Pilihan yg ditawarkan Ayah Ara di pagi itu benar-benar membuat Ara bingung, dia tidak tahu pilihan mana yg seharusnya ia ambil. Sedang di pagi itu pula ia juga harus segera berangkat ke sekolah seperti biasa. Tangisan sang adik membuat Ara melepaskan pelukannya, Ayah Ara pun keluar dari kamar Ara kemudian menuju dapur. Mungkin memang sudah saatnya adik Ara minum susu.
Ara masih terdiam dan mematung di atas tempat tidurnya, ia masih merasa tak percaya jika nasib rumah tangga orang tuanya akan berakhir di pagi itu tuk yg kedua kalinya.
"Haruskah... ??" pikirnya. Namun Ara masih tetap berharap bahwa semua itu hanya emosi sesaat bagi keduanya, yang terlalu terbawa amarah hingga masing-masing bersikap egois. mungkinkah semuanya itu akan cepat berlalu seiring berjalannya waktu.. atau justru memang harus berakhir dan kembali lagi seperti dulu.
Perlahan Ara bangkit dari tempat tidurnya, ia keluar dari kamar dan langsung menuju dapur. Di muka pintu Ara melihat Ayahnya tengah terduduk memberikan susu formula kepada adiknya sambil melamun menghadap pintu belakang, Ara merasa tak tega melihat keadaan Ayahnya yg demikian. Airmata lagi-lagi membasahi pipinya..
"Ya Allah.. Ara sudah tak kuat jika harus selalu begini..kenapa Allah tak mencabut nyawa Ara saja.. hiks hiks" gumamnya sambil bersandar di dinding hingga sampai terduduk di lantai. Tak berapa lama kemudian Ara mendengar langkah kaki Ayahnya seperti hendak menghampiri nya, ia pun bergegas bangun dan masuk kedalam kamar mandi sebelum Ayahnya sempat melihatnya. Setengah jam kemudian ia baru keluar lalu bersiap siap berangkat ke sekolah. Setelah rapih Ara menghampiri Ayahnya tuk berpamitan, tak ada satu kata pun yg terlontar dari mulut Ayahnya. Beliau pun tidak menanyakan perihal pilihan yang harus Ara tentukan, matanya masih sayu dan menunjukkan kekosongan. Ara pun berlalu meninggalkan laki-laki paruh baya tersebut.
Ara berjalan menuju jalan raya tuk menunggu angkot yang akan membawanya ke sekolah, langkahnya gontai dan tak terarah. Pikirannya masih berkecamuk, Ara masih bimbang akan pilihannya. Sementara teman temannya sudah berangkat sejak setengah jam yg lalu, ia pun hanya seorang diri menyusuri jalan itu. Sesampainya di jalan Raya, Ara sudah tidak melihat teman temannya lagi. Mungkin mereka sudah sampai di sekolah lebih dulu karna waktu yang memang sudah menunjukkan hampir pukul 07:00, Ara pun bergegas memanggil tukang ojek dengan demikian Ara harus mengeluarkan ongkos lebih mahal dari biasanya.
Hari itu merupakan hari yang melelahkan sekaligus menjengkelkan tuk Ara, selain ia harus menghadapi masalah keluarga Ara pun mendapat hukuman dari sekolah yg memang sangat terkenal disiplin dalam masalah waktu. Ia Tidak boleh mengikuti satu jam pelajaran pertama karna keterlambatannya masuk kelas, Yang pada saat itu Ara sampai di sekolah ketika bel sudah berbunyi. Bahkan bukan hanya itu, di kelas ia pun mendapat teguran dari sang Guru karna kebanyakan melamun ketika Guru itu menerangkan hingga teman-teman sekelas menyorakinya. Namun yang lebih membuat Ara terpukul ialah nilai soal yang di berikan Guru Biologi nya mendapat nilai terendah, padahal Biologi adalah mata pelajaran kesukaannya. Gurunya pun bingung sampai menggelengkan kepala karna beliau juga tahu akan kecerdasan Ara di bidang mata pelajaran itu, ketika pulang sekolah ia pun di panggil tuk menghadap ke ruang Guru.
"Ara ... Bapak bingung denganmu hari ini, kenapa tidak seperti biasanya. Jika satu kali lagi kamu seperti itu, terpaksa Bapak akan memanggil orangtuamu. Karna Bapak hanya ingin mengajar murid yang benar-benar mau serius mengikuti pelajaran Bapak.." ungkap Guru itu memberi Ara ultimatum.
"Iya pak...". Hanya kata itu yang keluar dari mulut Ara. Pak Guru kemudian menyuruh Ara keluar dari ruangannya, Ara pun keluar dgn wajah yg begitu sangat tertekan. "Huuffzz..." Ara menghela nafas panjang, ingin rasanya ia teriak sekeras kerasnya agar beban pikiran itu terbang bersama hembusan nafasnya. Namun ia sadar akan kesalahannya itu.. lalu bagaimana dengan nasib Ayah dan adiknya di rumah.. ?? Sudah berangkatkah mereka ??
Ara bergegas menuju tempat biasa ia menunggu angkot, langkahnya cepat setengah berlari bahkan teguran teman teman tak di gubrisnya, ia tetap melanjutkan langkah kakinya hingga tak lama kemudian ia pun sudah masuk ke dalam angkot.
"Maafkan Ara teman-teman.... ". batinnya.
Sesampainya di jalan masuk menuju rumahnya, Ara semakin mempercepat langkah kakinya. Ia ingin cepat-cepat sampai agar bisa mengetahui keadaan rumahnya seperti apa, apapun nanti yg akan terjadi mungkin Ara harus siap menerimanya meski hal yang terburuk sekalipun. Hatinya sudah mulai dag dig dug, ia takkan bisa membayangkan jika Ayahnya benar-benar telah pergi membawa adik kecilnya. Selain akan membuat dirinya semakin tersakiti hal demikian pun akan menjadi konflik besar karna sudah dapat di pastikan Bundanya tidak akan tinggal diam, bisa jadi pertengkaran itu akan lebih hebat dari sebelumnya. Namun sesampainya di rumah Ara merasa sedikit tenang, karna pintu rumahnya masih terbuka lebar yg artinya masih ada orang di dalam rumah tersebut.
"Assalamualaikum..." ucap Ara sambil masuk kedalam rumah memastikan Ayahnya masih ada di dalam, namun tak ada seorangpun yg menjawab salamnya. Ara mengucapkan salam itu tuk yg kedua kalinya, namun kali ini pun ia tak mendapatkan jawaban. Ara melihat adiknya tengah tertidur di ayunan tapi ia tak melihat Ayahnya, Ara mulai panik ia cari Ayahnya di setiap sudut rumah itu. Di kamar, di dapur, kamar mandi bahkan di belakang rumah. Namun sang Ayah tak kunjung ia dapati, perasaannya semakin tak menentu Ara benar-benar gelisah. Mungkinkah Ayahnya itu sudah pergi... ?? Pergi meninggalkan ia dan adiknya ?? Tp kenapa si kecil tak di bawa serta seperti yg beliau katakan di waktu pagi itu ?? Di saat masih dalam keadaan bingung datang lah nenek Ara dari arah pintu depan sambil membawa sesuatu..
"Kamu sudah pulang ra, syukurlah. Dengan begitu adikmu sudah ada yg menjaga dan nenek bisa melanjutkan pekerjaan Nenek di rumah... tadi Ayahmu meminta nenek untuk menjaganya karna dia akan pergi.. jika kamu mau makan ini nenek bawakan nasi untukmu" ujar nenek itu seraya berpamitan pulang. Jarak rumah Ara dari neneknya hanya berkisar 60 Meter jadi mungkin itu alasan Ayahnya meminta nenek itu tuk menjaga adiknya. Namun kemanakah Ayahnya pergi ?? Sepertinya kali ini Ara memang harus bisa merelakannya ...