"Jolene sayang... nanti sekalian kau tanyakan pada bibik Gu, kamar mana yang telah disediakan Vina untuk Mark... ", Setelah melihat putrinya menganggukkan kepala, Ayah Jolene beralih menatap Mark, "Mark aku akan keatas duluan, kopermu nanti akan dibawakan pelayan ke kamarmu," ujarnya singkat, sebelum kemudian meninggalkan Jolene dan Mark berdua untuk berbincang dan menikmati minuman diruang tengah, Mark menganggukkan kepalanya pada ayahnya dan mengucapkan ucapan terima-kasih, sementara Jolene langsung berjalan mengambilkan minuman dingin di kulkas untuk Mark,
"Apa aku menganggumu... ", tanya Mark berbasa-basi, mendengar pintu kamar tertutup setelah ayahnya pergi, Mark tampak membusungkan badannya kedepan, mengintip judul buku yang sedang dibaca Jolene yang tergeletak diatas meja. "Sepertinya kau sedang sibuk belajar ?",
Jolene memaksakan diri untuk tersenyum, sebagai tuan rumah yang baik, ia harus tetap bersikap ramah pada Mark, "Iya... aku sedang menyiapkan diri untuk ujian akhir ",
"Hmm sangat berdedikasi sekali",
Jolene tahu, Mark berusaha mengoloknya, ia mencondongkan tubuhnya meletakkan beberapa botol minuman dingin untuk Mark ke atas meja, saat tatapan mereka bertemu, ia mendapati tatapan Mark menjurus ke belahan dadanya, karena kaos longgar yang dikenakannya jatuh kebawah mengikuti posisi tubuhnya, wajah Jolene seketika memerah, ia buru-buru meletakkan minuman sesegera mungkin dan berdiri tegap,
"B-Biasa saja, aku hanya berusaha agar tidak mengulang ujian ... karena itu akan sangat merepotkan... menguras waktu dan emosi", jawab Jolene diplomatis,
"Ohh i see...",
"Aku tidak tahu kau mau minum apa ?... aku mengambil beberapa minuman dingin untuk kau coba...", Jolene menatap pada beberapa jenis coke, juice buah dan tea yang ditaruhnya di atas meja, "Tapi kalau kau tidak berkenan, ada alcohol di mini bar, kau boleh melihatnya dan membuatnya sendiri", lanjutnya dengan ramah, Jolene tahu, seperti halnya ayahnya yang penikmat minuman beralcohol, teman-teman ayahnya juga kebanyakan lebih senang menikmati minuman alcohol saat berkunjung ke rumah mereka,
Mata Mark tampak berkilat menatap Jolene, "Magsudmu kau menawariku minuman ?, Aku rasa wiski dengan es sangat menyenangkan," Mark tampak exited dengan tawarannya, ternyata Mark juga seperti teman-teman ayahnya yang lain, "Ahh begitu, apa kau mau aku membuatkan untukmu ?",
"Kalau tidak merepotkan ... ",
Jolene yang baru saja duduk disofa, langsung meletakkan bukunya kembali dan berjalan menuju kearah mini bar disudut ruangan, "Dengan es dan jeruk lemon ?",
"Iya please..."
Jolene sudah sering meracik minuman untuk ayahnya, jadi ia sudah tahu bagaimana menyajikan minuman agar lebih nikmat, ia lalu menyerahkan minuman itu pada Mark dengan sopan, "Silahkan...",
Tiba-tiba seorang pelayan datang menghampiri Jolene, ia tampak membawa koper Mark yang diambilnya dari dalam bagasi mobil, "Nona Jolene, kamar tuan Mark sudah siap... saya akan meletakkan kopernya dikamarnya ",
"Ohh Iya pak Agus... maaf sudah merepotkan... terima-kasih banyak yahh...", jawab Jolene dengan gesture bersahaja, ia mengijinkan pak Agus naik kelantai dua, untuk meletakkan koper Mark dikamar yang sudah disiapkan.
"Kau sopan sekali...",ucap Mark sambil meneguk minuman pemberian dari Jolene, suaranya yang khas terdengar seperti sedang meledeknya yang sekali lagi membuat pipi putih Jolene langsung berubah merona merah, membuat Jolene merasa bagai anak sekolah yang santun dan sangat penurut. ia melakukannya bukan untuk dipuji, wajah Jolene seketika cemberut, "Emang Kenapa, apa kau merasa terganggu ?"
"Tidak sama sekali. aku justru terkesan dengan sikapmu itu... sangat manis... di America aku tidak pernah bertemu dengan gadis seusiamu yang tetap masih menjaga sopan santun dan begitu menghormati pelayan di rumahnya, ini benar-benar menarik....",
"Kau tidak perlu memuji berlebihan, biasa aja.. aku dibesarkan dengan kepercayaan bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama, kurasa orang-orang America yang sangat demokratis juga memiliki pandangan hidup yang sama denganku..."
"Iya, benar sekali, Aku juga demikian, mempunyai pandangan yang sama denganmu, trust me... aku tidak bermagsud mengolok-olokmu, menurutku sikapmu ini benar-benar manis...", puji Mark tulus, Jolene tampak tersipu, ia lalu berpura-pura tidak menanggapi dan fokus kembali membaca buku ditangannya,
"Apa kau marah ?", Mark sedikit merasa khawatir dengan sikap Jolene yang berubah dingin,
"Jangan mengada-ada, tidak ada alasan untuk marah padamu,.... ",
"Ahh Syukurlah ... aku pikir aku telah menyinggung tuan putri dirumah ini", canda Mark lagi, sengaja memancing agar Jolene tersenyum, Jolene tidak terpengaruh, dengan wajah tenang ia menatap kearah Mark dan bertanya di luar topic, "Berapa lama kau akan berada diJakarta ?",
"Entahlah... Aku tidak yakin berapa lama... ku kira secukupnya, aku harap kau tidak keberatan aku tinggal disini sementara waktu ini....",
"Tidak masalah... aku tidak bermagsud mengungkit itu, kau tahu ini juga bukan rumahku, segera .. setelah aku menyelesaikan kuliahku, aku juga berencana mencari apartment sendiri dan bekerja",
"Di America, gadis seusiamu pada umumnya sudah meninggalkan rumah dan tinggal sendiri", mencium adanya kritikan , Jolene berkata, "Aku masih tinggal disini karena ayahku tidak mengijinkan pergi jika aku belum menyelesaikan kuliah. Apalagi sejak ayahku menikah lagi, Sebenarnya aku lebih suka tinggal di asrama mahasiswa daripada disini !",
"Jadi kau tidak akur dengan Vina ?",
"Mengapa kau berpikir begitu ?", Jolene mencoba mengelak, ia merasa kesal dengan tebakan Mark yang benar dan terus terang,
"Aku memperhatikan ekspresimu saat nama Vina disebut-sebut tadi, wajahmu tampak menunjukkan rasa tidak senang",
Kejujuran Mark bagai membelah Jolene dengan pisau tajam, ia menjadi gugup, tidak dapat menyembunyikan kebenaran yang Mark tujukan. tapi buru-buru Jolene menjawab tuduhan Mark dengan bertanya balik, "Kau mengenal Vina ?... menurutmu apakah ia istri yang sepadan untuk ayahku ?",
"Mungkin ayahmu tidak mencari istri yang sepadan... Oiya sudah berapa lama ibumu meninggal ?", Jolene tampak terkejut dengan pertanyaan balik Mark yang diluar topic, spontan ia menjawab dengan polos, "Sudah sepuluh tahun lebih dan selama rentang waktu itu ayahku tidak pernah dekat dengan perempuan..",
"Jadi selama lebih dari sepuluh tahun kau menguasai ayahmu sendirian, Hmm aku mengerti sekarang... kau pasti kaget khan, saat ayahmu tiba-tiba memutuskan menikahi janda cantik dan masih muda yang baru dikenalnya selama satu bulan ?..",
Jolene menatap Mark dengan kesal, "Jadi kau berpikir jika aku iri pada istri muda ayahku ?",
"Bukan begitu...tapi .---",
Jolene langsung memutus ucapan Mark dengan suara bergetar dan berapi-api, "Memang bukan begitu !!, aku tidak peduli apapun pendapatmu tentangku. tapi yang jelas, aku sangat mencintai ayahku. dan aku tidak sanggup melihat ayahku setiap hari menunggu Vina pulang kerumah hingga larut malam," usai berkata seperti itu , Jolene spontan menutup mulutnya sendiri, ia tersadar telah keceplosan, tidak seharusnya ia bicara blak-blakan, mengumbar aib rumah tangga ayahnya pada orang lain,
Mark tersenyum samar, pada dasarnya ia juga pribadi bebas yang sangat terbuka, ia bukan typical gossip, ia tampak menanggapi kemarahan Jolene dengan tenang, "Tapi tetap saja ini adalah urusan internal ayahmu, jika ia tidak keberatan melakukannya, mengapa kau merisaukannya ?",
"Hah mudah sekali kau bicara. apakah kau akan tahan menghadapinya, jika perempuan itu adalah istrimu ?",
"Tidak akan", jawab Mark terus terang, sambil menatap kearah Jolene mantap.