webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · 都市
レビュー数が足りません
91 Chs

Bab 66

Sebuah rumah tangga adalah saling membahagiakan pasangan, ketika ada suatu badai yang datang akan tetap berlalu kala masing masing saling menguatkan.

Ardan merasa senang dengan memandangi perut istrinya, terlihat begitu cantik meski dengan balutan stelan kostum olah raga, dengan warna orange kombinasi putih dan jilbab senada atasannya orange begitu juga dengan lipstik yang terpoles dibibir pun orange. Ardan tersenyum sebentar lagi dia menjadi seorang ayah dambaan setiap laki laki yang sudah menikah adalah anak, apalagi anak dari wanita yang sangat dicintainya.

"Jadi mau nganter" Lusi mendekat hingga jarak keduanya hanya beberapa centi, dipegangnya tangan ardan dan diarahkan ke perut perempuan hamil muda itu dengan pandangan mata tak beralih mengamati manik mata ardan.

"Sejak kapan, adek memakai hijab," ardan mengangkat tangannya dan mengelus kepala lusi yang berhijab, "tapi mas lebih suka, istriku tambah cantik," ardan mengecup lembut hijab sang istri, terlihat rona merah di pipi putih mulus tanpa polesan.

"Baru beberapa bulan, gombalan mas tambah deh, belajar dimana ?" lusi mencubit perut rata ardan yang kencang, jarak mereka berdua begitu dekat hanya beberapa centimeter, lusi langsung menyembunyikan wajahnya di dada suaminya semata karna menutupi rasa malunya dan secara reflek melingkarkan kedua tangannya pada tubuh atletis lelakinya.

"Maaf, adek ingin melindungi diri dari pandangan mata laki laki lain selain suami adek," ucapan lusi bagaikan air sejuk yang mengaliri relung hati ardan, dari dulu dia ingin punya istri yang berhijab dan alhamdulillah saat ini terwujud keinginannya, wanita yang dicintainya menggunakan hijab tanpa dia memintanya, nikmat manalagi ya Tuhan yang telah KAU berikan pada hamba ini, ardan membalas mendekap erat istrinya.

"Mas mencintaimu, sangat menyayangimu, " mata ardan berkaca kaca, dia begitu bahagia dan menyesali kebodohannya membiarkan istrinya tanpa menemaninya, dia yakin tidak mudah bagi wanita muda yang cantik menepis godaan laki laki yang memandangnya pasti punya hasrat pada istrinya. "Maafkan mas, tidak disampingmu, sayang, boleh mas menebus kesalahan mas," ardan mengerling manja pada sang istri, tangan ardan melorot memeluk perut lusi dan mengecupnya, lusi tersenyum senang.

"Assalamualaikum, mbak sudah siap, ayok tak antar," Seorang laki laki muda memakai celana boxer dan kaos oblong, dengan keringat yang masih nampak di tubuhnya, berlari ke arah lusi dan ardan, lusi pun lepaskan diri dan sedikit mendorong tubuh suaminya.

"Waalaikumsalam, ahmad," lusi membalas salam adik semata wayangnya, terlihat pandangan mata tidak suka ahmad pada laki laki di dekat kakaknya yang tak lain kakak iparnya. Sedangkan ardan terlihat canggung.

"Ada apa mas ardan kemari, masih ingat dengan tangungjawab rupanya," ucap ahmad lugas langsung menohok ardan, "kamana aja selama ini ? " ahmad semakin nyolot terlihat anak muda yang baru lulus sma ini menahan amarahnya.

"Maafkan, mas ardan, " ucapan ardan lirih mendekat ke arah ahmad, namun sayang pemuda itu meninggalkan mereka, ahmad masuk rumah dengan kekesalan hatinya, terbuat dari apa hati kakaknya, yang begitu saja memaafkan suaminya. Dasar perempuan ndak punya prinsip. mau aja dibodohi laki laki kayak gitu ndak jelas.

"Mat, panggil mbakmu untuk sarapan, dia harus makan, perutnya ndak boleh kosong, sekalian juga ama suaminya," si mbah main suruh aja sama ahmad, ndak ngerti ada yang lagi kesel lihat kemesraan mereka di teras tadi, merusak pemandangan anak polos aja batin ahmad.

"mbah panggil sendiri, lagi males, ahmad mau mandi kringetan habis lari lari tadi," jawab ahmad langsung menuju kamar mandi menyembunyikan diri, kalo ndak si mbah mana mau denger alasan apapun penolakan atas permintaannya sebagai si ndoro sepuh semua mesti langsung dituruti, hemm ahmad merasa susah hidupnya. Meski dalam hati kecilnya merasa salah juga, si mbah yang selalu menjaga dan merawatnya karna ibunya harus jauh dari rumah untuk memenuhi kebituhan mereka.

"He ! dasar bocah, wong tinggal manggil aja lho kok, alasanmu uwakeh tenan to," omelan si mbah berlaku pada siapa saja tanpa pandang bulu.

"Lusi, nak ardan ayo masuk makan dulu," si mbah berdiri di depan pintu dan meneriaki sepasang suami istri yang nampak bergandengan mendekat ke arah si mbah, ardan pun mencium punggung tangan wanita tua dengan lembut, " maafin ardan mbah," ungkap hati ardan terdalam pada nenek istrinya ini yang telah menjaga calon anak dan istrinya. "wes ra popo ( dah dak papa ) ancen wong bebojoan iku kudu podo ngertine ora mung emosi sing dituruti ( suami istri harus saling mengerti tidak cuma mengedepankan emosi )," pesen si mbah sama cucu dan menantunya. " iya mbah, maaf" ardan kembali meminta maaf pada orang tua yang ndak sama sekali memarahinya karna keegoisannya. "sing penting kowe kudu njogo anak bojomu, ( yang penting kamu harus menjaga anak istrimu ) " si mbah akhire ngelus punggunge ardan bentuk memberi dukungan dan kasih sayangnya.

"Ayo mas maem dulu, " lusi menarik tangan suaminya, karna perutnya dah berbunyi alarm alam.

"ahmad mana mbah, " tanya ardan setelah duduk di meja makan kayu dengan empat kursi melingkar di meja makan oval yang tidak begitu besar. " tuh, lagi di kamar mandi, makan dulu aja, lusi kan harus ngajar, " kata si mbah.

Ardan melihat meja makan sudah tersaji masakan penggugah seleranya, nasi goreng seafood, masih ditambah ada udang goreng kriuk kesukaannya, ardan sudah menelan air liurnya. Lusi mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng dan memberikannya pada suami dan mengambil kembali untuknya sendiri, mereka berdua makan dengan lahap tanpa berkata kata, memang si mbah meski sudah tua tapi jangan ditanya masakannya maut dan diturunkan sama ibu lusi yang sekarang kerja di negeri jiran sebagai koki restoran dengan gaji ringgit yang lumayan besar.

Kamar mandi dibuka dengan sedikit keras dan ditutup kembali dengan menimbulkan bunyi yang bikin kaget orang di sekitarnya, " Hei, dasar bocah, ndak bisa pelan apa ? sampe mbak kaget tahu ndak kalo tersedak nasi goreng bisa sakit sampe tenggorokan, " lusi ngomelin adiknya dengan kesal, " Dak sadar ya dasar bucin tuh, mbak dak sadar apa dikadalin suami tuh, main percaya aja dengan kata maaf, " ahmad melirik tajam pada kakak iparnya yang lagi menyuapkan makannya.

"Karna mbakmu ini sayang sama nih laki laki makanya, situ harus hormat sama nih orang tau ndak hukum sopan santun," lusi ngomel dengan tingkah adiknya.

"Mau mbakmu ini jadi janda muda dengan perut buncit, sapa yang mau kalo dak suaminya, hei sadar apa ? " omelan lusi dengan nada yang menurut ardan lucu, membuatnya menghentikan kunyahan makannya takut tersedak.

"iya tahu, tapi kan bisa pura pura marah dulu, kayak di drama drama tv gitu, jangan langsung dimaafin, keenakan tuh orang, " ardan tersenyum dengan gaya keluarga istrinya yang polos, ya mereka orang orang desa yang begitu tulus tanpa bisa berpura pura, dia merasa sangat beruntung.