Ayah Elang duduk dengan muka suram dikursi singgasananya. Tidak ada satupun yang berani mendekati macan yang sedang mengamuk itu.
Tangannya meraih HPnya, kemudian menekan satu nomor, dan menempelkan ke daun telinganya.
"Bagaimana...?", ayah Elang bicara dengan nada paling dingin.
"Ilen tetap pada keputusannya pak. Mereka janji lusa akan melunasi semua biaya penalti", terdengar suara dari ujung lain telfon.
Ayah Elang langsung naik pitam, dan melempar HPnya ke dinding, sehingga hancur berkeping-keping.
"Dasar anak bodoh...!!!", ayah Elang memaki kebodohan putranya.
***
Cakya mengerang kesakitan, kepalanya serasa mau pecah. "Aauuu...!!! Sakit....!!!", Cakya terus mengulang kalimat yang sama sejak tadi.
Erfly tidak tahu harus merespon apa. Tangisnya pecah melihat Cakya yang tersiksa menahan sakit.
Cakya memukul kepalanya berkali-kali, Erfly spontan menarik Cakya kedalam pelukannya. Tidak tega melihat tingkah Cakya, hatinya terasa sakit, bahkan jauh lebih sakit dari apa yang Cakya rasakan saat ini.
"Jangan dipaksa", Erfly bicara lirih, air matanya mengalir deras tidak mampu dibendungnya.
Cakya tidak menjawab atau bahkan merespon, Cakya jatuh pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit.
"Cakya...!!! Cakya...!!!", Erfly berteriak panik, saat Cakya pingsan dalam pelukannya. Erfly membaringkan Cakya dengan susah payah, meletakkan kepala Cakya di paha kanannya, merelakan paha kanannya sebagai bantal.
Erfly mengeluarkan HPnya, kemudian menekan salah satu nomor.
"Koko dimana...?", Erfly bicara disela tangisnya.
"Dek... Kamu kenapa...?", Alfa diujung lain telfon langsung panik begitu mendengar suara tangisan Erfly.
"Cakya...", Erfly bicara pelan, suaranya tercekat, tidak mampu lagi melanjutkan kata berikutnya.
"Kamu dimana...?!", Alfa langsung memotong, tidak menunggu Erfly menyelesaikan ucapannya lagi.
"Tempat biasa", Erfly bicara lirih.
"Koko kesana sekarang", Alfa memberi janji, agar Erfly merasa tenang.
Setelah itu tidak ada suara lagi yang keluar dari mulut Erfly, kecuali tangisnya yang semakin deras. Erfly memeluk Cakya seerat yang dia bisa. Rasa takut kehilangan langsung menjalar keseluruh tubuhnya.
Selang beberapa menit kemudian Alfa muncul dengan mobil ambulance. Alfa langsung memeriksa keadaan Cakya.
Gama yang melihat ambulance terparkir di tepi pantai, langsung berlari menuju pantai. Benar saja, apa yang dia takutkan terjadi. Cakya pingsan, dan sedang mendapatkan pertolongan pertama dari Alfa.
Cakya segera dibawa ke klinik Alfa, untuk mendapatkan penanganan berikutnya. Erfly yang ikut dalam ambulance, sekarang duduk di salah satu meja kafenya. Karena klinik Alfa langsung nyambung dengan kafe milik Erfly.
Pegawai kafe langsung salah tingkah, mereka langsung bekerja dengan hati-hati, takut melakukan kesalahan. Karena biasanya hanya Alfa saja yang mengecek kafe, atau malah manajer kafe yang datang kerumah Erfly untuk melakukan laporan mingguan.
Alfa entah muncul dari mana, langsung duduk tepat dihadapan Erfly. Menyerahkan segelas air putih kehadapan Erfly. "Minum dulu dek, biar kamu tenang", Alfa bicara pelan.
"Ilen baik-baik saja Ko. Cakya yang kenapa-kenapa", Erfly bicara lirih.
"Cakya udah baik-baik saja. Itu hanya karena dia terlalu memaksakan ingatannya. Sehingga dia merasakan sakit yang luar biasa. Koko udah kasih suntikan obat tidur. Biar dia bisa istirahat", Alfa menjelaskan panjang lebar.
Erfly meneguk minuman yang diberi Alfa. Perasaannya berangsur lebih tenang, karena mendengar keadaan Cakya sudah baik-baik saja.
Alfa tertawa kecil menatap sekelilingnya.
Erfly mengerutkan keningnya, tidak mengerti, apanya yang lucu...?
"Pegawai kamu itu pada stres, lihat owner kafe tiba-tiba muncul. Memasang muka mau makan orang kayak gitu", Alfa kembali tertawa.
"Segitu seramnya emang...?", Erfly meraba wajahnya sendiri.
"Menurut kamu...?!", Alfa malah balik bertanya.
Erfly langsung melangkah menuju dapur.
"Teteh mau makan apa...? Biar saya yang masakin...?", koki kafe bicara dengan wajah pucat pasi.
"Saya g'ak biasa dimasakin orang lain", Erfly menjawab dingin.
Koki kafe langsung mundur beberapa langkah. Alfa menyusul Erfly kedapur. Begitu melihat Erfly sudah menguasai dapur, terlukis senyuman puas diwajahnya.
Alfa kembali melangkah kedepan, kemudian memanggil semua karyawan kafe. Beruntung tidak ada pelanggan yang sedang makan saat ini. Sehingga Alfa bisa leluasa berbicara.
"Jangan terlalu kaku, dia emang kayak gitu. Lakukan saja tugas kalian seperti biasa. Anggap saja dia pelanggan kita seperti biasanya", Alfa memberikan nasehat.
"Tapi... Saya...", koki kafe tiba-tiba angkat bicara.
"Kamu g'ak akan dipecat. Saya udah kenal dia selama umur saya. Tidak ada yang lebih tahu karakter dia, daripada saya", Alfa kembali memberi jaminan. "Sudah, kembali bekerja", Alfa memberikan perintah selanjutnya.
"Terima kasih", pegawai kafe serentak menundukkan kepala sedikit sebagai tanda penghormatan.
Beberapa menit kemudian, Erfly melangkah menghampiri Alfa. Diikuti dengan beberapa pelayan dibelakang yang membawa makanan hasil karyanya.
"Terima kasih", Erfly mengucapkan terima kasih begitu sudah duduk.
"Kalau ada yang dibutuhkan lagi, panggil saya saja", pelayan muda itu bicara sesopan yang dia bisa.
"Iya", Erfly menjawab asal.
Erfly segera menyuapi nasi goreng seafood kedalam mulutnya, Alfa hanya geleng-geleng kepala melihat makanan yang ada diatas meja. Mulai dari nasi goreng seafood, kwetiau goreng spesial, mie goreng, sosis dan bakso bakar, kentang goreng, jus stroberi, jus mangga, belum lagi air mineral.
"Kamu kesurupan apaan dek...? Ini mau dimakan sendiri...?", Alfa bertanya bingung.
"Emang Ilen apaan ko", Erfly nyeletuk kesal, karena ledekan Alfa.
"Nah... Terus...? Ini...?", Alfa menunjuk semua makanan yang ada diatas meja.
Gama tanpa permisi langsung duduk di kursi yang kosong disamping Erfly. Menarik nasi goreng seafood yang sedang dimakan Erfly kehadapannya, kemudian memakan dengan lahapnya.
Erfly tidak protes, malah menarik kwetiau kehadapannya, dan melanjutkan makannya yang tertunda. Alfa hanya tertawa kecil melihat tingkah Gama dan Erfly. Kemudian ikut makan, membantu Erfly menghabiskan masakan yang dibuat Erfly.
30 menit kemudian, semua makanan diatas meja ludes tanpa sisa.
"Bagaimana Cakya...?", Gama angkat suara setelah perutnya terasa kenyang.
"Semoga baik-baik saja. Asalkan dia tidak berusaha keras lagi untuk memaksa ingatannya", Alfa kembali mengingatkan Gama akan apa yang pernah dijelaskan olehnya sebelumnya.
"Abang pulang kapan...?", Erfly bertanya lagi.
"Jadwalnya besok, tapi... Abang jadi takut Cakya kenapa-kenapa dijalan nantinya", Gama bicara ragu.
Ketakutannya akan Cakya yang kambuh di perjalanan tiba-tiba menghantuinya. Sekarang Cakya cukup beruntung, karena ada dokter Alfa yang langsung bisa menangani, bagaimana kalau dijalan, dia akan bingung harus melakukan apa.
"Menurut dokter bagaimana...?", Gama kembali melempar pertanyaan kepada Alfa.
"Sebaiknya Cakya dirawat disini dulu. Dia juga sudah saya suntik penenang, sehingga dia bisa istirahat total sampai besok pagi", Alfa menjelaskan.
"Besok berangkat ba'da subuh", Gama bicara bingung.
"Abang jangan khawatir. Abang fokus dengan pemulihan Cakya saja. Erfly akan minta tolong teh Nadhira untuk memesan tiket pesawat abang dan Cakya pulang sore", Erfly menawarkan solusi.
"Terima kasih dek", Gama bicara lega.
"Tapi... Erfly minta maaf, Erfly harus ke Bandung besok", Erfly kembali melanjutkan.
"Bandung...? Kenapa...?", kali ini Alfa yang menyela.
"Urusan perusahaan Ko, ada masalah sedikit", Erfly bicara pelan, kemudian melemparkan senyum terbaiknya.
"Tapi kamu...", ucapan Alfa terputus karena Erfly sudah kembali menyela.
"Ilen sama teh Nadhira dan pak Edy", Erfly bicara pelan. Berusaha menenangkan Alfa agar tidak perlu khawatir.
"Ya udah, kamu hati-hati dek", Alfa tidak protes lagi, mendengar Erfly akan pergi bersama Nadhira dan Edy.
"Koko pergi dulu, harus ke apotek, ada obat yang habis", Alfa langsung mohon diri, dan berlalu dari hadapan Erfly dan Gama begitu saja.
"Mayang apa kabar bang...?", Erfly bertanya dengan nada paling rendah.
"Alhamdulillah dia baik dek, malah dia yang banyak bantu abang mengawasi Cakya", Gama menjawab pelan. "Kalau dia tahu abang disini ketemu kamu, bisa habis abang dimaki sama dia", Gama tertawa renyah.