"Kamu kenapa Sey, lagi PMS ya?" ucap Elan melirik Seina yang tengah cemberut.
Bahkan buku yang Seina baca sampai terbalik.
Elan mengganggu Seina saat didalam perpustakaann, Seina sengaja masuk ke perpustakaan sebelum jam pulang. Namun tanpa diduga Elan tiba-tiba datang dan tentu saja mendekati Seina.
Seina melirik tulisan slogan yang ada di tembok sebelah kanan. Perpustakaan yang lumayan besar sangat nyaman menghabiskan waktu dalam ruangan itu.
"Oh.... Tapi aku kan pelan" Elan yang tadinya berkata dengan nada cukup kencang kini memulai berbisik tak begitu jelas.
Seina melototi Elan, Elan menahan tawa, "Kamu manggil-manggil nama aku ya di kelas?"
Seina pikir Elan akan menutupi apa yang ia ketahui tentunya untuk tidak berbicara terus terang, namun Elan sangat bergejolak membuat Seina malu dihadapannya.
Seina menambah menutupi wajahnya dengan novel yang ia baca.
"Kamu beneran lagi baca?"
Seina tak menjawabnya, seolah ia tengah sibuk menyelesaikan satu buah novel.
Elan terus bertanya pada Seina, "Yakin kamu lagi baca itu novel? Ko sampe kebalik gitu bukunya?"
Pekik Elan yang menahan tawa.
Seina melihat sampul novel yang dibacanya, betapa bodohnya ia saat berhadapan dengan Elan. Seina mencoba menjadi pribadi lain agar terlihat pintar dihadapan cowok yang disukainya, namun itu hanya wacana. Kenyataannya Seina selalu bertingkah bodoh di depan Elan.
"Jangan ganggu!" teriak Seina pada Elan yang membuat seisi ruang perpustakaan kaget.
Seorang guru yang sedang berjaga menghampiri kami, "Kalau mau ribut jangan di sini!" bentaknya dengan lagak melototi Seina dan Elan.
"Iya bu, maaf" ucap Elan.
Seina menutup bukunya, ia sudah tidak ada niatan lagi untuk membaca buku. Otaknya sudah buyar, dan energinya sudah terkulai habis saat ia emosi.
"Hari yang sangat tidak baik" pekiknya.
"Sebegitu sukanya ya kamu sama aku? Sampe-sampe kebawa mimpi gitu?" ucap Elan membuat Seina merasa mempermalukan diri.
"Kamu tahu dari Elina?" ucap Seina menuduh Elina tanpa alasan.
Elan menggeleng.
"Lalu?" Seina penasaran cowok itu tahu dari siapa, walau bukan Elina mungkin saja ia menebak salah satu teman diantara kelasnya.
"Dari siapa? Pasti teman kelas aku ya?" pekiknya pelan.
Elan tetap saja menggeleng, Seina sangat penasaran. Novel yang ada ditangnnya ia tutup dan menatap Elan dengan antusias.
Elan menggerakkan tangannya menyuruh Seina mendekatinya, Elan seolah memberi tanda supaya tidak berisik dan tak menjadi keributan. Menurutnya sangat salah tempat jika ia berbicara dengan Seina menggunakan nada yang cukup kencang.
"Aku tahu dari bu Lela" pekiknya, Seina yang mendengar hal itu seolah tak percaya. Memang benar bu Lela terkenal galak, tetapi tidak mungkin bu Lela sampai sebegitunya menggosipkan anak-anak dalam kelas yang ia ajar.
"Kenapa bisa?" Seina ingin mendengar jelas setiap kata dari Elan.
Reaksi Elan menjadi senang jika Seina mulai penasaran dan seolah bergantung dengannya.
"Makannya sering-seringlah main ke ruang guru" ucapnya.
Bagi Seina untuk apa sering ke ruang guru kalau tidak ada masalah apapun. Jika ada tugas ia lebih sering menitipkan pada temannya yang lain, sehingga ia tidak pernah merasa keluar masuk pada ruang guru. Ruang guru sangat sakral baginya, jika Seina masuk ke ruang guru tentunya saat ia sedang menghadapi masalah dan meminta bantuan guru BK untuk sharing ataupun saat ia meminta izin untuk tidak mengikuti pelajaran selanjutnya karena suatu alasan.
"Ah menyebalkan. Pasti booming ya?" pekik Seina.
Elan menggeleng, "Tidak juga."
"Kenapa bisa?"
"Aku dengar pas bu Lela cerita sama bu Meli aja."
Seina melirik Elan tajam, "Itu artinya kamu menguping pembicaraan mereka!"
Elan tertawa dan seina tak jadi marah lagi, ia sangat beryukur selain teman di kelasnya, Elan yang tahu akan hal itu, berita itu tidak sampai jebol ke kelas lain dan tentunya bukan menjadi topik utama di sekolah mereka.
"Habis ini kamu mau kemana?" pekik Elan.
Untung saja Elan tak mencari tahu apa yang kumimpikan, Elan cuek seperti biasa.
Seina menjawabnya mantap, "Pulang."
"Nonton yuk" ucapnya penuh semangat.
"Aku ajak Elina ya?" pekik Seina.
Sudah menjadi hal wajar Seina dan Elan pergi kemana-mana bersama. Namun kini Seina mengajak Elina untuk bergabung dengan mereka. Elan tah tahu harus menjawabnya apa, ia menggerak-gerakkan jarinya di atas meja.
Tuk... Tuk... Tuk... Bunyi jari Elan yang ia sengaja ketokkan di atas meja.
"Gimana?" Seina manatap Elan dengan memohon supaya Elina juga diajaknya.
Seina berpikir Elan akan menurutinya dan menyetujui permintaannya,namun dilihat dari wajah Elan seperti ia keberatan untuk mengajak Elina.
"Boleh?" Seina berterus terang pada Elan, Elan masih diam memikirkan sesuatu.
"Kamu atur aja" jawabnya singkat dan membelokkan badannya mencari novel untuk ia baca. Elan tak lagi mengganggu Seina, ia seolah asyik dengan dunianya dan tak memperdulikan Seina.
Meskipun begitu, Seina memandang Elan dengan menempelkan tangannya di dagunya.
Elan sendiri sadar akan sikap Seina yang etrus memperhatikannya, nemun Elan tetap diam seolah tak melihat Seina yang sedang mengawasinya.
**
"Maaf ya Sey, udah nunggu lama" pekik Elina membenarkan rambutnya yang masih basah. Rambutnya ia kuncir sampai ke atas sehingga lehernya ia tampakkan.
"Kayanya aku baru lihat" ucap Seina memegang kalung Elina.
"Iya kan baru dipake?" jawab Elina cepat.
"Sejak kapan? Tadi siang sepertinya tidak ada?"
"Baru ku pake."
"Dari siapa?"
"Sodara."
Semakin Elina dianggapnya berbohong, Seina makin mengejeknya dan membandingkan dengan mantannya. tidak seperti biasa Elina memakai benda yang dianggapnya berarti, jika benda itu dipakaikannya, tentulah sangat ada arti di balik itu.
"Emas bukan?" ucap Seina meragukan kalung yang berwarna putih, entah itu memang emas putih atau hanya silver.
"Kalau emas artinya aku sudah tunanga Seina!" sontak Elina dengan kesal dan memegang kedua pipi Seina untuk ia kempeskan.
"Berarti palsu" pekik Seina.
Jelas saja Elina semakin marah dan mukanya menjadi merah, Seina caplas-ceplos mengatakan apa yang dipikirkannya tanpa merasa tau kalau Elina akan sakit hati, begitu demikian dengan Elina yang sudah mengerti akan bercandanya Seina sehingga ia tak begitu lama memasukkan perkataan Seina ke dalam hatinya.
"Sodara siapa? Gak mungkin! pasti dari seseorang" pekiknya meyakinkan Elina.
Elina hanya tersenyum.
"Jadi kita mau nonton apa? Dengan Elan kan?" ucapnya ragu.
"Ya."
"Nonton apa?"
"Ada film setan yang lagi seru. Nanti kita nonton itu" ucap Seina memperlkihatkan ponselnya dan menunjukkan film yang akan mereka tonton. Elina yang suka menonton film horor tak menjadi masalah, namun apakah Seina sudah bilang pada Elan kalau film yang akan mereka tonton itu adalah film horor?
Seina tidak begitu paham akan Elan yang sangat takut jika sudah mengenai horor, supranatural dan semacamnya.
"Kamu yakin bakalan nonton film itu?" ucap Elina menggigit bibir bawahnya dengan tertawa paksa.
Sepertinya Seina masih belum mengerti juga dengan apa yang Elina ucapkan. Seina tetap menggangguk.
**Bersambung....
Terimakasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak coll dan review untuk meramaikan cerita ini.