gold.

***

Di dalam sebuah tenda mewah yang berada dekat dengan Undead Tower...

"Ugh... Bajingan itu..."

"Sudahlah, mereka memang terlalu kuat untuk kita lawan..."

"Aku tidak terima! Dipermalukan di depan umum oleh petualang rendahan plat silver! "

"Terus, maumu bagaimana?"

"Perempuan Dark Elf itu... Dia harus menanggung akibat dari kekurangajaran yang telah dilakukannya. Suatu saat nanti dia akan menangis memohon-mohon meminta maaf kepadaku. Tapi tetap tidak akan kumaafkan. Akan kuperkosa dia, kucabuli sampai dia tak sanggup menangis lagi! Lalu kubuang tubuh bugilnya di tengah kota untuk dilihat semua orang! Lonte laknat!"

"Oi... Kau bisa kena masalah nanti..."

"Aku tak peduli!"

"Tapi, pria berbaju serba hitam itu, dan gadis kecil itu juga sangat kuat. Mereka tidak akan tinggal diam..."

"Fufu... Fufufufu.... Fuhahahahaha! Tentu saja, aku sudah mempunyai rencana untuk membunuh mereka semua! Meskipun jiwa ini harus kujual kepada iblis! MUWAHAHAHAHAHA !!!"

"Kau... KAU SUDAH GILA !?"

***

"Yang Mulia Tersuci, Xerzo, apakah sudah mendengar berita tentang sekelompok petualang plat silver anomali yang diduga merupakan jelmaan iblis dengan kekuatan beraliran hitam miliknya?"

"Ya, Dark Edge, aku sudah mendengarnya. Dari seluruh informasi yang telah dikumpulkan, masih belum ada yang mampu membuktikan bahwa kekuatan yang dimilikinya merupakan aliran ilmu hitam dari golongan iblis."

"Lalu, apa sikap yang harus diambil oleh semua pengikut Dewi Gaea terhadap mereka?"

"Untuk saat ini, tidak perlu memusuhi mereka. Tapi kita amati setiap pergerakan dan tindakan mereka. Jika terbukti mereka merupakan jelmaan iblis atau antek-anteknya, maka aku sendiri yang akan memimpin Perang Suci."

"Dimengerti, Yang Mulia Tersuci Xerzo."

***

"Komandan! Laporan darurat dari tower penjagaan batas wilayah ibukota!"

"Bacakan."

"Terlihat seekor naga sedang terbang lurus menuju ibukota, diperkirakan merupakan monster kelas B!"

"Apa kau bilang!? Berikan padaku!" Perintah seorang Ksatria dengan baju zirah berwarna keemasan sambil meminta kertas berisi pesan yang dipegang oleh seorang tentara biasa.

"Silahkan, Komandan."

"...... Ini bahaya. Bunyikan lonceng tanda bahaya, evakuasi keluarga kerajaan ke ruang bawah tanah, evakuasi penduduk sipil, persiapkan seluruh potensi militer yang ada di Arvena, semua artileri dalam keadaan siap menembak, segera!"

"Laksanakan, Komandan!"

".... Akan banyak terjadi kehancuran dan korban jiwa. Tapi, kenapa di saat seperti ini? Di saat pesta ulang tahun ke-16 Putri Liviara sedang berlangsung..."

"Lapor, Komandan! Massa ratusan ribu demihuman berisikan Lizardman, Orc, Minotaur, Harpy, Ogre, Troll, Gargoyle, Goblin, Gorgon, Centaur, dan beberapa Oni sedang bergerak menuju Arvena! Mereka sudah menembus pos penjagaan batas wilayah di timur!"

"Apa!?"

Dari timur, massa besar gabungan dari banyak ras demihuman. Dari barat, naga kelas C. Dan saat ini pula, sedang banyak anggota kerajaan dan bangsawan kelas atas yang berkumpul di istana untuk merayakan ulang tahun Sang Putri.

***

***

***

~VOLUME 1 - TAMAT~

_______________________________________

Terimakasih sudah membaca!

Sampai jumpa di kisah berikutnya!

(Isekai Medic and Magic : Golden Diamond)

Nama penting di chapter ini :

- Korte, Blacksmith.

- Arvena, Ibukota Balvara

- Xerzo, Pemimpin Religi Gaean

- Perang Suci

- Liviara, Puteri kedua Kerajaan Balvara.