webnovel

DAMAR The Breath of Gold and Silver

Suatu hari Damar, seorang pemburu berusia lima belas tahun menemukan seekor anak naga kecil berwarna perak menyala di Hutan Vardelle. Pertemuannya pada anak naga itu merubah hidupnya menuju takdir yang mengerikan. Ditemani oleh Alazar si penyihir misterius dan sahabatnya Will. Damar belajar berbagai hal mengenai Benuanya Farland dan sejarah masa-masa suram raja-raja manusia, peri dan Wildster. Alazar juga mengajari Damar ilmu pedang dan sihir karena ternyata Damar adalah seorang Savior, para penerus klan kuno peri sebagai penyeimbang Farland. Berbekal ilmu dari Alazar, Damar harus mengahadapi takdir gelap untuk menjadi satu-satunya kandidat yang setara dengan Raja Zenoth, si Savior penghianat.

Gian_Ganevan · ファンタジー
レビュー数が足りません
21 Chs

13. SEBUAH NAMA

Mata Damar terbuka ketika dia merasakan sakit yang terasa berdenyut di punggungnya. Samar-samar dia melihat naganya melompat-lompat mengejar capung\ kecil berwarna kuning. Seperti sesosok kucing yang haus bermain dengan boneka mainan.

Damar tersenyum menatapnya, tetapi rautnya berubah menringis ketika punggungnya terasa sangat ngilu. Dia meraba tepian punggungnya dengan tangan, menekan perlahan dan ia mengeryit. Sakit sekali, penyihir tua itu melatih kami sungguh-sungguh.

Di samping bekas api unggun dengan sisa bara api kayu menyala, dia melihat Will yang sama terpuruknya, duduk menatap ke nyala bara api. Warna biru khas terlihat di lengan dan betisnya yang lebam. Ia bangkit dan mendekati Will lalu berkata, "rupanya kita babak belur."

Will mengeram sejenak, dan akhirnya menjawab. "Alazar memang kuat, sudah sepantasnya kita dibuat seperti ini, aku semakin penasaran akan jadi petarung seperti apa kita jika melawannya setiap hari."

Damar mengangkat alis, "melebihi prajurit gallardian mungkin?"

"Pasti, tentunya aku bisa menghajar Hans lebih mudah," katanya mencoba tertawa mengejek.

"Lalu, dimana Alazar?" tanya Damar, melirik sekeliling.

"Berburu, dia menyuruh menunggu."

"Bukankah itu sebuah kesalahan? Menyuruh pemburu seperti kita menunggu makanan dari seorang pemburu?" Damar mengerutkan dahi.

"Aku pun begitu, aku memintanya untuk ikut berburu tapi dia melarang dan menyuruh kita di sini, mengawasi naga itu."

Dia memperlakukan kami seperti anak kecil, pikir Damar.

"Waktu kita tidak banyak untuk memburu makanan, sekalipun kita membawa cadangan makanan dari Garreth, kita tidak bisa menghabiskannya dengan terburu-buru," kata Alazar sambil menggopoh dua iguana besar yang bergelayutan di pundaknya.

"Kau sekarang meremehkan kemampuan berburu kami?" kata Damar.

"Bukan begitu," katanya menaruh iguana itu dan mengulitinya. "Kita harus meninggalkan tempat ini sesegera mungkin, percayalah mungkin morgul sedang mengintai kita dari kejauhan. Kemampuan berburu kalian hebat saat kalian berada di Vardelle, tapi tidak daerah ini, rusa dan kancil telah membuat kalian berpikir sesumbar."

"Di luar wilayah Vardelle, perburuan jauh semakin lebih sulit, kalian tidak akan bisa selalu mengandalkan mamalia berkaki empat di wilayah ini untuk dimakan. Medan yang asing untuk kalian tentunya akan semakin menumpulkan aliran waktu, semakin lambat waktu terbuang semakin tajam pedang musuh, semakin tercium aroma tubuh kita dan kesempatan Uzieg menggorok leher kita semakin tinggi."

Damar sejenak bimbang, setelah semenit dia mengerti dan mengangguk, " Aku mengerti."

"Itu sudah cukup, mulai saat ini, aku akan mengutamakan kemampuan kalian dalam pertempuran," setelah itu Alazar memanggang iguana itu dengan membalik-balikkan di atas bara kayu bakar. "Sekarang makanlah sebelum kita beranjak dari sini dan menyisiri Pegunungan Azgarad."

Fajar sudah hampir tiba ditandai cahaya matahari yang mengintip di balik horizon, menampilkan pendar kebiruan yang senyap. Butiran kabut tadi malam mulai mengumpul menjadi butiran-butiran air seperti bola kaca kecil di tepi rerumputan. Suhu dingin mulai berkurang dan serangga mulai menampakan diri di balik dedaunan dan bunga yang mekar.

Begitupun naga perak yang melecutkan ekornya. Menyibak butiran air yang terpencar di udara. Sambil menyambar potongan daging kering yang Damar lempar di udara. Ia melakukannya Selagi mereka menikmati sarapan iguana liar bakar. Bagaimanapun naga itu tidak boleh kelaparan.

Dalam lamunannya, sesuatu hal yang menurutnya penting muncul dalam benak rasa ingin tahu Damar.

"Perlukan kita menamai naga ini?" katanya sambil melemparkan lagi beberapa potong daging yang langsung disambar dengan cepat.

"Ketika ikatanmu dengan naga itu semakin kuat, kau yang menilai tindakan itu perlu atau tidak," Jawab Alazar.

"Menurutku itu perlu, kau yang menemukan naga itu dan membawa takdir besar bersamanya. Kurasa nama adalah ikatan yang kuat," kata Will.

"Aku sempat membayangkannya, tetapi aku tidak mempunyai ide apapun tentang namanya."

"Kurasa aku akan membantumu," kata Will, ia mengusap dagunya berpikir sejenak. "Bagaimana dengan Bonny?"

"Nama itu membuatku geli."

"Norda? Braga? Melda?" Will melanjutkan.

"Tidak semua yang kau sebutkan buruk, tapi aku ingin nama yang tidak membuatku merasa dia adalah seekor peliharaan," kata Damar muram.

"Nama-nama apa saja yang sudah diberikan elf terdahulu untuk para dragona?" katanya melirik Alazar.

Mendengar pertanyaan Damar, Alazar tertegun. Ia diam sejenak dan menyusuri ingatannya lalu berkata, "sang kekar 'Halovos', sang tanduk 'Triham', si peremuk 'Lamden', sang auman 'Gragar'."

Nama-nama itu membuat Damar kagum. Ia mencerna setiap julukan dan nama yang para elf berikan untuk seekor mahluk legenda yang hampir punah. Para elf tidak memberi nama mereka berdasarkan kesukaan mereka atau nama yang lucu.

"Pikirkanlah sebuah nama yang menjadi ikatanmu dengannya, Damar," kata Alazar. "Nama yang membuatmu bukan hanya mengingatnya, tetapi merupakan suatu kekuatan dan kesatuan yang utuh."

Mendengar itu, Damar mencoba berpikir, tentang ikatanya dengan naga itu, tentang kemampuannya, keahliannya, dan hal pnting yang membuatnya menyatu dengan naga itu, tetapi ia tetap kesulitan.

"Halovos yang dalam bahasa elf artinya 'sang kekar' di namai atas kekaguman si enchanter Faerondal dengan guratan dan kemegahan otot sang naga yang bertengger di puncak pegunungan Beorn. Enchanter Eyrindor mengagumi kemegahan tanduk sang naga yang rumit dan mengilap saat terkena cahaya senja, ia menamainya dengan 'Triham' yang artinya 'tanduk megah'. Begitupun dengan Lamden sang peremuk, dan Gragar. Kemegahan mereka adalah keistimewaan dalam bentuk kekuatan yang mengikat dengan nama-nama mereka."

Kau benar, nama mereka sangat sepadan dengan keistimewaan yang naga itu bawa sejak lahir! katanya dalam hati.

Sekali lagi Damar merenung, ia mengingat kembali pertemuannya dengan naga itu di Goa Sidepide. Keistimewaan apa yang ia miliki, yang membuat dirinya tertegun dan kagum pada dirinya. Bukan soal sejauh apa dia melompat dan menyambar makanan, bukan pada lecutannya saat dia menunggu potongan daging selanjutnya. Ini berdasarkan pada keistimewaan dirinya.

Ada satu hal yang membuatnya tersentak, apa yang pertama kali dia lihat dan membuatnya terkagum. Dia mendapatkan sebuah ide nama tetapi bimbang. Ia kemudian menatap Alzar dan berkata, "Perak! Apa kau tau bahasa elf 'perak'?"

Alazar terlihat kaget mendengarnya, senyum tipis terlihat dari rautnya.

"Silvhaara".

"Naga ini, dengan kilauan perak yang memesona, membuatku mengerjap dan kagum. Pantulannya mengilap seolah mengipnotisku dan membuat ototku melemas. Sebuah logam mulia yang hidup dengan warna khas yang berkilauan dan bernapas," Damar berhenti dan kata-katanya mengambang.

"Sang napas perak, Silvar."

"Silvar, nama yang bagus dan kuat!" kata Will.

"Nama itu sudah sangat tepat. Panggilah dia dengan nama itu kapanpun saat kau melihatnya, saat kau berbicara dengannya melalui bahasa benak, saat kau berinteraksi dengannya dan saat kondisi tersulit apapun kau bersamanya."

Perasaan lega menyelimuti dirinya, tepat saat dia menatap naga itu yang terbaring di balik rerumputan hijau bermandikan cahaya pagi. Warna peraknya menyilaukan dan berpadu dengan butiran embun yang menempel di sisi-sisi sisiknya, sebuah konstelasi yang sempurna bersama alam.

Damar menarik napas dalam, memenuhi paru-parunya dengan udara segar penuh aroma yang menang lalu meregang.

"Silvar!"

"Baiklah! Urusan kita selesai di sini," kata Alazar bangkit dan bersiap. "Sudah waktunya kita melanjutkan apa yang menjadi tugas kita selanjutnya, kita akan melewati pegunungan Azgarad dan menuju ke desa Acton untuk mendapatkan kuda."

Mereka bertiga, bergerak, menguatkan tali ransel dan perlengkapan lainnya. Melangkahkan kaki menuju petualangan lain di depannya.