Elan mengehentikan Seina yang sedang membawa banyak buku teman-teman kelasnya, kini giliran Seina yang mengambil buku ke ruang guru karena hari itu Seina piket.
Saat Seina tengah susah membawa setumpuk buku, Elan menghadangnya, bergeser ke arah kiri namun Elan mengikutinya, saat Seina bergeser ke arah kanan Elan tetap mengikutinya.
"Apasih maumu!" bentak Seina marah terhadap Elan yang sedari tadi mengganggunya.
"Kamu udah beda Sey" pekik Elan.
Seina tertawa kencang dan menggeleng, Seina seolah tak menyangka Elan yang begitu cuek sampai bilang seperti itu membuatnya merasa malu pernah mengejar-ngejar Elan.
Seina tak menghiraukan Eln dan menerobos Elan, Elan tak sengaja menendang buku dan membuat semua buku yang Seina bawa jatuh berserakan di lantai.
Brak....
Seina kesal terhadap Elan yang sikapnya seperti kekanak-kanankan.
"Jangan mulai deh Lan, aku udah lelah sama kamu. Elina ada di kelas silahkan kamu cari Elina dan jangan ganggu aku!"
Walau Seina sudah marah dan malas dengan Elan, Elan tetap membantu Seina membereskan buku yang sudah ia senggol hingga berantakan.
"Boleh aku ngomong dengan kamu Sey? Sebentar saja."
"Apalagi yang mau dibicarakan? Dulu kamu bilang kita kan cuma sahabat? Terus mau apalagi?"
"Tapi... Tapi kamu sungguh beda Sey" pekik Elan terbata-bata.
Seina takut hatinya akan luluh dengan Elan saat Elan berali padanya, bahkan tatapan Elan pada Seina seperti tatapan yang tak menginginkan sahabatnya kembali, Seina takut akan melanjutkan kisah cintanya yang bertepuk sebelah tangan sedangkan Elan sedikitpun tak pernah membalasnya.
"Aku tidak mau aku yang sakit hati" pekik Seina.
"Jadi... Kamu mau aku yang sakit hati?"seru Elan.
Akhir-aklhir ini Seina tak mencari Elan dan tak mau memandang wajah Elan. Tak mau ia melihat masa lalunya yang begitu bodoh mengejar cinta Elan.
"Maaf Lan aku mau lewat."
Seina berdiri dengan membawa buku-bukunya dan berharap Elan akan menghindar.
Elan dengan sepatu putihnya masih berdiri disitu di tempat itu, Seina bergeser ke kiri dan melanjutkan perjalanannya, tetapi Elan menahan buku Seina sehingga Seina susah untuk bergerak.
"Sey... Tolonglah kali ini aja aku mau bicara sama kamu" pekik Elan.
Seina merasa kasihan padanya, tak pernah Elan meminta sampai memohon seperti itu. Dan Seina mencari aman supaya ia bisa cepat lewat, akhirnya Seina mengiyakan untuk berbicara dengan Elan pada jam istirahat ke dua di ruang komputer.
**
Dalam ruangan komputer ada tempat untuk seseorang beristirahat, lab komputer disediakan lesehan maupun yang sudah ada kursi di depan layarnya.
Seina memilih lesehan yang tak terdapat komputer. Seina menunggu Elan datang. Ia sengaja datang lebih awal supaya Elina tak curiga dan tak membuat keributan. Seina kini menjadi paham siapa cewek Elina sebenarnya, mungkinkah Elina dan benar dugaan Seian, atau entahlah Seina tak ingin memikirkannya.
Elan berjalan mendekati seina dan memilih duduk didepan seina.
"Sey.... Ada yang ingin aku omongin sama kamu" ucap Elan.
Seina hanya terdiam mendengarkan pengakuan Elan, dan mencari tahu tujuan Elan berbicara face to face dengannya. Ada apa gerangan sampai Elan seperti sedang menjalankan misi rahasia.
Seina menebak mungkin Elan tak ingin Elina mengetahuinya.
"Sebenarnya pacar akun selama ini, itu...." Elan yang tadinya berbicara lantang, kini menciutkan nyaliya.
"Elina kan?" ucap Seina tiba-tiba.
Elan kaget dan melongo. Elan seolah tak menyangka kenapa Seina bisa tahu tentang hal itu.
Dilihat dari ekspresi Elan, Seina langsung tersenyum, "Sudah kuduga."
Elan menggeleng, "Bukan gitu maksudnya Sey, aku dan Elina kerabat jauh. Dan ibun juga tak merestui Elina dan aku pacaran" pekik Elan yang membuat Seina mematung tak percaya.
Elina tak pernah cerita tentang hal itu, Elina tak pernah mengatakan apa-apa tentang Elan. Bahkan ia memendam rasanya sendiri terhadap Elan.
Seina tersenyum licik, "Aku gak menyangka Elina bakal menusukku dari belakang."
"Maksud kamu Sey?"
"Elina tahu, tapi dia tetap menusukku."
Elan yang penasaran dengan ucapan Seina menjadi diam. ia tahu apa yang sedang Seina bicarakan, ya tentu saja mengenai isi hatinya.
"Kamu marah dengan Elina? Jangan salahkan dia. Aku yang seharusnya kamu salahkan."
Seina menepuk tangan seolah mengerti apa yang ingin Elan sampaikan, "Gak nyangka ya, kamu masih tetap membela Elina. Oiya.... Kan cinta?" pekik Seina.
Seina kembali ingat apa yang pernah Elan katakan dulu saat ia sedang jatuh cinta dengan wanitanya, ia bilang cinta. Cinta dibalik ini semua. Cintanya terhadap Elina.
"Bukan gitu, maksud aku..."
"Selamat ya, sepertinya aku tak ada waktu mendengarkan kisah cinta kalian. Aku banyak tugas dan sibuk" pekik Seina pergi dari hadapan Elan.
Elan belum sempat membicarakan poin pentingnya, bahwa sebenarnya Elan akan mengakui kalau dia tak akan melanjutkan hubungannya dengan Elina.
Sekarang Seina menjadi salah paham, Seina memandang Elan dan Elina kerabat yang boleh menikah karena tidak sedarah. Tetapi mungkin dari keluarga Elan menentang hubungan mereka karena bisa mempermalukan nama keluarganya.
**
Elan terlihat musam dan cemberut, pelajaran belum usai namun ia ingin cepat-cepat datang ke kelasnya Seina.
Berulangkali ia memghitung jam. '5 meint lagi bel' pekiknya.
Saat bel berbunyi Elan langsung pergi menemui kelas Seina.
Elina yang kala itu masih berada di kelasnya tak menyangka Elan datang menemuinya lagi, namun Elan tak mencari Elina, melainkan Seina.
"Lan....." ucap Elina yang mendekati Elan.
Elan berjalan melewati Elina, hingga Elina tercenggang dan berbalik arah. Elina kesal dengan sikap Elan yang menjadi cuek terhadapp dirinya.
Elina menarik tangan Elan, tetapi Elan menghempaskannya.
"Kita perlu bicara" pekik Elina dengan nada kesal.
Mau tak mau Elan menurutinya dan mengikuti Elina, tentu saja Elan tak mau Elina berkoar-koar di depan umum. Setapak demi setapak Elan lalui mengikuti arah kaki Elina.
Elina terlihat cukup kesal bahkan beberapa kali Elan memanggil namanya, Elina tak menghiraukan.
Elina menaiki tangga, dan sampailah Elan dan Elina berada diatap tangga. Sekolah yang berbangunan luas dan bertingkat membuat Elina memiliki cara berbicara dengan Elan supaya tidak ada satupun yang mendengarnya.
"Ada apa sih Na?" pekik Elan heran.
"Aku apa bagimu? Sekarang kamu sudah tidak seperti dulu lagi!" bentak Elina melontarkan amarahnya dengan keras.
Elan menghela nafasnya, "Na... Aku rasa kita cukup sampai disini saja. Kamu tahu kan keluarga kita juga tak bakalan ada yang merestui hubungan kita?"
Elina menangis kemudian tertawa. Elan memegang kedua tangan Elina.
"Na... Aku tahu kamu sakit hati, tetapi jika dilanjutkan akan lebih sakit lagi."
Elina berontak, "Dulu kamu bilang walau orangtua kita gak setuju, kamu tetap akan memperjuangkan aku! Sekarang apa? Karena Seina iya!" bentak Elina semakin berteriak.
"Na... Pelankan suaramu. Kita sekarang lagi berada di sekolah" Elan berusaha membuat Elina tenang, namun Elina tetap marah dan tak berfikir secara logis.
"Bagaimanapun kita memang tak akan bisa menyatu Na, cepat atau lambat..." ucap Elan.
Elina menangis sesenggukan dan jatuh terduduk.
**Bersambung....
Terimakasih sudah membaca cerita ini, yuk klik coll dan review untuk meramaikan cerita ini.