Suasana di dalam mobil terasa canggung ketika Gio turun terlebih dahulu karna ingin pergi ke rumah Samuel untuk bermain sedangkan Yera sudah dijemput oleh Arka karna mereka ingin pergi ke rumah Bunda dikarenakan Ayah sedang sakit.
"Aku turun disini aja," Melisa berujar sembari melepas seat beltnya. "Di depan toko kelontong itu," lanjutnya.
Lian melirik sekilas lantas kembali menatap lurus kearah jalanan. "Pakai lagi seat beltnya, aku anterin sampai rumah."
Melisa menghela nafas. "Gak papa Lian, aku bisa pulang sendiri."
"Kamu tahukan kalau perkataan aku gak bisa dibantah?" Lian bertanya membuat Melisa kembali memakai seat belt.
Lian menyunggingkan bibirnya sekilas.
"Rumah kamu masih sama kan tempatnya?" tanya Lian ketika mobilnya berbelok kearah kiri.
"Iya," balas singkat Melisa.
Setelah itu tak ada lagi obrolan yang dilontarkan oleh mereka berdua.
Sudah lama sekali Lian tak memasuki komplek dimana dulu ia sering mengantar atau sekedar menjemput Melisa untuk pergi berkencan. Ia sedikit bernostalgia dengan tempat tinggal mantannya ini.
Mobil berhenti didepan rumah gedong dengan pagar hitam yang menjulang tinggi itu.
"Makasih Lian," kata Melisa lantas membuka pintu mobil. "Terima kasih juga untuk traktirannya," lanjutnya sebelum menutup kembali pintu mobil ketika ia sudah turun.
Melisa berbalik dan melangkah, tangannya membuka pagar yang tak di kunci itu.
Lian hendak menginjak pedal gas namun niatnya terhenti ketika ponsel Melisa tertinggal di kursi yang didudukinya beberapa menit yang lalu.
Lian meraih ponsel tersebut lantas turun dari mobilnya. "Melisa!" teriaknya dari luar gerbang namun perempuan itu sudah terlebih dahulu masuk kedalam rumah.
"Kenapa ya mas?" tanya satpam menghampiri Lian.
Lian menoleh. "Oh ini pak, ponselnya Melisa ketinggalan di mobil saya," Lian menyodorkan ponsel kepada satpam itu.
"Terima kasih mas," ucap sang satpam.
Suara klakson mobil terdengar, Lian menoleh dan ternyata mobil tersebut hendak memasuki rumah Melisa dan mobil Lian menghalangi akses jalan. Lian hendak memasuki mobilnya namun niatnya terhenti ketika seseorang memanggil Lian.
"Liando, right?" tanya seorang wanita turun dari mobil yang mengklakson tadi.
Lian menghampiri lantas bersalaman. "Hallo tante," sapanya kepada Ibu Melisa.
"Mau ketemu sama Melisa?" tanya wanita paruh baya yang bernama Lusi itu.
Lian menggeleng. "Saya baru nganterin Melisa, habis makan siang bareng Gio dan Yera adik saya."
"Hm gitu. Mau minum teh?" tawar Lusi.
Sebenarnya Lian tidak terlalu dekat dengan orangtua Melisa karna sibuk dengan pekerjaan mereka, namun ia pernah beberapa kali makan malam dengan mereka.
Lian mengusap tengkuk lehernya. "Maaf sebelumnya, saya masih banyak kerjaan di kantor."
Lusi mengangguk paham. "Sayang banget ya, kalau begitu next time kita makan malam."
pria itu menghela nafas, kenapa sangat sulit untuk benar-benar bisa menjauhi Melisa?
-[]-
"Kamar kamu bikin bosen," protes Yera mengomentari kamar Arka yang di dominasi warna putih dengan satu lukisan besar tertempel di dinding. Beberapa miniatur bangunan tertata rapi di dalam lemari. Kamarnya memang Luas tapi isinya sungguh simple berbeda dengan kamar Yera yang dicat warna biru dan pink dengan boneka yang memenuhi kasur dan lukisan artis favoritnya berjajar rapi dan jangan lupakan lampu kerlap-kerlip.
"Setidaknya kamar aku gak kekanakan kayak kamar kamu," balas Arka sembari duduk dipinggiran kasur dengan sprai abu.
"Itu tuh untuk mengetahui karakter seseorang, artinya aku orangnya ceria," jelas Yera.
Arka tertawa. "Ceria apa kekanakan?"
Yera mendelik. "Diem deh manusia kaku."
Arka menarik gadis itu alhasil terduduk dipangkuannya. "Siapa yang kaku?"
gadis itu gelagatan, kenapa ia merasa jantungnya berdegup kencang?
"Jawab," tekan Arka sembari mendekatkan wajahnya membuat Yera semakin gugup.
Yera segera mendorong wajah Arka lantas gadis itu berdiri. "Nanti Bunda liat,"
Arka tertawa melihat tingkah gemas Yera. Pria itu merebahkan tubuhnya pada kasur king size. Sudah lama sekali ia tak menidurkan badannya disini.
Yera memilih ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Kamar mandi terletak di kamar Arka.
Arka baru saja memejamkan matanya namun jeritan Yera dari kamar mandi membuatnya kaget dan segera menghampiri sumber suara.
"Kenapa?" Arka bertanya ketika ia membuka pintu kamar mandi.
Arka melihat Yera yang tengah berusaha menghentikan air yang terus mengalir dengan deras pada kran wastafel. "Kerannya copot Arka!" panik gadis itu.
Arka ikut berusaha kembali memasang keran sampai air bercipratan kemana-mana dan tidak memperdulikan pakaiannya yang sudah basah kuyup.
"Kamu pegang dulu ini biar airnya gak terlalu banyak keluar, aku mau matiin saluran air," Arka berujar lalu dengan tergesa-gesa keluar dari kamarnya.
Yera dengan sekuat tenaga menahan keran karna tekanan airnya cukup berat dan beberapa saat kemudian air berhenti mengalir membuat gadis itu menghela nafas kasar.
"Udah berhenti airnya?" tanya Arka ketika kembali ke kamar mandi dengan nafas terengah-engah.
Arka melotot ketika matanya menangkap seragam sekolah Yera yang berwarna putih itu basah. Ia terkejut karna bagian dalamnya tereskpos dengan bra berwarna pink itu.
Yera yang menyadari tatapan Arka itu segera menutup dadanya.
"A-aku harus ganti baju," kata Yera dengan terbata.
Arka segera berbalik menuju lemarinya, ia mencari baju yang cocok untuk Yera mengingat tubuh gadis itu lebih mungil darinya.
Arka beberapa kali mengusap dada dan menghela nafas kasar karna tak sengaja melihat bagian tubuh gadis itu, sebenarnya tak masalah lagi pula Yera adalah istrinya tapi ah sudahlah Arka tak mau memikirkannya lagi.
Arka mengambil kaos berwarna hitam itu lantas menyodorkan bajunya dengan wajah menyamping.
"Uhm ada hoodie gak? Pakaian dalam aku basah dan mau dilepas, jadi kalau pake kaos takut keliatan," ucap Yera dengan suara kecil.
Arka makin tak bisa bernafas, pria itu kembali menuju lemari dan dengan cepat mengambil hoddie berwarna coklat.
Setelah memberikan hoddie kepada Yera dan gadis itu mengganti pakaiannya didalam kamar mandi, Arka juga dengan cepat mengganti pakaiannya yang basah dengan memakai kaos yang tadi hendak diberikan kepada Yera.
Pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan Yera dengan hoodie beberapa senti diatas lututnya.
Gadis itu menatap Arka dengan canggung. "Uhm aku mau bawa keresek sama paperbag dulu."
"Pakai ini aja." Arka membuat lemari dan mengambil paperbag. "Ini anti air jadi pakaiannya yang basah bisa langsung masukin kesini," lanjutnya.
Yera mengambilnya lantas kembali masuk ke kamar mandi untuk mengambil pakaiannya.
"Aku simpan disini dulu." Yera menyimpan paperbag diatas lemari kecil dekat kamar mandi.
Arka tak menjawab karna kini pria itu tengah berada di balkon kamarnya menikmati angin malam. Gadis itu menghampiri dan mengambil tempat disamping Arka.
"Eh udah?" tanya Arka kaget dengan keberadaan Yera.
Yera mengangguk sembari tersenyum. "Makasih udah dikasih pinjem hoodienya."
Arka mengangkat tangannya lantas mengusap kepala Yera. "Masih untung masih ada baju di lemari aku, coba kalau engga?"