Sambil menatap layar sistem, aku merenung. Menerbitkan semua manga ini dalam waktu yang bersamaan tampaknya tidak realistis. Namun, terlalu sayang jika hanya satu yang diterbitkan. Setelah beberapa saat berpikir, aku memutuskan untuk menerbitkan tiga manga sekaligus untuk pengenalan awal. Manga-manga itu adalah Naruto, Your Name, dan Doraemon. Kenapa tiga? Agar pembaca bisa memilih sesuai dengan genre yang mereka sukai. Sisanya, baru akan aku terbitkan satu per satu.
Aku juga tidak ingin terlalu memaksakan diri. Sudah cukup aku bekerja keras sampai tidak punya waktu untuk menikmati hidup. Kini, saatnya mencari keseimbangan antara keduanya.
"Tidak apa-apa untuk awal ini bekerja sedikit lebih keras, lagi pula aku sangat bersemangat untuk memulai ini. Plus, aku punya pena pemberian sistem yang membuatku bisa menyelesaikannya lebih cepat," kataku kepada diriku sendiri, merasa semakin percaya diri. "Baiklah, saatnya memulai."
------------------------------------------------------------------------------------------------
Satu Minggu Kemudian
Setelah makan malam, sesuai janji, aku mengajak mereka berkumpul di ruang tengah. Semua anggota keluarga sudah berkumpul, dan aku bisa merasakan antusiasme mereka. Liora, yang selalu penasaran, tidak bisa menahan diri untuk bertanya lebih dulu.
"Jadi, ayah, apa ide besar yang kau maksud? Aku sudah mengerjakan dan meneliti blueprint yang ayah berikan. Aku tahu itu alat hebat dan pasti banyak membantu, tapi aku bingung kenapa ayah membutuhkannya," tanya Liora dengan penuh semangat.
Aku tertawa kecil, mengingat bagaimana selama seminggu Liora tak henti-hentinya menanyakan hal yang sama. "Sabar ya, sayang, nanti semua akan terjawab."
Aku mengatur napas sejenak, kemudian melanjutkan, "Oke, jadi begini. Seminggu yang lalu, ayah merasa bahwa dunia kita kekurangan sesuatu. Sesuatu yang penting, sesuatu yang bisa membuat kita merasa lebih hidup... hiburan."
Mereka semua terdiam mendengarkan, penasaran dengan apa yang akan aku katakan selanjutnya.
"Ayah tahu di luar sana sudah ada pertunjukan teater, cerita lisan tentang legenda-legenda, musik dan dansa, pesta, bahkan sirkus. Tapi, ayah menginginkan lebih dari itu. Ayah ingin hiburan yang bisa dinikmati kapan saja, di mana saja, kapan pun kita punya waktu luang. Sesuatu yang lebih mudah diakses dan bisa membuat orang merasa lebih terhubung satu sama lain," lanjutku, mataku berbinar penuh semangat.
Semua mata tertuju padaku, dan aku bisa merasakan perhatian mereka semakin terfokus.
"Dan inilah hasilnya. Ayah menyebutnya... Manga," kataku sambil meletakkan manga-manga yang sudah kubuat di meja. Aku juga menyiapkan beberapa salinan untuk dibagikan kepada mereka. Aku tersenyum lebar, merasa bangga dengan apa yang telah kurampungkan.
Aku sempat meremehkan kekuatan pena kecepatan yang diberikan oleh sistem. Awalnya, aku kira hanya akan meningkatkan kecepatan menggambar beberapa kali lipat. Ternyata, kecepatanku meningkat hingga 100 kali lipat dari yang kubayangkan! Itu membuatku bisa membuat beberapa salinan manga dalam waktu yang sangat singkat.
Aku memberikan mereka masing-masing satu salinan manga: Naruto Volume 1, Your Name, dan Doraemon.
"Ini adalah tiga manga yang kutulis," kataku sambil menunjuk pada manga Naruto. "Manga ini menceritakan tentang seorang anak bernama Naruto, yang sejak kecil dikucilkan oleh warga desanya karena suatu alasan. Dia ingin membuktikan dirinya kepada dunia, dan cerita ini berlatar belakang pada kisah ninja. Kalian pasti pernah mendengar tentang legenda keluarga ninja zaman dulu, bukan? Nah, aku mengambil referensi dari sana."
Aku lalu menunjuk manga Your Name. "Ini adalah cerita tentang dua remaja, Taki dan Mitsuha, yang secara misterius bertukar tubuh meski mereka tinggal di tempat yang sangat berbeda—Taki di Carvalon dan Mitsuha di sebuah desa kecil. Mereka berusaha beradaptasi dengan kehidupan masing-masing, berkomunikasi melalui pesan, dan membangun ikatan yang kuat meski terpisah jauh. Cerita ini menggabungkan romansa, drama, dan misteri, serta mengangkat tema takdir, waktu, dan hubungan antar manusia." Aku sedikit mengubah latar cerita agar lebih sesuai dengan dunia ini.
Kemudian, aku menunjuk ke manga Doraemon. "Dan yang terakhir, ini adalah Doraemon. Ceritanya tentang seorang anak laki-laki bernama Nobita Nobi, yang selalu menghadapi kesulitan dalam hidupnya—baik di sekolah maupun dalam hubungan dengan teman-temannya. Suatu hari, dia bertemu dengan Doraemon, robot kucing dari masa depan yang datang untuk membantunya. Doraemon membawa berbagai alat ajaib dari kantongnya untuk membantu Nobita mengatasi masalah, memperbaiki masa depannya, dan membantu teman-temannya—Shizuka, Gian, dan Suneo—dalam petualangan yang penuh humor dan pelajaran hidup." Aku sedikit mengubah cerita ini, mengganti gadget futuristik dengan alat-alat sihir yang Doraemon keluarkan dari kantong ajaibnya.
Aku menatap mereka semua, siap dengan reaksi mereka. Mereka terdiam—bukan karena mereka tidak mengerti, tapi karena mereka terkejut melihat bentuk sampul manga yang kutunjukkan. Sampul manga itu bukan hanya sekadar gambar biasa, tapi karya yang terasa hidup, penuh warna, dan detail yang begitu memukau. Ya itu berkat keterampilan hiburanku dan juga bantuan pena pemberian sistem yang meningkatkan kualitas gambar.
Liora yang biasanya sangat ekspresif, kini hanya bisa membuka mulutnya lebar-lebar. "Ini... ini luar biasa, ayah! Apakah buku ini disebut... manga?" tanyanya dengan mata yang berbinar-binar penuh kekaguman.
Roland, yang lebih sering terlihat tenang dan bijaksana, kali ini tidak bisa menahan diri. "Ayah, ini... ini sangat berbeda dengan apa yang kami bayangkan! Ini lebih dari sekadar gambar—ini seperti hidup!" katanya dengan takjub.
Lumi, yang sebelumnya asyik bermain dengan bonekanya di pojok ruangan, kini tiba-tiba mendekat dengan langkah kecil dan penasaran. Matanya yang besar dan cerah penuh dengan rasa ingin tahu. "Papa, Lumi ingin lihat!" serunya dengan suara riang
Aku tersenyum puas, senang melihat mereka begitu terkesan. "Kalian belum melihat semuanya, ini baru permulaan. Jadi silahkan membacanya."