"Lama tidak bertemu, Momonga."
Pada saat ini, Asheel sedang duduk bersila di sebuah ruangan yang tampak mewah. Ruangan ini tidak memiliki kursi, melainkan hanya karpet yang digunakan untuk menyambut seseorang dengan cara kehormatan Jepang masa tradisional.
Suasananya juga pas karena terdapat pintu besar terbuka yang langsung menampakkan pemandangan langit berbintang.
Asheel merasa ini adalah tempat paling cocok untuk mengobrol dengan teman lamanya, yaitu Momonga. Jujur saja, dia merasa jika sudah lama tidak bertemu dengannya.
"Ini hanya beberapa tahun, aku yakin waktu ini sama sekali tidak lama bagimu." Momonga, yang adalah seorang Undead dengan penampilan seperti skeleton raksasa, mengeluarkan kata-kata dari mulut tengkoraknya.
Jika dilihat dari jubahnya, siapapun akan tahu jika Momonga adalah seorang skeleton penyihir.
"Ya, beberapa tahun...." Asheel memikirkan jika distorsi waktu telah menyebabkan perbedaan kecepatan waktu yang dia alami dengan Momonga.
Namun bagi Asheel, ribuan tahun yang dia lalui sama saja dengan beberapa tahun yang dikatakan Momonga.
Dia mengeluarkan sebotol wine dari balik bajunya dan juga cawan untuk dua orang.
Melihat itu, Momonga segera berkata: "Aku tidak akan minum."
"Ayolah kawan, tidak setiap waktu kita bisa mengobrol seperti ini." Asheel bersikeras, sebelum melanjutkan: "Bukankah kau bisa menumbuhkan daging untuk kembali menjadi 'manusia'?"
"Aku adalah Undead! Jangan samakan aku dengan mereka!" Momonga mengelak dengan sedikit meninggikan suaranya.
"Haha, kau sudah hampir kehilangan kemanusiaanmu sepenuhnya!" Asheel mengatakannya dengan bercanda, tapi tatapan matanya sangat serius.
"Sejak hari itu, aku terlahir kembali menjadi seorang Overlord, dengan setiap waktu yang aku habiskan akan mengikis kemanusiaanku yang tersisa. Ini tak bisa dihindari! Rasa peduliku hanya untuk orang-orang dari Makam Besar Nazarick!"
"..." Asheel meneguk wine yang telah dituangkan, sambil menatap Momonga dengan tidak setuju. "Menurutku, kemanusiaan masih menjadi sesuatu yang penting untuk kita."
Asheel mengatakan seperti itu karena Momonga sudah tidak bisa merasakan emosi apapun. Dia akan terpicu hanya saat berhadapan dengan orang-orang dari Nazarick ataupun orang yang bersangkutan dengannya.
Raja dengan sifat seperti itu sama sekali tidak ideal bagi Asheel, bahkan meskipun kekuatan yang dipegangnya mutlak.
Momonga akan memperlakukan orang yang dianggapnya berguna dengan baik, sedangkan dia akan membunuh siapapun yang dia anggap musuh.
Ibaratkan permen dan cambuk.
Itu adalah sifat seorang Raja pada umumnya, dan Asheel juga setuju dengan cara itu. Namun, mau sekejam apapun seorang raja terhadap musuhnya, tapi dia harus bisa memperlakukan rakyatnya dengan baik pula, bahkan jika kebaikan itu tidak secara langsung dilihat oleh orang-orangnya.
Hal itulah yang bisa membuat seorang Raja mempertahankan kemanusiaannya.
"Momonga, kau harus menumbuhkan kembali kemanusiaanmu lagi." Asheel menyarankan sambil tersenyum tipis.
"Cukup, itu bukan topik utamanya, kan?" Momonga ragu-ragu sejenak, setelah itu tampak jika dari sela-sela tulangnya tumbuh daging yang dengan cepat terstruktur menjadi tubuh manusia.
Tubuhnya masih sama besarnya, namun dalam wujud manusia ototnya terlihat sangat kuat dibalik jubah hitamnya. Rambutnya yang panjang berwarna hitam dengan ujungnya runcing hingga mengalir ke punggungnya. Matanya masih sama menampilkan kilauan merah yang tampak jahat.
Momonga dalam wujud itu meneguk segelas wine yang dituangkan oleh Asheel. Kemudian dia melihat ke arah lawan bicaranya yang akan mengatakan sesuatu.
"Kau tau, aku sudah menghancurkan dunia asalmu menjadi tak tersisa."
Pergerakan Momonga terhenti mendengar perkataannya, tapi tidak lama dia melanjutkan menuangkan wine ke dalam cawannya.
"Begitu."
Perkataannya yang tenang menandakan jika dia hanya sedikit terkejut. Padahal itu berarti jika teman-temannya yang seharusnya dia perjuangkan untuk bisa bertemu kembali atas dasar kerinduannya, sudah mati oleh temannya sendiri.
"Tidak ada yang bisa dilakukan. Toh, mereka pada akhirnya juga akan mati karena mereka hanyalah manusia. Terlebih, aku tidak ingin melihat dunia yang hancur itu lagi."
"Hehe, mendengarmu berkata seperti itu, apa yang pernah kau katakan atas kepedulianmu terhadap anggota guild terasa seperti lelucon."
Momonga melihat dirinya sendiri dari pantulan wine yang dia pegang di cawan. "Setidaknya, aku pernah merasa seperti itu."
"Yah, hanya ini yang ingin kukatakan padamu. Ngomong-omong, apa rencanamu selanjutnya?" Asheel bertanya.
"Tidak ada, mungkin hanya mendekorasi realm kematian yang pernah kau ciptakan untukku."
"Begitu, aku senang kau menyukainya." Asheel tersenyum puas.
Setelah itu, keduanya berada dalam keheningan yang nyaman sekali lagi. Sambil diterangi cahaya bulan, suasana itu tampak spesial bagi mereka untuk minum bersama.
Setelah memikirkannya sejenak, Momonga membuka mulutnya: "Kau juga, apa yang coba kau sampaikan dengan tampilan senyummu selama ini sejak kau kembali?"
"....." Asheel menatap Momonga dengan tidak terduga. Dia mengamati jika wawasan Momonga bertambah sebagai ganti kemanusiaannya yang semakin terkikis.
"Maaf atas pertanyaanku sebelumnya--"
"Tidak, kau tidak perlu minta maaf."
Asheel segera menyelanya sebelum Momonga menyelesaikan permintaan maafnya.
"Hanya saja ... ibaratkan jika aku telah terlahir kembali dan harus merasakan emosi manusia sekali lagi."
Momonga sepertinya mengerti apa yang sedang coba Asheel sampaikan. "Dengan keadaanmu yang seperti itu, atas dasar apa kau mengatakan jika kemanusiaan sangat penting bagiku?"
"....." Asheel menatap Momonga dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Itu ... karena setidaknya aku selalu berusaha menumbuhkan kemanusiaan walaupun itu hampir sia-sia.
Tapi berkat sedikit hasil itu, aku mampu menjadi diriku yang sekarang."
Meski dalam hatinya Asheel merasa ingin muntah setelah mengatakan hal 'benar' seperti itu, tapi dia tetap mempertahankan senyumannya di luar.
Setidaknya, hanya ini yang bisa dia katakan terkait kasus Momonga, seorang manusia biasa yang tiba-tiba dipaksa untuk menjalani kehidupannya sebagai Undead, yang mana keadaan tubuh dan mental Undead tidaklah sama seperti manusia normal.
Memang butuh beradaptasi, namun semakin Momonga menerima dirinya sebagai Undead, kemanusiaannya akan semakin terkikis. Meski pernah merasakannya sendiri, namun Asheel hampir tidak mengetahui apapun tentang kemanusiaan. Dia hanya merasa jika rasa peduli juga ada berkat rasa kemanusiaan. Jika sifat itu hilang, akan jadi apa Momonga nantinya?
Asheel sudah mengetahui jawabannya dari lubuk hatinya. Momonga akan kembali ke sifat alaminya sebagai Undead yang kewarasannya bengkok. Seolah Momonga hanya menginginkan energi keputusasaan dari lingkungan sekitarnya.
"Yah, selama tidak separah itu. Tidak akan ada yang bisa menghentikanmu." Asheel menghela napas pada akhirnya.
Setelah merenung sejenak, Momonga membuka mulutnya: "Akan kupikirkan mengenai saranmu. Terimakasih telah memberi masukan kepadaku."
"Yah, itu tidak masalah sama sekali." Asheel melambaikan tangannya dengan santai. Dia memerlukan topik baru, jadi dia bertanya: "Omong-omong, apakah ada yang membuatmu tertarik dari dunia ini?"
"Hmm?" Momonga meneguk minumannya sebelum menjawab dengan cemberut: "Yah, cukup menarik untuk bisa bertemu dengan para makhluk mitologi yang berasal dari referensi bumi. Hanya saja, ada orang bodoh yang menyebut dirinya Dewa Kematian di dunia ini. Aku tidak menyukainya."
"Oh ... ada juga yang seperti itu, ya...." Asheel tetap menampilkan wajah hebohnya meski hampir tidak tahu apa-apa tentang mitologi-mitologi yang disebutkan Momonga.
Asheel tidak pernah merasa tertarik, yah dia hanya sedikit tahu dari mulut Sera.
Setelah itu, mereka mengobrol selama satu jam sampai menghabiskan beberapa botol wine, dengan Asheel dan Momonga yang berpura-pura mabuk sambil menikmati minumannya.
Asheel merasa waktunya sudah cukup untuk dia kembali ke kamarnya. Dengan kepergian Asheel, Momonga juga meninggalkan tempat itu dengan «Gate» menuju realm kematiannya setelah keduanya berpamitan.
Tampaknya Momonga menyukai tinggal di tempat barunya.
...
Rencananya Asheel akan kembali ke kamarnya dan bersenang-senang dengan Sera, hanya saja Demiurge menghentikannya di tengah jalan.
Dan karena itulah mereka berada disini.
"Jadi, apa yang ingin kau sampaikan?"
"Baiklah, atas izin Asheel-sama untuk berbicara, saya tidak akan membuang-buang waktu Anda yang berharga. Jadi, saya akan memulai laporannya...."
Bla bla bla. dan seterusnya.
Asheel duduk di kursi utama sambil mendengarkan Demiurge melaporkan.
Laporan itu hanya mengenai temuannya Demiurge di dunia ini, informasi yang telah dia temukan, pihak yang akan berurusan dengannya, serta kemajuan penelitian teknologi yang dikembangkan olehnya.
"..... Rupanya, baru-baru ini mulai berdatangan makhluk-makhluk dari alam akhirat yang mengintai kota ini. Mungkin dalang yang memerintahkan mereka mulai waspada terhadap kita dan ingin segera mengambil tindakan. Yah, dengan respon yang begitu terburu-buru, saya yakin apa yang telah kita lakukan sejauh ini ternyata mengacaukan alur rencana yang telah mereka buat."
"Makhkuk dari dunia akhirat?" Asheel bertanya.
Demiurge tidak keberatan dengan Asheel yang sepertinya tidak peduli dengan apa yang dia sampaikan. Dia hanya menyesuaikan kacamatanya sambil tersenyum, "Ya, tampaknya mereka disebut Grimm Reaper."
"Dan dalangnya...?"
Demiurge mengambil kertas laporan lain dan meletakannya di depan meja Asheel sambil mengatakan, "Dewa Kematian, Hades."
"....." Asheek tertegun sejenak.
Wow, kebetulan yang menakjubkan!
"Jadi ini yang ditargetkan Momonga."
Asheel melihat ilustrasi tengkorak yang duduk di singgasana sambil memakai banyak perhiasan emas ditubuhnya.
"Jika dilihat dari penampilannya, sepertinya dia mahir dalam mengendalikan jiwa." Asheel berkomentar.
Demiurge bahagia, "Seperti yang diharapkan dari Asheel-sama, Anda langsung mengetahuinya. Tidak, saya yakin Anda telah melihat lebih dari itu yang bahkan tidak saya sadari. Saya berjanji akan bekerja lebih keras lagi!"
Asheel ingin mengatakan jika Demiurge juga bisa sesekali bersantai, tapi sepertinya itu tidak mungkin. Tidak mudah untuk meyakinkan Demiurge karena pada akhirnya upaya itu akan menghasilkan kesalahpahaman lain.
"Bagus jika kau mengetahuinya, selama kalian tetap mengabdi pada Nazarick, itu saja sudah cukup."
Asheel hanya mengatakan dengan santai, tapi itu terdengar seperti peringatan di telinga Demiurge.
Setelah menenangkan gejolak emosi di hatinya, Demiurge memberi tahu Asheel tentang hal lain:
"Shalltear sepertinya sudah tidak sabar untuk berbincang dengan Anda. Saya yakin dia membawa kejutan untuk Anda."
"Oh, aku menantikannya." Asheel sepertinya sudah mengetahui apa kejutan itu setelah memikirkannya sejenak. "Siapa yang akan kau gunakan untuk menangani para Grimm Reaper itu?"
"Untuk menangani tentang masalah para penyusup itu, saya ingin melepaskan 'dia' untuk menyelesaikannya. Anda mungkin lupa, tapi dia adalah proyek eksperimen yang sangat menarik karena mampu belajar kemampuan baru dengan sangat cepat menggunakan 'talent'nya. Yang sangat disayangkan adalah kegilaan obsesinya ke Asheel-sama."
Asheel mengingat seorang wanita half-elf yang sepertinya selalu melompat untuk memerkosanya setiap kali dia melihatnya. Meskipun Asheel sudah memukulinya berulang kali, hasrat seksual yang ditunjukkan wanita itu malah meningkat dan keinginan untuk membuat keturunan dengannya semakin kuat.
Terakhir kali, Asheel melihatnya sedang dirantai di penjara lantai 5. Kekangannya pun sangat kuat hanya karena dia sangat gila sambil membawa kekuatan yang begitu besar.
Dia yakin jika wanita itu muncul di hadapannya sekali lagi, dia akan menghajarnya karena reflek.
"Meski dia sangat merepotkan, tapi kegunaannya lebih besar. Dia adalah kelinci percobaan yang bisa menarik minatku."
"Saya sepemikiran dengan Anda." Demiurge tersenyum. Setelah mempertimbangkannya sejenak, dia melanjutkan: "Saya tidak ingin mengganggu waktu Asheel-sama yang berharga lebih lama lagi, oleh karena itu saya akan pamit. Selamat malam, Tuhanku."
Melihatnya membungkuk dengan pose kesetiaan, Asheel beranjak dari kursinya dan menepuk bahunya.
"Yah, selamat malam, Demiurge."
Asheel melambaikan tangannya setelah berjalan melewatinya. Saat berjalan menuju ruangannya, dia memikirkan tentang Shalltear yang disebutkan Demiurge dalam laporan terakhirnya.
"Biasanya Demiurge tidak akan melaporkan sesuatu menyangkut seperti itu, apa itu artinya dia telah berhasil? Aku lupa untuk memujinya..."