webnovel

Berkat Bang Arnan

Mobil van warnaa hitam baru saja berhenti di depan pintu masuk tempat kerja Naraya. Bang Arnan yang pertama kali turun dari sisi sopir, lalu membuka pintu yang berada tepat di belakangnya. Lengkara pun keluar yang kemudian disusul oleh personil yang lainnya.

Bang Arnan dan Aksa mulai mengeluarkan gitar miliknya, Lengkara dan juga bass milik Ekamatra. Setelah dirasa semua perlengkapan manggung mereka siap, Bang Arnan berjalan paling depan untuk masuk ke gedung bertingkat tersebut.

Satu-persatu memasuki lift dan naik ke lantai 5, tempat studio mereka manggung. Saat sampai tadi pun mereka sudah disambut oleh perwakilan dari tim kreatif. Setelah itu, The Heal beserta Bang Arnan masuk ke ruang ganti yang di depan pintunya bertuliskan nama band mereka.

"Gladinya akan dimulai 10 menit lagi. Sembari menunggu gladi pertama dimulai, para personil bisa istirahat sebentar atau siap-siap dulu," papar salah satu tim kreatif yang memang ditugaskan Naraya untuk menangani band The Heal.

Waktunya untuk gladi pertama pun tiba. Para personil pun mulai memasuki studio dengan konsep yang sesuai dengan apa yang mereka bicaraka kemarin dengan sang produser, Naraya.

Para kru sudah bertugas di tempatnya masing-masing. Para pesonil sudah membaca jalannya acara tadi di ruang tunggu. Tim kreatif pun dengan aktif berbincang-bincang dengan para personil untuk menanyakan hal yang mungkin ingin mereka rubah sebelum acara benar-benar dimulai.

Sekitar 10 menit gladi tersebut berjalan dengan sangat lancar. Mungkin karena The Heal yang memang sudah sangat propesional mengenai urusan panggung, juga ditambah dengan jalannya acara yang memang sudah sangat dipersiapkan dengan matang oleh para kru, membuat gladi pertama itu berjalan tanpa hambatan.

Tim kreatif pun kembali memberi waktu kepada The Heal kembali ke ruang tunggu sampai tiba waktunya mereka melakukan final gladi yang dimana mereka akan berlatih lebih dulu dengan kostum yang sudah siap untuk manggung.

Sembari personil yang lain siap-siap dengan kostum dan make-up mereka, Aksa malah sibuk berkeliling di sekitar ruang tunggu. Seperti sedang mencari seseorang.

"Aksa!"

Aksa menoleh saat Bang Arnan memanggilnya. Managernya itu terlihat berjalan dengan langkah cepat menuju ke arahnya.

"Ngapain lo di sini? Balik ke ruangan, bentar lagi giliran lo buat di make-up," kata Bang Arnan.

Arnan hanya mendengus karena dia belum menemukan orang yang dia cari sejak tadi. Padahal kan dia seharusnya menemui Aksa saat ini.

"Lagi nyari apaan, sih?" tanya Bang Arnan saat menyadari gelagat Aksa yang celingak-celinguk.

"Nyari Naraya, kok dia nggak keliatan dari tadi, sih? Seharusnya kan dia yang ngurusin kita," jawab Aksa.

Alis Bang Arnan saling bertaut karena tidak mengerti kenapa Aksa tiba-tiba mencari produser tersebut.

"Ngapain lo nyariin dia?"

"Mau nagih syarat gue, lah."

"Lo serius sama syarat konyol itu?" kaget Bang Arnan. Aksa mengangguk tanpa ragu lalu kembali masuk ke ruang tunggu. Terlihat teman-temannya yang lain sudah selesai dengan urusan kostum dan make-up mereka.

"Tumben banget lo keliaran di luar? Nggak tidur lagi?" tanya Ekamatra.

Aksa duduk di samping Senandika yang sedang memainkan stik drum-nya. "Lagi nyari mangsa," jawab Aksa asal.

"Tahan dulu, Sa, nyari mangsanya. Ini pertama kalinya kita datang ke sini, jangan buat yang aneh-aneh, deh," tegur Lengkara.

Lengkara sangat tahu mangsa yang dimaksudkan Aksa tadi. Dia memang selalu begitu. Pasti ada saja orang yang akan terperangkap dalam rayuan temannya itu. Dan akhirnya, dia dan Bang Arnan yang harus membereskan sisa dari kekacauan yang sudah dibuat Aksa tersebut. Apalagi jika mereka mendapati mangsa Aksa yang rewel dan susah diajak kompromi.

"Kali ini gue nggak bisa, Leng. Ada mangsa yang sangat menggugah selera gue dan gue lagi nyariin dia dari tadi."

Lengkara hanya bisa mendesah pasrah. Aksa akan selalu begini. Melakukan apapun yang ingin dia lakukan tanpa memikirkan akibat apa yang akan dia terima setelahnya. Eh, Aksa kan tidak pernah merasakan akibat itu. Malah, orang lain yang harus menanggung akibat dari ulah Aksa yang selalu kelewatan batas itu.

"Giliran lo, tuh," kata Batara yang sudah selesai dengan kegiatan make-up-nya.

Aksa pun bangkit dan mengambil pakaian yang diberikan tim styling-nya. Setelah beberapa menit berada di balik tirai, kini Aksa mendudukkan bokongnya di kursi yang berada di depan cermin besar. Setelahnya, sapuan demi sapuan mulai dia rasakan di setiap sisi wajahnya.

Seperti teringat akan sesuatu, Aksa kembali membuka matanya yang sebelumnya sudah terpejam karena terlalu menikmati sapuan brush lembut di wajahnya. Dia berbalik dan memanggil Bang Arnan yang baru saja masuk.

"Bang, bisa lo panggilin Naraya buat ke sini?"

"Mau ngapain lo sama dia?" tanya Lengkara curiga.

"Gue pengen ketemu, lah. Panggilin, ya, Bang?" pinta Aksa lagi kepada Bang Arnan.

"Jangan aneh-aneh, Aksa," tegur Bang Arnan karena anak asuhnya itu masih keukeuh dengan syarat konyol yang dia ajukan kemarin kepada Naraya.

Mendengar jawaban Bang Arnan tersebut membuat Aksa tidak terima. Dia saat ingin bertemu Naraya karena dia ingin mengerjai gadis itu. Setelah dirinya yang mengikuti Naraya kemarin sampai ke toilet, ada sedikit rasa penasaran di dada Aksa setiap kali melihat tatapan gadis itu.

Dia ingin memastikan sesuatu. Oleh karena itu dia ingin bertemu kembali dengan Naraya dan memastikan dugaan yang mengganggunya sejak kemarin. Tentu saja syarat konyol yang diajukan kemarin itu hanya sebuah alasan saja.

"Bang Arnan panggil dia atau gue balik sekarang?" ancam Aksa.

"Aksa!" Lengkara dan Ekamatra berseru kompak tidak terima dengan permainan Aksa saat ini.

Bang Arnan akhirnya hanya bisa mendesah pasrah. Ancaman Aksa tidak pernah main-main. Orang yang tidak peduli dengan apapun di sekitarnya itu akan melakukan apapun yang dia katakan.

Demi menjaga lancarnya acara mereka hari ini, Bang Arnan akhirnya mengangguk dan keluar untuk mencari keberadaan Naraya. Semoga saja Naraya mau-mau saja untuk bertemu Aksa saat ini.

***

"Gue mohon, Nar. Temuin dia bentar aja, ya? Gue takut dia bakal ngacauin acara ini kalau lo nggak mau temuin dia sekarang," kata Bang Arnan dengan nada memelas.

Naraya mendengus kesal. Kertas yang dia pegang sejak tadi dilempar begitu saja ke atas meja. Saat ini dia sedang berada di ruang kontrol karena ingin melarikan diri dari Aksa. Tapi, ternyata laki-laki itu malah menyuruh Bang Arnan untuk menariknya keluar dari sini.

"Itu anak kok banyak banget maunya, sih? Bikin pusing aja," kesal Naraya.

Meskipun terpaksa, Naraya akhirnya ikut dengan Bang Arnan untuk menemui Aksa. Untuk sementara ini dia harus menuruti permintaan gila dari salah satu tamunya itu. Daripada acaranya kacau karena ulah laki-laki mesum itu, mending Naraya ambil jalan aman saja.

Sebelum masuk ke ruang tunggu The Heal, Naraya menghubungi Mega lebih dulu dan menyuruhnya untuk mempersiapkan permintaan Aksa tempo hari. Karena hanya Mega yang tahu akan permintaan konyol itu, jadi Naraya meminta bantuan kepada anak magang tersebut.

"Yang lain keluar. Gue mau bicara empat mata sama orang ini," perintah Aksa yang langsung dituruti yang lainnya tanpa bantahan.

Sepeninggalan personil dan staff tata rias, Aksa langsung menyudutkan Naraya. Dia tahu kalau tatapan yang sempat membuatnya bertanya-tanya itu akan muncul jika Naraya dalam keadaan terdesak, sama seperti saat ini.

"Lo—lo mau ng—ngapin?" cicit Naraya.

"Lo udah siapin permintaan gue?" tanya Aksa dingin masih dengan tatapan tajam yang menghunus ke arah Naraya. Dia senang melihat kegugupan Naraya saat ini. Apalagi gadis itu tidak berani balik menatapnya, beda dengan beberapa hari yang lalu saat dia dengan beraninya berdebat dengannya.

"U—udah, kok. Kalau lo mau pake sekarang juga boleh kok," jawab Naraya berusaha untuk mengontrol degup jantungnya yang sudah berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya karena kepanikan yang menguasai dirinya.

"Kalau gitu lo harus main bareng gue di tempat itu, biar lo tahu gimana nikmatnya main di toilet. Gue yakin lo bakal ketagihan," kata Aksa masih dengan nada bicara tenangnya.

Naraya langsung melotot sempurna mendengar perkataan Aksa itu. Emosinya seketika melambung tinggi karena dengan tidak sopannya Aksa mengajaknya untuk melakukan hal yang menjijikan menurut Naraya.

"Brengsek!" maki Naraya sambil menampar Aksa.

Tindakan tiba-tiba Naraya tadi sukses membuat Aksa terkejut bukan main. Meskipun tamparan itu tidak begitu berarti baginya, tapi dia tetap saja tidak terima gadis itu berani mendaratkan tangannya ke pipi Aksa saat dia hendak mengajaknya untuk bersenang-senang.

"Lo—"

Dengan tangan bergetar karena takut bercampur marah, Naraya langsung mendorong tubuh Aksa agar menjauh darinya. Saat dia hendak keluar, tangan Aksa dengan cepat menahan pinggangnya dan kembali menyudutkan Naraya ke dinding.

"Aksa! Udah selesai urusannya? Bentar lagi mau mulai." Interupsi dari Bang Arnan sukses membuat Naraya bernapas lega. Dia pun langsung keluar tanpa mempedulikan teriakan Aksa.