webnovel

EVSHILLAN

Kareev Sengkana memiliki mimpi indah tentang piano. Angannya melukis sebuah pertunjukan diatas panggung megah dengan banyak pasang mata yang menyaksikan, mempersembahkan alunan nada dari alat musik piano untuk mereka yang istimewa. Namun lukisan tak kasat mata itu mengabur bersama kalimat, "Reev. Aku mau kita break." Dari seorang Shillan Kelana. Salah satu dari banyak alasan mengapa paket mimpi itu hadir dan bersarang pada kanvas cita-citanya. Di sisi lain seseorang hadir diantara kerenggangan hubungan mereka. Menawarkan paket mimpi yang sama dengan tokoh berbeda. Disaat itu pula Shillan menyadari sebuah kekosongan pada hatinya, apakah paket mimpi milik Reev tidak lagi ditujukan untuknya? Copyright ©2020 by Dioreenote

Dioreenote · 若者
レビュー数が足りません
8 Chs

Chapter 05 : EVSHILLAN

Kaca adalah teman terbaik.

Karena ketika menangis dia tidak pernah tertawa. Sama rasa.

........

"Ngomong sama siapa lo?"

"Nggak tau, nggak kenal gue." jawab Reev sambil menaruh tasnya di laci meja.

"Gue kira lo abis marahan sama selingkuhan."

Kini Reev menatap Gamma sengit. "Nggak usah gosip ya, anda." jawab Reev sinis yang dibalas gelak tawa oleh Gamma.

"Yeee, lagian lo ada masalah apa sih sama Shillan?" Gamma meringsek duduk diatas meja memperhatikan Reev yang mengambil sapu di sudut belakang kelas, "kalian nggak putus kan?" tanya Gamma lagi.

"Lo tu dari pada berisik mending bantuin gue." decak Reev.

"Apa jangan-jangan yang tadi itu beneran selingkuhan lo!" Gamma menutup mulutnya dramatis. Reev mendengkus sebal, sekali-sekali Gamma mulutnya minta di tempeleng sama sekop sampah kayaknya. Bawel.

"Minggat lo sana! Ngerusak pagi gue yang cerah tau nggak lo disini." ucap Reev sambil mengacungkan gagang sapunya ke arah Gamma yang semakin seru tertawa diatas meja.

"Terserah gue lah mau dimana," diliriknya Reev yang mulai menyapu dan mengabaikannya. "eh tapi, kayaknya kalian memang ada apa-apa sih. Oh! Gue inget, waktu itu lo nggak mau ngasih nomor Shillan gara-gara ribut jangan-jangan."

Seketika Reev menggetuk kepala Gamma dengan sapu hingga cowok itu mengaduh tidak terima.

"Berisik ah! Sana balik ke kelas lo sendiri deh."

"Rese lo! Ini kepala gue di fitrahin tahu nggak tiap tahun. Kalo gue bego gimana."

"Takdir."

"Kampret!"

Reev tidak membalas lagi, dia sibuk menyapu satu barisan bangku di deretan tempatnya duduk sedangkan tiga baris lainnya jatah Alis, Nikel dan Adit.

"Balikin tu kursi ke atas meja lagi, gue mau nyapu."

Gamma hanya bergumam saja karena sebal kegiatan duduk rianya terganggu oleh perintah Reev, tapi Gamma tetap menaikkan kursi ke atas meja seperti semula.

"BTW Arga mana sih nggak nongol-nongol dari tadi." Gamma menoleh ke arah Reev yang masih fokus menyapu sedangkan Reev hanya mengedikkan bahu saja.

"Bola yuk, buruan lo nyapu kita cari Arga."

"Kalo lo mau gosip mah bilang aja."

"Suudzon saja, ngana!"

"Lo kan kebiasaan."

"Yeee semb–– WADUH! Sengaja lo ya." Gamma meninju bahu Reev lantaran tulang keringnya terkena sapu.

"Kaki lo ngalingin sapu gue." balas Reev lempeng.

Gamma menyipit curiga, "bisa ya keras banget rasanya." sindirnya.

Selesai menyapu Reev meletakkan sapunya kembali pada tempat semula,kemudia mengait leher Gamma keluar kelas untuk menemui Arga seperti katanya tadi. Gamma meronta kesal karena kepalanya berada di dekat ketiak Reev. Melihat itu Reev tertawa keras.

Gamma menyikut rusuk Reev setelah berhasil keluar dari kungkungan ketiaknya. Setelahnya mereka berjalan beriringan menuju lapangam futsal, disana sudah ada Arga yang sedang duduk menyandar di tribun sambil memainkan bola dibawah kakinya.

"Wisesss!"

"Nggak usah katrok!" Reev menjambak rambut Gamma kesal lantaran karena suaranya itu menyita perhatian anak-anak lain saat ini.

"Rambut gue." rengut Gamma kesal dan langsung menendang bokong Reev tapi tidak kena.

Gamma mengait bahu Arga, "Ngapain bengong disini, kesurupan?" ledeknya.

"Nyablak aja mulut lo, Gam." balas Arga melempar bola yang kemudian ditangkap Gamma.

"Bola lah!" ajaknya.

"Males gue, lo pada aja. Masih pagi males bau keringet." balas Reev kemudian duduk di sebelah Arga.

Gamma meletakkan bola di atas lantai lapangan kemudian mendudukinya, "nggak asik lo!"

"Capek gue abis nyapu. Apa gunanya gue mandi pagi-pagi kalo bau keringet lagi."

"Elah Reev tinggal pake parfum lagi bisa."

"Bedalah."

"Ga?" Arga yang dilirik hanya diam saja, malas bergerak kemudian melanjutkan lamunannya. Melihat itu Gamma langsung menggiring bola ke tengah lapangan mengajak anak-anak lain untuk bermain dengannya meninggalkan Reev dan Arga yang menonton dari tribun.

"Kenapa, Ga?"

"Nggak." Arga menjawab tapi tatapannya mengelana jauh ke depan, "Shillan gimana?" sambungnya.

Reev diam sejenak, diantara Delta dan Gamma memang hanya Arga yang teramat peka dengan hubungannya. Waktu itu Arga tidak sengaja melihat perdebatan singkatnya dengan Shillan. Mau tidak mau Reev harus menjelaskan pada cowok itu bahwa memang antara dirinya dan Shillan sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tapi Reev tidak menjelaskan secara rinci bagaimana kronologisnya. Diantara yang lain pula memang Arga adalah tempat yang enak untuk diajak bicara dan bercerita masalah serius atau sekedar obrolan yang sedikit berisi. Ini menurut Reev.

"Kemarin gue lihat dia pulang dianter cowok."

"Lo kenal." kini Arga beralih menatap Reev disebelahnya.

"Gue nggak tau, tapi jelas dari motornya cowok itu bukan orang biasa."

"Temennya kali."

"Nggak tau. Gue juga pengennya mikir begitu." balas Reev sambil menerawang jauh menatap langit.

"Lo nggak bisa ngambil kesimpulan sendiri, Reev."

"Gue tau." Reev mengambil kerikil dihadapannya kemudian iseng melempar ke belakang, "seharusnya gue bisa manfaatin alasan interview Gamma buat deketin Shillan, tapi nyatanya gue ngerasa semakin jauh."

"Lo sendiri yang beranggapan demikian. Coba lo kontak lagi."

"Udah gue coba. Tapi dia kayak sengaja menghindar dari gue."

"Kalian bukan sebulan dua bulan buat kayak gini. Seharusnya lo bisa atasin ini."

"Seharusnya." ucap Reev gamang. "terus lo ngapain bengong disini?"

"Kepikiran masalah. Gue nggak perlu cerita."

"Sure. Ngertilah."

"MAU KAMU APA SIH?!"

Reev dan Arga menoleh berbarengan ke arah cewek yang sudah ada dihadapan mereka, menatap garang dengan penuh emosi. Reev dan Arga saling menatap kemudian melirik cewek itu tidak mengerti.

"Maksud kamu apa nimpuk aku pake batu?!"

"Siapa, gue?" tunjuk Arga pada dirinya sendiri.

"Aku nggak tau! Asal batu itu dari sini pokoknya."

Arga melirik Reev yang berdiri.

"Sorry, batu itu dari gue. Nggak sengaja ngenain lo." ungkap Reev.

"Oh. Jadi kamu mau balas dendam karena tadi pagi, gitu."

"Maksud lo apa."

"Karena pagi tadi aku maksa kamu buat masuk di posisi pianis. Nggak gini juga caranya kalo mau nolak! Nggak usah pake nimpuk-nimpuk segala, ngerti." Nada mendorong bahu Reev jengkel kemudian berlalu meninggalkan Reev.

Sedangkan Arga dibuat kebingungan oleh situasi barusan. Dia hanya bisa menatap punggu cewek itu hingga menghilang dibalik tikungan kelas dua belas.

"Heh... Eh! Ada apaan tadi, apa yang gue lewatin?"

Reev berdecak melihat kedatangan Gamma yang rusuh. "Nggak usah blangsakan, jangan norak dan nggak usah rame. Gue bukan artis jadi nggak ada gosip."

"Gue peduli ya gini-gini."

"Ngomong sama pantat wajan sana."

"Sensi amat sih, Reev." gelak Gamma.

"Yang tadi siapa?" tunjuk Arga pada cewek tadi yang sudah pergi.

"Selingkuhan Reev, tau nggak lo. Gue aja nggak nyangka tau, Ga." kini Gamma sudah berpindah di sebelah Arga, memprovokasi.

"Sekali lagi lo gosip gue tendang masa depan lo." mata Reev menatap nanar selangkangan Gamma.

"Aduh! Merinding bulu tanganku." Gamma meringis memindahkan bola ke bawah perutnya sebagai perlindungan. "kejam." sambungnya lagi.

"Bukan siapa-siapa." jelas Reev kemudian meninggalkan Arga yang menatap kepergiannya dan Gamma yang memanggil-manggil Reev.

Bumi Swarang, 17 Agustus 2020

Tubico!

Hope you have a nice day, thanks for reading.

Terima kasih sudah hadir, jangan lupa votement. Kalau kamu suka silahkan save di library.

Find me on :

Instagram : @in_tanns

Wattpad : @dioreenote

___________

________________

____________________

D

I

O

R

E

E

N

O

T

E