webnovel

AWAL BARU

Kembali bersatunya orang tua Ara memberi kesan positif untuk kesehatan Ara sendiri, kondisi Ara perlahan lahan membaik. Terlebih lagi ketika Ayahnya berhenti bekerja dan lebih memilih membuka usaha sendiri sebagai pemasok hewan ternak, hingga waktunya lebih banyak dihabiskan di rumah. Entah apa alasan Ayah Ara berhenti dari pekerjaannya itu, padahal penghasilannya lumayan menjanjikan bila di bandingkan dgn usaha yg ia geluti sekarang. Namun yg pasti kondisi demikian sangat di manfaatkan Ara sebagai moment tuk bisa memufuk kegersangan dan keterpurukan psikologis yg selama ini dideritanya. Sementara itu Bunda Ara tetap bersikukuh mempertahankan pekerjaannya sebagai buruh di salahsatu perusahaan pangan, dengan alasan ingin membantu keuangan keluarga, meski sang suami melarangnya.

Jalan Hidup itu memang tak bisa di terka, kadang juga berkesan tak adil namun pasti ada hikmah yg tersimpan di dalam nya. Begitu juga dgn kisah Ara yg mengalami pasang surut sebuah keadaan, bahkan kenyataan yg memang tak sehaluan dgn mimpinya.. mimpi indah sebagai seorang Guru di masa depannya kelak. Karna sebuah ombak besar menggoyahkan biduk harapan dan mimpinya, sebuah jalan terjal yg tajam dan berduri menghambat langkah hidupnya. Dalam kondisinya yg sekarang, kehidupan Ara memang sudah berubah. Dalam segi pergaulan pun ia sudah bisa bersosialisasi dgn baik karna teman temannya sudah tidak ada lagi yg berani mengejeknya, Ia pun tak harus merengek ketika ingin di temani tidur karna sang Ayah selalu ada untuknya, apalagi hadir di acara-acara penting di sekolah yg memang berkaitan dgn kecerdasan Ara yg dari tahun ke tahun semakin meningkat dan selalu mendapatkan Ranking pertama di kelasnya. Namun Ara tetaplah Ara, tak ada yg berubah. Dia sosok gadis kecil yg masih setiap pagi membantu neneknya membawa barang dagangan di sekolah. Bahkan dua tahun setelah bersatunya kedua orang tua Ara itu Ara mendapat hadiah terindah yakni lahirnya adik Ara yg berjenis kelamin laki laki menghiasi kehidupan keluarga kecilnya, Dan yg tak kalah lebih menggembirakan lagi adalah Ayah dan Bundanya sudah bisa membangun sebuah gubuk yg lumayan luas meski tak seberapa bagusnya, namun cukup nyaman tuk di tinggali mereka berempat. Dengan begitu keluarganya tidak harus bergantung kepada Nenek Ara lagi.

Namun baru beberapa bulan menempati gubuk itu Ayah dan Bunda Ara sudah mulai menampakkan ketidak akurannya, berbeda dengan ketika ia masih berada satu atap dengan neneknya dulu. Mungkin sekarang keduanya merasa sudah tidak perlu menyembunyikan uneg-unegnya lagi, karna sudah berada di rumah sendiri. Tidak seperti ketika di rumah nenek Ara yg memang mereka berdua harus menjaga sikap. Hampir setiap hari orang tuanya bertengkar, Entah apa yang menjadi alasan keduanya berselisih paham, namun pertengkaran itu selalu saja terjadi. Sebagai anak yg baik Ara tak ingin mengusik bahkan bertanya masalah kedua orang tuanya itu, meski ia sendiri harus merasa tersakiti dengan keadaan demikian bahkan airmata nya harus selalu mengalir setiap hari. Selama Ayahnya tidak menyakiti fisik ibundanya ia tak akan ikut campur, yang bisa ia lakukan hanya mendoakan keduanya agar bisa kembali rukun. Setahun berlalu dgn tetap berhias luka-luka yg menghampiri hidupnya sampailah Ara di penghujung pendidikan Sekolah Dasarnya, ia lulus dgn prestasi yg luar biasa. Namun keadaan keluarga Ara justru semakin buruk. Tuk yg kesekian kalinya Ara mengalami cobaan yg sangat memilukan hati.

* * *

Saat itu... sebagai murid yg tercerdas di sekolahnya yg lulus dengan nilai yg sangat memuaskan, sang Guru berniat memasukkan Ara ke sebuah sekolah tingkat pertama (SMP) yang bertaraf favorit di sebuah daerah yang berjarak kurang lebih 6 KM dari jalan raya Desa Ara, sedang jarak dari Rumah Ara ke jalan Raya sekitar 500 meter. Di sebut favorit karna sekolah tersebut hanya bisa menerima murid yg nilai ujiannya di atas rata-rata, dengan demikian dan sudah pasti Ara mempunyai banyak saingan di sekolah tersebut terutama di status sosialnya yg memang kebanyakan dari kalangan keluarga mampu. Namun niat sang Guru itu tentu saja harus dengan persetujuan orang tua Ara, karna Sekolah yg seperti itu lumayan membutuhkan banyak biaya. Sedang usaha Ayahnya sudah mengalami kebangkrutan dan parahnya lagi Ayah Ara mengidap penyakit yg menyebabkan dirinya kadang tidak bisa duduk sama sekali ketika sedang kambuh. Sehingga Bundanya sendiri yang menjadi tulang punggung keluarganya.

Setelah melalui beberapa proses dan keterangan serta pertimbangan yg lumayan matang, orang tua Ara menyetujui usul sang Guru itu. Apalagi Ara yg memang sangat ingin menjadi seorang Guru, Dengan demikian resmilah ia menjadi murid di sekolah tersebut. Namun Baru saja sebulan ia mengecap pendidikan itu, orang tuanya kembali bertengkar seperti biasa. Namun kali ini, perkataan Bundanya sangat membuat hati Ara terasa tersayat dan tercabik cabik.

"IYA... LISA, AKU MEMANG TIDAK BERGUNA. AKU SUDAH GAGAL MENJADI KEPALA KELUARGA, AKU HANYA RONGSOKAN. LALU KENAPA KAMU DULU MAU KEMBALI PADAKU...??" Teriak Ayah Ara membalas ocehan istrinya yg sudah lebih dulu memaki maki dirinya di pagi buta itu, ketika akan berangkat kerja.

"OO... JANGAN MIMPI KAMU, JIKA BUKAN KARNA ARA YG SAKIT PARAH DAN MEMINTA AKU KEMBALI PADAMU AKU TIDAK AKAN SUDI MENERIMA NYA... AKU MENYESAL HARUS SEPERTI INI.." balas Bunda Ara lagi sambil membanting pintu dan berlalu pergi.

Mungkin keduanya mengira Ara tak mendengar percakapan itu, tapi justru Ara sudah mengetahuinya sejak awal mereka bertengkar Dari balik kamar, Ara hanya bisa menangis. Ia tak kuasa menahan airmatanya , apalagi ketika ia mengetahui bahwa ia sudah membuat Bundanya menyesal dgn permintaannya dulu. Harusnya ia tak egois, mungkin jika itu tak terjadi Bundanya sudah bahagia bersama orang lain. Tapi apa benar Ara egois, bukankah itu haknya... ?? bahkan dari pernikahan yg kedua kalinya itu pun mereka telah menghasilkan Malaikat kecil kebanggaannya. Harusnya mereka sadar dan harus lebih bijak dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.

Cukup lama Ara merenungi nasibnya itu, hingga tak terasa sinar matahari sudah mulai memasuki kamarnya dari celah jendala. Tak lama kemudian Ayahnya membangunkannya:

"Nak... bangun nak, sudah siang.. cepat mandi nanti kesiangan sekolahnya.."

Ara pura-pura terbangun ia menguap sambil membalikkan badannya, namun ia terkejut sekaligus shock melihat Ayahnya yang sudah rapih membawa buntelan sambil menggendong adiknya yg masih berusia satu tahun. Namun mulut Ara terkunci, ia tak bisa berkata apa-apa.

"Ara... sekarang Ara sudah cukup mengerti dengan keadaan keluarga kita ini. Mungkin Ayah sama Bunda memang sudah seharusnya berpisah, sudah tidak ada yg harus di pertahankan lagi, jika dulu kamu yg jadi korban. Tapi sekarang biar adik... Ayah yg bawa, Ara di sini saja sama Bunda. Jika tidak mau, terserah Ara mau ikut Nenek lagi juga tidak apa-apa, Ara sudah besar sudah bisa menentukan pilihannya. Sekarang Ara cepat bergegas berangkat ke sekolah, sementara Ayah akan pulang ke kampung Ayah lagi." Ujarnya.

Mendengar ucapan seperti itu Ara langsung menangis tersedu sedu sambil memeluk Ayahnya, namun lagi-lagi ia tak mampu berkata apa-apa. Sementara ia harus menentukan pilihan... tetap tinggal dengan Bundanya atau kembali lagi kepada neneknya seperti dulu, Tak ada pilihan.. ia harus ikut bersama Ayahnya karna sang Ayah tak memberikan pilihan itu.