webnovel

Toilet Privat

Perdebatan Aksa dan Naraya tidak berhenti dengan segera. Sampai akhirnya datang Bang Arnan yang hendak mengajak Naraya naik. Tentu saja Bang Arnan kaget melihat perdebatan yang terjadi di depan toilet itu.

Karena tidak ingin menimbulkan keributan yang lebih besar, Bang Arnan pun langsung melerai pertikaian yang dia tidak tahu penyebabnya apa.

"Aksa! Kenapa kalian malah berdebat di sini? Apa yang terjadi?" tanya Bang Arnan yang sudah menarik Aksa sedikit menjauh dari Naraya. Terlihat juga Mega yang datang menghampiri seniornya dengan tatapan bingung.

"Kak, lagi ngapain bareng Kak Aksa di sini? Kok bisa ketemu dia?" bisik Mega yang belum mengetahui adanya perdebatan karena tadi dia sempat keluar untuk menemui rekannya yang mengantar berkas yang tadi ketinggalan.

"Ini, nih. Gue tangkap basah orang yang mesum di toilet karena nggak bisa sewa kamar," ketus Naraya dengan nada bicara yang sedikit meninggi.

Aksa yang tidak terima dikatai mesum sudah siap maju untuk membuat mulut gadis itu bungkam. Tapi, dengan cepat Bang Arnan menahan tubuhnya dan malah kesal di tempat.

"Jaga omongan lo, ya!" bentak Aksa.

"Apa?! Benar, kan, apa kata gue? Lo itu laki-laki nggak modal yang hanya bisa buat mesum di toilet umum, toilet kantin lagi," balas Naraya dengan nada mengejek.

"Lo—"

"Udah-udah. Jangan ribut di sini. Kalau ada yang liat gimana?" lerai Bang Arnan.

"Biarin. Biar orang-orang tahu kalau ada idol yang mesum nggak modal di sini."

"Naraya, sebaiknya kita naik dan bicara soal perform yang lo maksud kemarin. Dan untuk masalah ini, kita bahas nanti setelah urusan pekerjaan selesai," ucap Bang Arnan akhirnya.

Aksa pun langsung ditarik Bang Arnan menjauh dari Naraya dan temannya. Sementara Naraya memilih untuk menenangkan dirinya dulu sebelum bertemu dengan Bang Arnan dan membahas pekerjaan. Dia tidak ingin urusan kerjanya berantakan karena emosinya yang belum terkontrol.

Keterkejutannya masih menyisakan degupan kencang di dada. Apalagi, bayang-bayang akan keberadaan Aksa di toilet wanita setelah sebelumnya keluar seorang wanita seksi dari sana. Kejadian itu tidak bisa membuat Naraya berpikir positif. Dia sudah terlalu dewasa untuk memikirkan apa yang baru saja terjadi di toilet tersebut.

"Dasar laki-laki mesum nggak modal," cibir Naraya lagi setelah menandaskan minuman yang tadi dia pesan.

Mega masih setia mengusap-usap punggung seniornya itu agar bisa tenang. Melihat dari bagaimana kesalnya Naraya saat ini, dia bisa menebak jika terjadi hal yang tidak baik tadi selama dia pergi. Tapi, dia masih belum berani bertanya mengenai kejadian seperti apa yang sebenarnya terjadi.

"Kak Naraya udah tenang?" tanya Mega lembut.

Dia bersikap seperhatian ini kepada Naraya karena sebelumnya dia mendapatkan pesan dari Wanodya untuk menjaga Naraya dengan baik. Terlebih lagi untuk tidak meninggalkan Naraya berdua saja dengan laki-laki asing.

Mega lagi-lagi dibuat bertanya-tanya dengan maksud dari pesan sahabat seniornya itu. Tapi, karena masih tidak berani dan sungkan, akhirya Mega hanya bisa berbuat apapun sebisa dia tanpa banyak bertanya.

"Kalau bukan tuntutan kerjaan, mana mau gue ketemu sama tuh orang," dengus Naraya yang sudah berdiri dan mengajak Mega untuk segera pergi menemui Bang Arnan. "Yuk."

***

Mega masih memperhatikan tingkah laku Naraya yang duduk di sampingnya saat ini. Pertemuan mereka dengan Bang Arnan yang juga diikuti oleh Aksa dan leader dari The Heal itu sudah berlangsung sekitar 25 menit. Dan selama itu juga, Mega tidak henti-hentinya menatap Naraya dan Aksa bergantian.

Mereka saat ini sedang duduk saling berhadapan di meja bundar yang ukurannya tidak terlalu besar. Di seberang Naraya dan Mega ada Bang Arnan yang diapit oleh Aksa dan Lengkara.

Pembahasan mereka akan sampai pada ujungnya, yang dimana bisa ditangkap dengan jelas bahwa The Heal akan menjadi tamu utama di acara mereka beberapa hari lagi.

"Jadi, konsepnya nanti akan seperti itu. Untuk bagaimana di lapangan nanti, bisa dibicarakan lagi enaknya akan seperti apa," tutup Naraya setelah menyelesaikan pemaparannya walaupun dengan sedikit tangan bergetar di atas paha.

Tatapan Naraya kembali tidak sengaja bertemu dengan tatapan tajam milik aksa. Untuk beberapa detik, tatapan keduanya saling mengunci. Naraya menatap datar ke arah Aksa yang saat ini tengah melemparkan tatapan mengejeknya. Mungkin laki-laki itu bermaksud jahat kepada Naraya.

"Konsepnya bagus dan mungkin anak-anak yang lain bakal suka. Lihat saja sekarang Aksa tidak banyak protes," ucap Bang Arnan yang diakhiri dengan kekehan kecil.

"Iya, nih. Kalau anak ini anteng saat mendengarkan konsep panggung, itu berarti dia puas dengan apa yang akan dia tampilkan nanti," tambang Lengkara.

Naraya hanya bisa tersenyum simpul menanggapi perkataan dua orang itu. Tapi, sebenarnya di dalam hatinya, Naraya mencibir laki-laki yang masih menatapnya itu. Memangnya sehebat apa, sih, orang itu sampai-sampai keputusannya sangat bergantung pada suka atau tidaknya Aksa akan sesuatu.

Naraya memang mengakui betapa memukaunya Aksa jika di atas panggung. Tetapi, dia tidak pernah membayangkan jika idolnya itu saat menanggalkan gitar kesayangannya itu.

Naraya bisa melihat perbedaan karakter yang terlalu mencolok antara Aksa di atas panggung dan Aksa yang saat ini tengah duduk di depannya. Seketika, kekagumannya terhadap sosok bergitar yang dulu sempat dia puja itu menguap begitu saja saat mengingat lagi kejadian di toilet tadi.

Ah… kejadian itu lagi. Kepala Naraya tidak bisa berhenti untuk memikirkan hal-hal yang mungkin sudah mereka lakukan di dalam ruangan berukuran kecil itu. Apalagi, saat Naraya kembali mempertemukan tatapannya dengan tatapan Aksa, laki-laki itu malah memberinya seringaian yang Naraya tidak tahu artinya apa.

"Jadi, keputusan sudah bulat, kan, The Heal fix manggung di acara saya," kata Naraya kembali meyakinkan keputusan dari pertemuan mereka hari ini.

Bang Arnan mengangguk sebagai jawaban. "Nanti untuk kelanjutannya kita bisa bicarakan di lokasi syuting nantinya."

"Gue bisa minta syarat, nggak?" Aksa tiba-tiba buka suara. Semua atensi orang yang ada di ruangan itu pun sepenuhnya tertuju pada laki-laki yang saat ini sudah menegakkan tubuhnya.

"Syarat? Lo mau syarat apa, Sa?" tanya Lengkara yang juga bingung dengan kemauan temannya itu.

"Gue pengen disediain toilet private nanti pas manggung," kata Aksa dengan ekspresi santainya.

Naraya melongo mendengar permintaan Aksa itu. Tiga orang yang lain pun sama-sama bingung dengan permintaan ambigu itu.

"Mau ngapain lo minta toilet pribadi? Emangnya kantor gue hotel apa?" ketus Naraya spontan.

"Lo pasti tahu maksud gue minta hal itu," balas Aksa dengan seringaian jahat yang terbit di wajahnya.

Astaga. Otak Naraya belum bersih dari ingatan mengenai kejadian di toilet tadi. Dan sekarang laki-laki yang menjadi tokoh utama di toilet itu malah dengan sengaja membuatnya semakin berpikiran liar mengenai bilik kecil tersebut.

Oke. Kepala Naraya semakin lama semakin penuh akan kejadian yang dia temui tadi. Meskipun tidak melihat dengan secara detail apa yang terjadi, tapi Aksa yang saat ini dengan sengaja mengganggunya dengan kejadian tadi semakin membuat kepala Naila sakit karena ingin mengenyahkan pikiran-pikiran tersebut.

"Naraya?"

"Kak?"

Panggilan Bang Arnan dan Mega berhasil menarik kembali Naraya dari beberapa keping kejadian di toilet tadi. Bukan hanya kepalanya yang penuh, tapi sepertinya lambungnya saat ini penuh dan sudah bersiap mengeluarkan apa yang ada di dalam sana.

Kepalanya semakin berputar dan keringat dingin semakin membanjiri telapak tangannya. Gara-gara Aksa yang kembali mengungkit soal toilet membuatnya kembali memikirkan hal yang tidak-tidak di toilet tadi. Dan pikiran ini yang sangat dihindari Naraya.

"Kak?" Mega menyentuh tangan Naraya yang terlihat sedikit bergetar.

Tiba-tiba saja Naraya bangkit dari duduknya. "Sorry, gue harus ke toilet bentar."

Tanpa menunggu respon dari semua orang yang ada di ruangan tersebut, Naraya langsung keluar dari ruang rapat dan mencari keberadaan toilet di lantai tersebut. Dengan susah payah dia berjalan dengan sedikit tergopoh-gopoh menuju salah satu bilik di antara lima bilik di dalam toilet tersebut.

Tubuh Naraya langsung terduduk begitu saja di depan kloset dan langsung mengeluarkan apa yang sejak tadi dia tahan. Rasanya semua yang ada di perut Naraya keluar sampai-sampai tubuhnya merasa lemas.

Kejadian-kejadian menjijikan yang terus berputar di kepalanya sejak tadi membuat perutnya ikut seperti digiling dan akhirnya harus dia keluarkan. Pelipisnya sudah dipenuhi dengan butiran-butiran keringat.

Merasa sudah tidak ada lagi yang bisa keluar dari lambungnya, Naraya pun bangkit dan keluar dari bilik toilet. Dan betapa terkejutnya dia saat mendapati Aksa yang saat ini tengah bersandar dengan santai di depan wastafel. Laki-laki itu menatapnya dengan tatapan mengejek.

"Ngapain lo di sini?!"