"Tosssssss!" Teriak Nata sembari mengangkat gelasnya diikuti yang lain.
"Selamat hari kelulusan" Teriak Alvin menimpali.
Tepat pagi tadi mereka semua menerima surat pernyataan kelulusan dari sekolah, pesta ini sengaja diadakan oleh teman Alvin yang juga anak dari pemilik bar tersebut. Meninggalkan SMA dan menuju universitas adalah hal terbaik yang terjadi ditahun ini bagi mereka.
"Ayo kita beri tepuk tangan untuk Nata, yang akhirnya akan tersiksa karena menempuh hari hari di kampus para ekonom" Teriak Joy, pemimpin pesta kali ini.
"Sial lo!" Nata tertawa sembari memukul Joy yang duduk tepat disampingnya.
"Ya gue sempet ga nyangka aja dengan keputusan lo kemarin, gue pikir lo benar benar akan pergi ke MIT" Joy menambahkan.
"Nata ga akan bisa pergi ke MIT, sebelum dia belajar soal luar angkasa. Dia bakal dikirim duluan pake roket sama orang tuanya. Biar jadi penghuni bulan sekalian" ledek yang lain.
"Sialan emang kalian ya! Seenggaknya gue ga jauh jauh banget kayak lo ya Joy. Apa apaan lo, bisa bisanya anak pemilik bar beginian bisa masuk jurusan hukum" Nata menambahkan bercandaan yang lain.
"Itu dia Nat, gue masuk hukum supaya bisa melindungi harta warisan orang tua nanti. Mirip lo kan sekarang?" Bercandaan Nata kini berbalik padanya sendiri.
"Sialan emang lo ya"
"Mari kita berterima kasih pada orang tua kita yang telah membiayai semua kehidupan kita dan akan memberikan warisan yang luar biasa hingga kita bisa hidup nyaman tanpa kekhawatiran. Kalian semua! Bisa minum sepuasnya gratis malam ini!" Teriak Joy meriuhkan suasana.
Alvin sendiri lebih memilih untuk diam mendengar semua lelucon itu, tak ada satupun yang patut ia banggakan dari semua kebanggaan milik teman temannya. Bahkan miliknya sendiri. Mereka semua lahir menjadi anak anak yang tak khawatir akan uang. Semua terjamin, bahkan mereka tak perlu mengikuti ujian masuk universitas karena bisa masuk melalui jalur spesial dari lingkaran bisnis orang tua mereka.
Berkali kali Alvin menenggak bir yang gelasnya terus diisi hingga mulai merasa sedikit pusing, ia menyandarkan tubuhnya di kursi untuk meredakan rasa pusing. Jauh didepan matanya, ia melihat seorang perempuan keluar dari pintu karyawan dan mulai menyajikan beberapa minuman. Beberapa kali Alvin menelan ludahnya saat melihat perempuan itu menguncir rambutnya yang terurai.
Rambutnya yang hitam, matanya yang bulat sempurna, serta senyumannya yang tipis membuat Alvin sesekali ikut tersenyum. Perempuan itu cantik dimata Alvin. Ia merasa iri pada beberapa orang yang bisa berbicara pada perempuan itu. Alvin merasa bahwa ia mungkin takkan kesepian jika berada disana.
"Joy, siapa dia?" Tanya Alvin sembari menunjuk perempuan itu dengan telunjuknya.
Karena Joy mulai mabuk, laki laki itu tak menjawab apapun. Dengan sedikit gontai Alvin memberanikan diri untuk melangkah menghampiri perempuan itu saat meja didepannya kosong. Ia menarik sebuah kursi lalu duduk sembari memangku dagunya dengan tangan.
"Sepertinya anda sedikit mabuk, ingin minuman lain?" tanya perempuan itu saat menyadari Alvin dihadapannya.
"Air putih dan es" Ucap Alvin.
Perempuan itu mengangguk, ia mengambil segelas es dan menuangkan sebotol air putih digelasnya.
"Air dingin adalah yang terbaik" Ia tersenyum lalu pergi menghampiri pelanggan lain.
Alvin terus memperhatikan perempuan itu, ia tertarik pada semua gerak geriknya. Saat perempuan itu tak ada dijangkauan matanya, ia akan mencari. Lalu, saat seseorang mulai menggodanya, ia akan memicingkan mata dan membuat pelanggan lain tak nyaman. Perempuan itu menyadarinya, ia mulai mendekat pada Alvin lalu ikut duduk didepannya. Alvin yang tak siap merasa kaget hingga tersedak minumannya sendiri.
"Ada apa dengan tatapan itu? Aku merasa seseorang terus memperhatikanku dan itu tak nyaman" Tegurnya.
Alvin hanya diam karena tertangkap basah, sebelum ia mengucapkan sesuatu. Seseorang memanggil perempuan itu.
"Oh, jam kerjaku sudah habis. Aku harus pulang sekarang, hati hati dijalan saat anda pulang. Dah.." Perempuan itu melambaikan tangannya sembari tersenyum dan meninggalkan Alvin yang masih terdiam canggung.
Ia memukul kepalanya saat mulai sadar bahwa ia sama sekali tak tau nama perempuan itu. Namun, saat sadar ia benar benar sudah kehilangan perempuan itu.
"Lisa.. Lea... Lena?" Pikirnya mencoba mengingat ingat suara samar yang memanggil nama perempuan tadi. Namun semakin itu berusaha mengingat, semakin kepalanya sakit
Ia membawa gelas miliknya untuk kembali kumpul bersama yang lain, sesaat setelah kembali ia melihat Nata sudah benar benar mabuk. Alvin merogoh kantong Nata untuk menemukan ponsel milik pria itu, ia lalu mencoba menghubungi supir Nata agar bisa menjemput mereka dan segera pulang.
"Lo tau siapa cewek yang tadi disana?" Tanya Alvin pada Joy yang mulai tersadar.
"Yang tadi ngobrol sama lo?" Joy bertanya balik.
Alvin mengangguk.
"Enggak, gue ga hafal semua karyawan disini. Yang gue tau, dia salah satu karyawan magang. Cuma kerja disini saat kita lagi kurang karyawan di akhir minggu" Jelas Joy.
Alvin mengangguk, dibenaknya muncul sebuah harapan agar bisa bertemu dengan perempuan itu lagi di akhir minggu depan. Tentu dia akan datang lagi kesini nanti untuk bertanya.
Alvin mencoba membantu Nata untuk berdiri dan membawanya keluar bar, setelah berpamitan dengan Joy ia ikut masuk kedalam mobil bersama Nata. Sepanjang jalan Nata terus meracau karena menjadi kebiasaan saat mabuk. Ia terus mengeluarkan seluruh isi hatinya yang kini sedang sedih karena tak bisa pergi kuliah sesuai dengan apa yang ia inginkan. Sedangkan Alvin tak bisa tidur karena suara Nata. Ia menatap kearah jalan yang masih ramai meski sudah hampir tengah malam. Dari kejauhan ia melihat seorang perempuan yang siluetnya sama dengan perempuan di bar tadi. Saat mobil melaju pelan melewatinya, Alvin tau bahwa dia adalah perempuan yang sama.
"Pak pak, berhenti sebentar pak. Tolong menepi sebentar" Ucap Alvin terburu buru.
Mobil itu berhenti mendadak dipinggir jalan atas pemintaan Alvin, dengan cepat Alvin keluar dari mobil dan berlari menuju perempuan itu. Ia berdiri disana sembari terengah engah dan menghadang perempuan itu dengan kedua tangannya.
"Mmmh? Kamu!' Sapa perempuan itu saat mengenali pria yang datang padanya.
Alvin mengangguk dan tersenyum.
"Kenapa ada disini?" Tanyanya.
"Aku baru saja lewat dan tak sengaja melihat. Jadi aku berhenti" Jawab Alvin gugup.
Perempuan itu mengangguk, "Lalu?" Tanyanya yang mulai bingung dengan tingkah Alvin.
"Alvin!" Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Perempuan itu terdiam sebentar sebelum akhirnya menyambut tangan Alvin, "Lea"
Alvin tak bisa menyembunyikan senyumannya yang mengembang, ia menarik tangannya saat sadar bahwa jabatan tangannya sudah terlalu lama dan membuat perempuan itu tak nyaman.
"Mau kuantar pulang?" Tanyanya.
Perempuan itu menggeleng, "Rumahku sedikit jauh darisini, tak perlu repot repot"
"Emmmm, tak apa. Ayo naik, aku tak menyetir sendiri. Jadi, jangan khawatir" Alvin sedikit memaksa.
Pada akhirnya Lea ikut masuk kedalam mobil, ia duduk didepan karena Nata ada dibelakang bersama Alvin. Setelah keluar dari keramaian, akhirnya mereka sampai didepan rumah Lea. Lea turun dari mobil lalu berpamitan setelah berterima kasih. Saat menuju arah keluar perumahan, Alvin menyadari sebuah mobil yang ia kenal juga baru saja keluar darisana.
"Pak!" Teriak Alvin sembari membuka kaca mobil.
Mobil itu berhenti tiba tiba, Alvin keluar mobil lalu berterima kasih pada supir Nata. Ia masuk ke mobil yang baru saja ia berhentikan. Rupanya, itu adalah mobil yang biasa dipakai ayahnya.
"Untung bapak kebetulan ada disini, jadi aku tak perlu membawa mobilku dari rumah Nata" Ucap Alvin setelah masuk kedalamnya.
Pria paruh baya itu tertawa sedikit karena merasa canggung.
"Bapak habis darimana? Kenapa malam malam begini masih diluar?" Tanya Alvin tiba tiba.
"Emmh, bapak habis antar tamu Ayahmu" Ucap pria paruh baya itu berhati hati.
Alvin mengangguk, "Tamu, atau simpanan ayah?" Ledeknya.
Pria itu terdiam, tak merespon ucapan dari Alvin. Alvin pun menutup matanya karena rasa kantuk dan tertidur sampai kerumah.