webnovel

Honkai Impact: Deviation of Imagination (Indonesia)

Di luar Laut Quanta yang penuh kekacauan, di luar Pohon Imajiner yang sistematis, Eksistensi dari luar muncul membawa kekuatan dari makhluk transenden yang asing. Dan keberadaan anomali ini, akan membawa dunia di bawah genggamannya! --- Modifikasi Konten pada [15/4/23] --- [Disclaimer!]: Picture Belong to Artist. Honkai Impact Belong to Hoyoverse!

Skartha · ゲーム
レビュー数が足りません
31 Chs

XVIII. Surprisingly not Surprising

"Kepala Sekolah, departemen sains menemukan beberapa informasi yang menarik dengan pedang yang diteliti." Himeko menghubungi Theresa melalui laptopnya. Tanpa memandang layar yang bertuliskan [Only Voice – Theresa], perhatian wanita itu masih fokus pada para ilmuwan yang meneliti pedang yang dibawa oleh salah satu murid St. Freya.

[Pedang? Punya Elias 'kan, ku pikir dia tidak mengizinkan kita melihatnya. Memangnya ada apa?] Suara dari Theresa yang mungil mengajukan pertanyaan.

"Dia mengizinkannya, tapi karena Kepala Sekolah sulit ditemui, Elias menemuiku. Pokoknya, jadi begini—"

"Murata-sensei, biarkan aku menjelaskannya kepada Kepala Sekolah sendiri." Sebelum Himeko menyelesaikannya, kata-katanya dipotong oleh seorang ilmuwan senior berkepala plontos yang dijuluki sebagai "Egghead".

[Tuan Egghead.]

"Ini Edward, Nyonya. Tapi mengesampingkan hal itu, kami menemukan sebuah kebenaran yang mencengangkan!"

[Oh, jadi apa itu?]

"Pedang yang dibawa oleh murid laki-laki itu benar-benar asing bagi kami. Ketika kami melakukan pemindaian padanya, strukturnya pedang ini sangat padat yang membuatnya sangat berat dan kuat, tapi tidak ada rangkaian unsur yang bisa dikenali darinya—seolah-olah diciptakan dari teknologi alien! Senjata ini adalah sebuah mahakarya, dengan bilahnya berwarna hijau gelap seperti giok, tetapi lebih padat, kuat dan semua misteri yang tersimpan di dalamnya membuatku bersemangat!" Egghead berbicara dengan semangat membara.

[... Apakah kau yakin?]

"98,7 persen! 1,3 persen sisanya kemungkinan ini peninggalan dari peradaban kuno di masa lalu. Tetapi sejauh yang kita ketahui, bahkan God Key berbahan Soulium yang sangat kompleks tidak memiliki struktur se-asing ini."

"Lalu bagaimana dengan kemungkinan kita menciptakan ulang benda ini?" Kali ini Himeko yang bertanya kepada ilmuwan itu.

Egghead melirik catatan di tangannya. "Sayangnya, untuk sekarang itu masih 0,3 persen."

"Sekecil itu?" Himeko merespon dengan terkejut. Walaupun tidak semewah di Schicksal HQ, St. Freya juga memiliki banyak ahli dan peralatan yang mumpuni untuk membuat sebuah senjata tanpa perlu kiriman dari HQ.

"Ya." Egghead mengangguk. "Disamping strukturnya yang asing, kami juga menemukan sebuah teknologi aneh yang tersimpan di dalamnya. Kami tidak tahu apa itu, karena bahkan ketika disuntikkan energi Honkai tidak terjadi apapun, jadi kami tidak bisa menemukan sesuatu yang penting lainnya. Kami yakin inilah yang membuat pedang ini tetap berada di titik optimalnya—yang artinya, abadi. Ini memberikan sebuah tanda bahwa siapapun yang menciptakan ini dan memberikannya kepada murid laki-laki itu, merupakan sosok yang lebih misterius dari Honkai yang kita kenali…"

[... Jadi itulah sebabnya kemungkinan besar berasal dari teknologi dunia asing.]

"...."

Theresa dan Himeko terdiam. Himeko sudah mendengar beberapa penjelasan singkat sebelumnya, tapi mendengarkan informasi yang lebih jauh membuat dia benar-benar tidak bisa berkata-kata.

Teknologi asing? Alien? Hal ini membuatnya ingat ketika masih menjadi seorang mahasiswa, dia sangat suka berburu benda asing dari luar angkasa. Namun setelah ayahnya meninggal dunia, dia memutuskan untuk melupakan masa-masa itu dan menjadi seorang Valkyrie demi menemukan penyebab kematian Murata Ryusuke.

"Apakah kita akan melaporkan hal ini ke Markas Pusat Schicksal?" Egghead bertanya, saat Himeko melirik laptopnya.

[... Tidak. Kita akan menyimpannya sendiri untuk sekarang sampai menemukan lebih banyak bukti valid.] Theresa tahu bagaimana reaksi kakeknya jika dia menemukan informasi ini. Dia pastinya akan langsung terobsesi dan dengan semangat yang luar biasa mencari-cari informasi tentang sosok atau apapun yang menciptakan senjata ini.

Himeko menoleh ke arah si plontos. "Kita harus menyimpan ini untuk sementara waktu sampai kita menemukan sumbernya. Aku menyerahkannya padamu Dr. Egghead."

Egghead tersenyum dan mengangguk. "Serahkan saja kepadaku, dan ini Edward, Murata-sensei."

Di rumah Himeko…

Himeko dengan pedang di tangannya, menghampiri Elias yang tengah duduk di kursi dapur menonton Kiana dan Bronya sedang berduel dalam game. "Elias, terima kasih sudah meminjamkan pedangmu, ini cukup memberikan informasi baru."

Elias meletakkan gelas di tangannya, sebelum menoleh ke arah wanita itu dan mengatakan hal yang membingungkan. "Tentu Himeko-san, sebenarnya, ini juga tombak loh, bukan cuma pedang."

Mei yang duduk disampingnya juga tertarik dengan maksud Elias, mau tidak mau mengalihkan perhatiannya dari televisi.

Himeko menunggu dengan sabar. Elias mengalirkan energinya, mengaktifkan formasi huruf-huruf asing yang terkandung di bilah berwarna hijau giok gelap dari pedang itu dan secara otomatis bentuknya berubah menjadi sebuah tombak yang bergagang merah berbilah hijau giok gelap yang terlihat sederhana tapi juga indah.

Melihat apa yang dilakukan Elias, membuat mulut Himeko menganga. Laki-laki di hadapannya bukanlah orang yang biasa-biasa saja sejak awal.

Dia dengan cepat meraih bahu Elias dan mengguncangnya. "Bagaimana kamu bisa melakukannya? Dimana kamu mendapatkan senjata ajaib ini?"

"U- uh…! Himeko-sensei…" Mei panik saat melihat wanita itu mengguncangkan temannya.

"Tunggu-tunggu—santailah Himeko-san!"

Himeko segera menghentikannya, dia menenangkan dirinya dari semua kejutan itu. Pertama, Egghead mengatakan jika senjata itu dibuat dari teknologi asing, dan jika Elias mampu menggunakannya, bukankah itu berarti Elias alien?

"Elias! Biarkan aku berfoto denganmu!" Himeko dengan bersemangat mengambil ponselnya. Hasratnya untuk mencari kebenaran alien telah kembali.

Dua remaja yang duduk bersebelahan itu terdiam mendengar permintaan Himeko. Elias hanya merasa konyol dengan pikiran Himeko saat ini. "Maafkan aku tapi dengan apapun yang kamu pikirkan, aku akan menolaknya. Tapi jika kamu bertanya, senjata ini berasal dari warisan keluargaku, sementara untuk melakukan perubahan ini—aku memang sudah bisa melakukannya sejak dulu."

"Ohh…" Kiana tiba-tiba muncul dan sudah duduk rapi di bangku depan Elias sambil minum es yang ada di gelas Elias.

Mendengar hal itu membuat Himeko merasa agak kecewa. "... Jadi, apakah itu berarti tombak ini bukan senjata dari alien?"

"Untuk itu, aku tidak tahu. Lagi pula, aku hanya mewarisinya dari kakekku yang mewarisi juga dari kakeknya kakekku. Setelah itu tidak ada jejak lagi." Elias memutuskan untuk berbohong. Elias memang tidak peduli jika identitasnya diketahui, tapi tentu saja dia tidak akan menunjukan identitasnya sebagai penyihir dengan mudah kepada publik—apalagi kepada Destiny.

Himeko kemudian memandang Elias lalu ke arah tombak di tangannya. "Jadi apakah kamu tidak mengubahnya menjadi pedang lagi?"

"Benar." Senjata itu berubah di saat berikutnya menjadi pedang satu tangan dengan bilah hijau giok gelap dengan gagang merah seperti sebelumnya.

"Wau! Itu keren! Aku juga ingin senjata yang seperti itu!" Kiana berseru semangat melihat senjata di tangan Elias yang bisa berubah-ubah. Kiana membayangkan jika dia membawa pistol kembar yang bisa berubah menjadi panah, lalu menjadi pedang besar seperti milik ayahnya, lalu menjadi meriam, itu akan sangat keren!

"Kau pikir membuat teknologi macam ini gampang, bocah?" Himeko menghela nafas memandang Elias. "Sekarang ini membuatku ingin memeriksa apa yang sebenarnya ada di dalam tubuhmu…"

"Kalau yang satu ini, aku akan menolaknya."

"Benar juga. Tapi, sekali lagi ini adalah penemuan yang mengejutkan untuk diketahui. Kami pikir umat manusia sudah menguak segala sesuatu yang bisa kami ketahui, tapi ternyata ada lebih banyak lagi rahasia yang lebih tersembunyi di bandingkan Honkai yang perlu dikuak oleh umat manusia."

Tapi Himeko tidak akan tahu tentang rahasia ini kecuali Elias memberitahunya ataupun melihat kemampuan milik Elias sendiri. Bagaimanapun, semua hal ini berasal dari alam semesta—dunia, bahkan karya ACGN yang jauh berbeda. Bagi dunia ini, apa yang telah dilakukan Elias akan menjadi sebuah perilaku yang mirip dengan membagikan budaya, budaya dunia lain ke dunia Honkai.

Bahkan jika Otto Apocalypse itu sendiri yang mencari, dia tetap akan berujung pada Elias dan pedangnya. Bahkan jika pria itu bertanya kepada Will of Honkai.

"Tidak usah terlalu dipikirkan. Umat manusia masih sedang berseteru dengan Honkai, jika terlalu memaksakan hal-hal baru yang tidak diketahui—bisa saja membawa bencana yang lebih berbahaya dari Herrscher," ucap Elias.

Bronya mengangguk saat dia muncul di samping Elias. "Bronya setuju dengan pendapat Elias. Kemungkinan bahwa tidak hanya membawa keuntungan tapi juga kemalangan dari rahasia dunia baru lebih tinggi dari 50 persen."

"Ya. Seharusnya kalian mengatakannya kepada Nyonya Kepala Sekolah. Lagi pula dialah yang punya ide untuk meminjam senjata Elias yang mampu membelah Honkai Beast tanpa sedikitpun tanda-tanda energi Honkai." Himeko menggaruk kepalanya dengan semua hal yang mengejutkannya tidak terlalu mengejutkan.

"Ngomong-ngomong, Kiana. Sampai kapan kamu mau minum es ku?" Elias segera menarik gelas yang berisi es sirup dari genggaman si Putih.

"Ehh!!! Elias~ jangan pelit begitu. Bukankah katamu berbagi itu indah~?"

"..." Pria muda itu hanya bisa terdiam melihat gadis berambut putih di hadapannya bertingkah imut.

"Kau mau?" Laki-laki itu bertanya, saat di gadis segera menjawab dengan bersemangat. "Ay ay!"

"Tapi lihatlah botol sirupnya, isinya sudah habis."

"Auuwww… sayang sekali…"

Mei menggelengkan kepalanya melihat hal itu. "Kiana-chan. Maukah kamu membantu membuat yang lebih banyak? Elias-kun sebenarnya sudah membeli stok sirup lumayan banyak."

Mata Kiana langsung bersinar saat mendengar kata-kata yang diucapkan oleh malaikatnya. "Ya ya! Aku akan membantu malaikatku, Mei-senpai!"

"Kalau begitu, ayo Kiana-chan, Bronya-chan juga bisa membantu."

"Kalau begitu Bronya akan membantu Mei Nee-sama."

Elias berjalan keluar dari rumah sang guru sambil membawa pedangnya disisinya. "Nah, kabari aku kalau sudah jadi ya. Aku akan pergi ke lapangan latihan sebentar."

"Baik!" Kiana menjawab.