webnovel

I Hate You, Because I Love You!

Peringatan 18+ dan 21+ Ada beberapa tindakkan kekerasan dalam novel ini! Lebih bijak lagi dalam memilih bacaan^^ "Disalahkan banyak orang, kalian tahukan rasanya seperti apa? Aku lelah, Ayah, Ibu. Kenapa kalian gak bawa aku aja? Biar aku juga tenang hidup diatas sana.." Fareszha Henderick Putri. Gadis belia, yang harus menanggung kebencian dari banyak orang. Seolah, satu masalah saja tidak cukup untuk gadis ini hadapi. ****** Kebencian itu seperti sebuah candu, semakin kau membencinya, disitu pula rasa ingin melukai orang yang kamu benci semakin menjadi jadi. Benci juga bisa menjadi obsesi, itu yang dikatakannya. Memang, bisa saja perasaan itu berubah, kapanpun tuhan mengkehendakinya. "Sampai kapanpun, aku tetap membencimu! Dan perasaan itu tidak akan pernah berubah, kau camkan itu!" Ada krisar?? bisa hubungi aku di instagram @rizwriter_5 @reynrii_

Iamreyn · 都市
レビュー数が足りません
97 Chs

Twenty Seven. Untuk yang kesekian kalinya (+)

Nicho meremas ujung ranjangnya dengan keras, ia menahan rasa perih di punggungnya, karena sekarang Reszha sedang mengoleskan krim untuk membantu agar luka Nicho cepat kering. Tunggu dulu, Reszha? Iya Reszha, memangnya mau siapa lagi? Semua orang pergi setelah Reszha membubarkankan sesi hukumannya, dan sekarang, yang berada di rumah hanya ia, Ocean, Nicho, dan beberapa maid kepercayaan saja. Nicho memulangkan beberapa maid, karena ia merasa ada penyusup masuk ke dalam rumah ini, kalian ingat bukan orang yang mengangkat telfon Nicho ketika Reszha diculik? Saat Nicho membuka CCTV untuk melihatnya, ternyata tidak ada siapapun disana, bahkan orang yang berada di dekat telfon rumah pun tidak ada.

"Reszha, apakah kau bisa pelan–pelan sedikit?!" kesalnya, dengan raut wajah yang menunjukkan bahwa ia kesakitan. Reszha yang mendengarnya hanya tersenyum kecil, ternyata iblis jahat seperti Nicho masih bisa meringis dan kesakitan. Gadis itu tidak menjawab sama sekali, ia mulai memelankan gerakan tangannya, dan perlahan berpindah tempat ke depan. Ternyata, luka Nicho lebih banyak dibagian perut, walau hanya sebuah sabetan kecil, belum kagi paha bagian atasnya, kulit pria itu bahkan sudah seperti terkelupas. "Pa–tuan. Bisakah kau berbaring sedikit? Aku kesulitan untuk mengoleskan obat dibagian pinggang mu." ucap Reszha, dan Nicho mengangguk kecil. Sebenarnya ini kali pertama bagi mereka dua bisa sedekat ini, walau hanya sekedar dioleskan dan mengoleskan obat, tapi jarang sekali pemandangan seperti ini bisa terjadi, suasana paman dan keponakan yang sebenarnya.

Nicho sedikit memikirkan Reszha, belum lama ia mengalami kejadian buruk, tapi perubahan suasana hatinya begitu cepat. Harusnya Reszha menjaga jarak dengan pria, atau mengurung diri di kamar. Tapi ini? Ia bahkan menolong Nicho, dan tidak ada rasa canggung dalam setiap gerakannya. Apakah Reszha sudah menerima takdir? Jika ia hanya seorang gadis rendahan? Pikir Nicho. "Aku sudah selesai, kau istirahat saja, aku izin kembali ke kamar." lirih Reszha, ketika tangan Nicho hampir menggapai bahunya Reszha. Ternyata, Reszha tetaplah Reszha, walau ia mau membantu Nicho, tetap saja dalam dirinya terpasang alarm bahaya. "Sekarang, mungkin aku yang harus berjaga di depan kamar mu, Reszha." ucapnya, sembari menatap Reszha yang berjalan keluar kamar. Yeah, sedikit demi sedikit Nicho mulai menyadari jika dirinya salah, namun untuk menerima Reszha? Maaf, Nicho belum bisa.

Pria itu kini beralih berjalan ke nakas yang berada disebelah ranjangnya, ia mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas, kemudian ia mencari nama Adrian di aplikasi kontaknya. Dari sebrang sana, telfon Ardian berbunyi, dan ia melihat nama orang yang menelfon. 'Nicho'.

"Halo?" ucap Nicho, ketika Adrian mengangkat telfonya. Adrian menjawabnya, kemudian Nicho menghela nafas kecil sebelum ia mulai bicara. "Aku minta kau cari tahu tentang kronologi penculikan Reszha, dan orang yang tadi siang mengangkat telfon." jelas Nicho singkat, disusul dengan jarinya yang menekan tombol merah. Mendengar perintahnya, Adrian hanya menghela nafas kecil, tidak bisakah seorang Nicho berbasa–basi sedikit? Pria ini sungguh menyebalkan dan penuh dengan misteri. "Sekarang, aku perlu bersiap untuk berjaga di depan kamar Reszha." lirihnya, mengalihkan pikirannya sejenak.

Nicho sudah melupakan tentang tugas yang ia berikan pada Adrian, toh nanti ia juga datang ketika semua pekerjaannya selesai. Sekarang yang Nicho prioritaskan hanya lah Reszha, ia tidak mau kondisi yang sama terjadi untuk kedua kalinya, anggap saja ini balas budi. "Pintunya terkunci. Sesuai dugaanku." ujar Nicho, ketika mencoba untuk membuka pintu Reszha. Untungnya ia sudah membawa kunci cadangan, atau bersiap untuk mendobrak pintu kamar Reszha lagi. Mungkin gadis itu juga menyadari jika knock pintunya ada yang ingin membuka, tapi ia tidak peduli. Gadis itu sudah menghancurkan cermin yang berada di kamarnya, semua barang–barang sudah berserakan dimana–mana. Selalu saja seperti ini, pada akhirnya ia akan menjadi gadis hina dimana orang–orang, dan dirinya tidak bisa melalukan apapun untuk melawan. "Memalukan! Kau bahkan tidak pantas untuk hidup di dunia ini!" Ucapnya, dengan nada yang sedikit tinggi.

Nicho mendengar apa yang Reszha katakan, pria itu sudah siap jika Reszha mungkin akan melakukan sesuatu yang buruk lagi. "Kak Ema? Kenapa kakak harus ninggalin aku dan malsuin kematian kakak?" mendengar apa yang Reszha katakan, tubuh Nicho menegang seketika. Apa dirinya tidak salah dengar? Maura... wanita itu masih hidup?! "Bahkan kak Maura sengaja ngejebak aku dalam situasi kayak gini, karena kakak tau kan? Kakak tau kalo aku mati, semua warisan itu jatuh ke tangan kakak!" setelah Reszha mengatakan hal itu, suara keras terdengar dari dalam sana, dan Nicho melihat lampu di dalam kamar Reszha mulai redup. Apalagi yang gadis itu lakukan?! "Zha? Apa kau sudah tidur?" tanya Nicho berbasa–basi, ia ingin mengetahui apakah Reszha masih merespon atau tidak. Jika tidak ada respon dalam tiga menit, maka Nicho akan mendobrak paksa pintu kamar Reszha.

Dan benar, sudah hampir 2 menit, gadis itu tidak juga membuka pintu kamarnya. Baiklah Nicho, ini saatnya kau bersiap untuk mendobrak pintu kamar Reszha, jangan sampai gadis itu terluka parah lagi! "Dalam hitungan ketiga, aku akan mendobrak pintu ini." ayo kira hitung bersama, 1... 2.... "Ada apa?" tanya suara gadis kecil yang dingin, dengan mata sembabnya. Ya ampun memalukan, Nicho sekarang berdiri dengan sebelah kakinya, dan tangan yang terangkat dengan jarinya yang terkepal, tidak kharismatik sekali, bukan? "Suara apa tadi?" tanya Nicho balik, mencoba untuk menetralisir urat malunya. Reszha menggeleng kecil, gadis itu hendak menutup pintu kamarnya, tapi Nicho menahan. Kamar gadis itu benar–benar seperti pesawat pecah, bahkan ada beberapa kabel yang menggantung sembarangan. "Kau mau membakar kamar mu? Kenapa hancur sekali?" tanya Nicho kesal, dengan pandangan yang kini beralih pada Reszha.

Gadis itu berdecak kecil, sembari berkata.. "Bukan urusan mm–"

"Reszha!" Nicho yang panik, langsung menbawa tubuh Reszha ke pangkuannya. Iya, gadis itu kembali tidak sadarkan diri. Apalagi yang ia lakukan hingga membuat dirinya sendiri tersakiti? Atau mungkin ini akibat dari Reszha yang memaksakan mentalnya agar kuat? Padahal ia belum cukup pulih untuk melakukan semua aktivas, termasuk menolong Nicho seperti tadi. "Tolong panggil Ryuna kemari!" teriak Nicho. Beberapa maid yang mendengarnya, langsung berlari kearah telfon rumah, namun ketika mereka menlfon Ryuna, tidak ada suara apapun yang keluar. "Kabelnya diputus!" Teriak salah satu maid, membuat mereka semua mengeluarkan ponsel, dan menelfon Ryuna. Apalagi yang salah? "Bodoh! Jika kalian semua menelfonya, tidak akan ada yang sampai ke ponsel wanita itu!" umpat Nicho, sembari berjalan kearah kamarnya, meninggalkan semua maid yang tersenyum kikuk. Terkadang peran seorang kepala maid sangat penting di rumah ini.

Nicho membaringkan Reszha di atas ranjangnya, kemudian ia beralih mencari tabung oksigen dan selangnya, untuk ia pakaikan pada Reszha. Setelah dibawa ke tempat yang terang ternyata dahi Reszha mengeluarkan darah, dan bercak darahnya masih tersisa dibagian leher gadis itu. Sepertinya tadi Reszha membersihkan sebagian darahnya, karena mendengar Nicho memanggil dirinya. Dan kalian tahu? Di dalam luka itu juga ada serpihan kaca kecil, mungkinkah ia memecahkan cermin menggunakan kepalanya? Jika iya, itu benar–benar sangat berbahaya. Tindakan pertama yang bisa Nicho lakukan hanyalah mengambil serpihannya secara perlahan, dan menyumbat pendarahan dari kening Reszha. Jika seperti ini, Nicho bingung harus kasihan atau kesal pada Reszha. "Apakah Ryuna masih belum datang?!" teriak Nicho kesal, dan teriakannya terdengar sampai bawah sana.

"Berhenti menggerutu! Rumah mu dan rumah ku bersebelahan!" balas Ryuna yang juga berteriak. Tolong lah, tidak bisakah kedua orang ini tidak membuat orang–orang tertawa?! Dalam keadaan genting saja perkataan mereka bisa mengundang tawa. Tak mau menunggu keadaan Reszha yang semakin parah, Ryuna berlari ke atas sana, dan segera masuk ke dalam kamar Nicho ketika sampai. Ya ampun, bahkan keadaan gadis itu lebih buruk dari sebelumnya. "Keluar sebentar, aku akan menanganinya sendirian!" titah Ryuna, dan Nicho memgangguk.

Semoga saja, tidak ada hal buruk lain yang terjadi pada Fareszha, mental gadis itu sudah lama terganggu, tidak, ia tidak sakit jiwa. Sekarang ditambah fisiknya yang terus menerus terluka, belum lagi pikirannya yang berkecamuk kesana dan kemari. "Hubungi wali kelas Reszha, minta mereka menyiapkam semua soal ulangan untuk Reszha." ucap Ryuna, dan Nicho kembali memgangguk. Tumben sekali pria ini tidak banyak memprotes, syukurlah jika ia mau mengerti, walau hanya satu hari. "Rezha hanya minta soal ujian Nicho, ia sudah mengatakannya padaku ketika kau dihukum tadi." timpal Ryuna lagi, karena ia tahu jika Nicho akan mengucapkan sesuatu. Ternyata yang Reszha pedulikan hanya sekolahnya, apa yang Nicho harapkan pada gadis itu memangnya? Tidak ada hak lain, selain balas dendam.

Ketika Reszha sadar nanti, Nicho akan menanyakan perihal Maura, apakah benar wanitanya masih hidup? Jika benar, Nicho ingin Reszha memberitahukan pada dirinya, dimana keberadaan Maura sekarang ini. Harus, gadis itu harus melakukannya. "Bagimana keadaannya sekarang?" tanya Nicho, sembari menutup tubuh Reszha dengan selimutnya. Ryuna menatap Nicho sejenak, kemudian ia berkata.. "Kondisinya tidak terlalu baik, kau harus mengajanya dengan benar, jika tidak mungkin kau lagi yang akan terkena imbasnya." jawab Ryuna, sembari membereskan semua barang–barangnya. Mendengar apa yang Ryuna katakan, Nicho mengangguk kecil, dan beralih kearah laci nakasnya. "Ini bayarnnya, tetap lalukan yang terbaik pada Reszha." tutur Nicho, sembari menyerahkan cek bayaran pada Ryuna. Wanita itu mengangguk kecil, sembari ia berjalan kearah pintu kamar, untuk keluar, dan pulang ke rumahnya sendiri.

Semoga saja ke depannya Nicho tidak membuat Reszha lebih menderita lagi, walau jujur pria itu membayar mahal dirinya, tapi tetap saja, ia tidak tega melihat kondisi Fareszha yang seperti itu. "Setelah kau sadar nanti, kau harus mengatakan padaku, dimana keberadaan Maura sekarang. Jangan sampai aku tahu jika ini hanya sekedar kebohongan mu saja, Reszha." ucap Nicho panjang, sembari ia meninggalkan Reszha sendirian. Bagus, semua ini sesuai dengan rencana awal Reszha. Tunggu, rencana Reszha?

"Bantu aku menidurkan Ocean, anak itu terus memanggil nama kakaknya." titah Nicho pada salah satu maid, dan ia menunjukkan kamar tempat Ocean tertidur sekarang. Kedua kakak beradik ini, Nicho janji akan mengusir mereka kembali ketika ia mendapat informasi tentang Maura, ia berjanji untuk itu.

~~~~

Thanks for All Readers ❤️

Iamreyncreators' thoughts