Aku bawa tabung gas berwarna hijau menuju warung pak Wawan, dasar emang rezeki disana istrinya pak haji Wawan yang sedang duduk menunggu pembeli.
"Assalamualaikum, eh Bu saya mau beli gas."
"Waalaikum salam, iya silahkan."
Bu Isah nampak kesulitan mencari gas yang masih isi, karena memang ada 3 tumpuk tabung gas dan kebetulan tabung gas yang isi ada dibawah.
"Nak..."
"Panggil saja saya Ipul."
Nampaknya Bu Isah kesulitan untuk mengambil tabung gas, tapi dia nampak tahu untuk meminta tolong kepadaku.
Dia masuk ke dalam rumah dan tak lama berselang keluar pak Wawan dengan memegangi pinggangnya.
"Eh ada kamu Ipul, kenapa ibu gak minta bantuan sama Ipul."
"Ibu gak enak pak."
Benar saja rupanya Bu Isah ragu meminta tolong kepadaku, aku juga tidak tega kepada pak Wawan yang kesakitan harus mengambil tabung gas.
"Biar saya saja pak, saya tadi gak tahu tiba-tiba saja ibu langsung masuk."
Tanganku langsung belepotan karat yang terdapat pada rantai yang dipakai untuk menyikat tabung gas.
"Pak, saya boleh numoak cuci tangan?"
"Masuk saja Pul, tuh dibelakang."
Aku masuk dan langsung menerobos kamar mandinya, aku agak kecewa karena kamar pak haji Wawan ada di lantai 2.
Saat berada dikamar mandi aku lihat-lihat area sekitar sampai aku lihat pakaian kotor milik pak haji Wawan dan Bu Isah, sejenak aku menelan ludah dengan keadaan tersebut. Aku berpikir kenapa aku jadi mupeng gini, sampai-sampai hal yang tak pernah aku lakukan pada barang istriku dilakukan disini.
"Gila bau juga vaginanya."
Aku hirup celana dalam Bu Isah, baunya agak menyengat dan bisa dibilang lebih bau daripada milik istriku.
"Nak Ipul? Udah dikamar mandinya, saya kebelet."
"Eh, iya Bu."
Untung saja Bu Isah gak curiga karena cuci tangan saja aku harus tutup pintu, tapi jantungku berdetak kencang ketika aku liyada seberkas cahaya dari lubang pintu. Aku sadari kalau pintunya sudah cukup rusak pada bagian gagang dan kuncinya.
Aku keluar kamar mandi dan meminta maaf kalau aku terlalu lama dikamar mandi, dia pun tidak mempermasalahkan aku yang lama disana.
Saat ke warung aku dapati kalau pak Wawan sudah tidak ada, sementara aku belum membayar tabung gas yang aku beli.
"Ahh.."
Aku dengar suara hempasan orang di kasur dan itu dari lantai 2, rupanya itu haji Wawan yang ada disana.
Selagi menunggu entah setan apa yang merasukiku sampai aku nekad untuk mengintip bu Isah yang sedang kencing, tapi saat aku mengintip rupanya Bu Isah hendak memakai celana dalamnya. Aku dapat melihat betapa lebatnya bulu kemaluannya, lantas aku sadari kalau Bu Isah tidak mencuci tangannya usai cebok.
Aku pura-pura menunggu di warung, tak lama berselang keluarlah Bu Isah dengan tangan basah usai cebok. Uang Rp 50.000 aku keluarkan guna membayar tabung bas yang aku beli, saat hendak mengambil kembaliannya aku sedikit terpeleset dengan plastik yang ada dilantai.
"Innalilahi."
Aku pegang tangan kanan Bu Isah dan itu membuat dirinya condong ke arahku, saat itu tangan kirinya menahan dan ada di pundakku.
"Buset baunya masih terasa."
Aku bisa cium aroma vaginanya walaupun jaraknya cukup jauh, anehnya birahiku meningkat kembali dan buru-buru aku pulang.
Saat sampai di rumah aku dapati kalau anakku sudah pergi sekolah, istriku juga belum mandi. Sebenarnya aku ogah kalau harus berhubungan badan pada siang atau pagi hari, selain aroma keringat yang tidak nyaman hasil semalam saja belum aku bersihkan.
"Ayo neng!"
"Kemana kang?"
Aku tarik istriku ke kamar dan langsung aku buat dalam posisi ngangkang, dia nampak kaget dengan apa yang aku lakukan. Karena dia tahu kalau aku jarang menjilati kemaluannya.
"Kang, neng belum bersihkan."
Aku buka celana dalam istriku dan aku benamkan wajahku pada vaginanya, aroma pesing serta aroma cairan peraduan semalam masih terasa. Aku coba menahan muntah dengan mengeluarkan lidahku, tapi tetap tidak berhasil bahkan aku hampir mengeluarkan air mata saking tidak tahannya.
Guna menutupi kelemahananku maka dengan segera aku gagahi istriku penuh nafsu, aku bayangkan kalau yang aku tiduri ini adalah Bu Isah. Beberapa kali aku pejamkan mataku dan ketika membukanya aku menatap istriku seolah itu Bu Isah.
Usia ejakulasi aku merasa menyesal karena khayalanku akan bi Isah pasti kan menyakiti istriku, saat dia menyandarkan kepalanya pada dadaku beberapa kali aku cium kepalanya yang sudah berbau keringat.
Ciuman itu tanpa permintaan maafku secara tidak langsung karena telah mengkhianatinya kendati tak langsung.
Tamat.