Di tempat keramaian, Seina yang memakai kaos berwarna abu terus mempertanyakan Elina apakah ada yang salah dengan dandanannya, tetapi Elina hanya menggeleng. Namun Elina sudah bosan dengan ucapan Seina yang berulang kali mempertanyakan syle bajunya. Seina bertanya pada Elina untuk membeli popcorn, Elina menggeleng dan sibuk memainkan ponselnya. Dengan inisiatifnya, Seina membelikannya popcorn. Usai Seina membelikan popcorn dan meninggalkan Elina yang tengah sibuk dnegan ponselnya, ia terlihat kerepotan dengan membawa banyak makanan dan minuman yang sudah ia pesan. Tentunya Seina tak membeli hanya cukup dua saja, ia membelikan juga untuk Elan walau Elan masih juga belum terlihat batang hidungnya.
Dengan tak sengaja Seina menabrak seseorang yang berbadan tinggi, Seina tak menatap wajah lelaki dihadapannya. Ia mengomel sembari mengambil popcorn yang jatuh berserakan di lantai.
"Jalan pake mata dong! Liat nih pada jatoh!" bentak Seina pada lelaki itu.
"Seina?" ucap cowok yang ada didepannya.
Seina melirik cowok tinggi itu, matanya melotot kaget. Mulutnya gagap untuk mengucap sepatah kata.
"Seina kan?" ucapnya ulang, cowok itu tersenyum dan membantu Seina mengambil popcorn yang jatuh dan masih berada di dalam cup. Sedangkan popcorn yang sudah berserakan di lantai ia biarkan tanpa dipungut.
Seina masih tak menjawab cowok itu, hingga OB datang untuk menanyakan pada mereka.
"Ini dibuang?" ucap bapak paruh baya yang sudah memegang sapu dan seroknya.
"Iya buang" timpal Seina.
Seina menepi dan cowok itu mengikutinya, "Hai Sey" ucapnya lagi.
Seina masih risih dan kebingungan mencoba mengingat kembali siapa cowok yang berada dihadapannya itu.
"Siapa ya?" pekik Seina dengan ragu dan malu.
"Aku cowok yang kau tabrak tadi" ucap cowok itu dengan tersenyum kecil.
Seina tak mau menghiraukan cowok yang dianggapnya gila, hampir Seina pergi dari cowok itu, namun cowok itu mencegahnya.
"Iya Sey maaf. Kamu masih belum berubah, masih suka marah" pekiknya.
Kini Seina mencoba tegas dan menanyakan maksud cowok itu terus menghalangi jalannya.
"Siapa ya?" seru Seina pada cowok itu.
"Vino."
Seina mengerutkan salah satu alisnya, tetap saja Seina tak ingat siapa Vino.
"Kamu sepertinya lupa" pekiknya.
Mereka belum berbicara banyak, pengumuman bioskop akan segera dimulai, Seina bergegas meninggalkan cowok itu tanpa sepatah kata.
"Semoga nanti kita ketemu lagi" ucap cowok itu setelah ditinggalkan oleh Seina.
**
"Lama banget Sey? Bentar lagi filmnya mulai nih" ucap Elina.
Seina hanya cemberut dan tidak mood untuk bicara.
Elina melihat popcorn yang dibawa Seina, Elina heran dengan isi popcorn yang sudah setengah bahkan popcorn yang satunya lagi sudah hampir habis.
"Kamu jalan dari sana ke sini ngabisin ini semua Sey?" Seina memegang popcorn itu dan terkejut melihat isinya yang sisa setengah dari cupnya.
"Tadi tabrakan" Seina malas untuk menjawabnya, namun ia tetap memberi penjelasan pada Elina supaya Elina tahu apa yang sudah terjadi.
"Tabrakan gimana maksudnya?"
Belum selesai Seina menjelaskan, Elan datang mendekati mereka.
"Aku belum telat kan?" pekiknya tersenyum pada Seina dan Elina.
Seina tak membalas senyuman Elan, "Loh kamu kenapa Sey? Ko cemberut gitu? Maaf aku telat, tapi kan filmnya belum mulai?"
Pengumuman pintu 2 sudah dibuka dan penonton dipersilahkan masuk.
"Cepat masuk" ucap Elina menggandeng tangan Seina, Seina tak merespon Elan sedikitpun ia tak melihat keberadaan Elan. Elan yang masih penasaran hanya terdiam mengikuti gerakan mereka berjalan menuju pintu masuk bernomor 2.
"Ko bisa-bisanya popcornnya abis gitu Sey?" ejek Elina tertawa.
Seina menggeleng dengan wajah juteknya.
**
Dalam ruangan yang padam, lampu yang sudah mati dan begitu gelap. Layar selebar ruangan memenuhi keseraman. Elan duduk disamping Elina, sedangkan Seina duduk disamping kiri Elina.
Dalam kegelapan Elina sesekali melirik Elan dengan tersenyum, Elan sudah menampakkan ekspresi ketakutan, kemudian Elina mengganggam tangan Elan, begitupun Elan menyambut genggaman tangan Elina begitu erat.
Drrr...... Suara gemuruh layar mempengaruhi sipapun yang kala itu asyik menonton dan para kaum hawa banyak yang menjerit ketakutan. Kursi didalam bioskop itu penuh dengan para penonton sehingga suara penonton yang menjerit melengking kencang.
Elan menutup telinganya dengan kedua tangannya, Elina mengambil tangan Elan yang sebelah kiri dan mulai memegangnya erat.
"Jangan takut" suara bisik Elina menyentak Elan sehingga Elan merangkul tangan Elina.
Elina melirik Seina yang serius menonton film horor itu.
'Untung saja Seina tidak melihat ekspresi Elan' pekik Elina dalam hati.
Tentu saja sangat sulit bagi Seina untuk memperhatikan wajah Elan.
Saat film telah usai, Elan berlagak normal dan bersikap cool seperti biasa dan lampu bioskop mulai menyala, Seina melirik Elan sembari tersenyum.
"Seru filmnya?" ucapnya.
Elan menjawabnya enteng tanpa rasa beban, "Bagus."
"Kalau menurut kamu Na? Itu hantunya kaya gaje gitu pas muncul."
Elina tersenyum dan mengejek Seina, "Tapi kamu ketakutan kan?"
Seina membuang muka.
"Oya Lan kamu ko mau duduk dipojok sebelah sono? Bukannya lebih serem?"
Elina menatap Elan yang terlihat cuek seperti biasanya.
"Kenapa? Suka-suka aku" jawabnya jutek.
Seina hanya mengangguk seolah tak penasaran dengan jawaban Elan yang begitu singkat, Seina tetap tak menganggapnya aneh. Yang dipikiran gadis itu hanya alasan sederhana, dan semua cowok tak takut dengan film horor sekalipun.
"Oya Lan, bagus kan kalung Elina?"
Wajah polos Seina memperlihatkan kalung Elina, Elina menepis tangan Seina yang memegangi kalung dilehernya. Elina merasa risih dengan perlakuan Seina.
Namun tidak bagi Elan. Ia memandangi leher Elina dan tersenyum, wajah juteknya tak lagi ia tampakkan.
"Bagus ko, cantik" ucapnya.
Elina tersenyum malu, tetapi Seina tak begitu memperhatikan ekspresi apa yang mereka keluarkan, Seina tak mengerti aura mereka yang terlihat seperti ada yang ditutupinya.
**
Malam itu bulan terlihat terang, mereka menonton dari sore sampai malam. Mereka berjalan menelusuri jalan setapak. Elan mengantar Seina terlebih dahulu.
Elina sedari tadi terdiam bahkan sampai ia berada didepan kostn Seina. Elina yang biasanya bercanda kini lebih banyak diam.
"Na mau nginep di rumahku tidak?" ucap Seina memohon untuk ditemani sahabatnya itu.
"Sejak kapan kamu beli kostan itu? Itu kostan Sey bukan rumah kamu!" pekik Elina tertawa.
Elan tak menghiraukan kami, ia cuek dan memandangi keadaan sekitar kostn.
"Ayolah Na..... Nginep yuk."
Seina berlagak manja, walau ia tahu Elina akan menolak ajakannya.
"Aku pulang dulu ya Sey, bye bye."
Ucap Elina melambaikan tangannya.
**
Mereka mulai jauh dan masuk ke dalam mobil Elan, Elan melirik Elina yang terdiam saja melihat pepohonan di luar jendela mobil.
"Kamu..... " ucap Elan dan berdehem supaya tidak hening.
"Lan.... Kamu tahu hubungan kita tidak akan berlanjut, kan?" pekik Elina kaku. Elina tidak menampakkan ekspresinya, bahkan memandang Elan pun ia enggan.
"Iya aku tau Na" ucap Elan menghembuskan nafasnya.
**Bersambung.....
Terimakasih sudah membaca novel ini, boleh klik review dan coll-nya untuk meramaikan novel ini.