webnovel

Gama ketemu Erfly

Sesuai janji. Candra menjemput malaikat kecil dan Tasya. Mengisi hari libur dengan berjalan-jalan ketempat wisata. Candra memilih kearah gunung, untuk menenangkan pikirannya.

Candra memilih ke Swarga Lodge yang terletak di tengah perkebunan teh peninggalan Belanda. Melakukan perjalanan lebih dari satu jam, malaikat kecil terlihat begitu menikmati perjalanan pertamanya keluar dari kota Sungai Penuh, menuju Kabupaten Kerinci.

Candra tidak langsung ke Vila, dia memilih ke tempat paling ujung terlebih dahulu. Air terjun telun berasap, yang terletak di perbatasan antara provinsi Jambi dan provinsi Sumatera Barat. Malaikat kecil dengan girang menuruni anak tangga dengan tangannya dipegang oleh Candra dan Tasya disalah satu sisi masing-masing.

Setelah sampai ketempat tujuan, Malika melompat kegirangan melihat air terjun yang membentuk pelangi didasar air. Candra memilih untuk bersandar disalah satu pagar besi mengawasi Malika yang asik bermain dengan pericikan air.

"Terima kasih...", Tasya bicara lirih seketika.

"Terima kasih untuk apa kak...?", Candra bertanya pelan, menatap lekat wajah Tasya.

"Kamu selalu bisa membuat malaikat kecil tertawa riang dengan caramu", Tasya bicara dengan senyum yang terlukis indah di wajahnya.

Candra tersenyum sebelum menjawab, "Candra... Hanya berusaha untuk memberikan kehidupan terbaik untuk malaikat kecil. Setidaknya malaikat kecil harus tahu walaupun ayah biologisnya tidak menginginkan dia lahir kedunia, masih banyak orang yang sayang kepadanya", Candra bicara lirih, air matanya keluar tanpa permisi. "Astagfirullah", Candra langsung mengalihkan tatapannya kearah lain, menghapus air matanya kasar.

Tasya tidak berani melanjutkan ucapannya lagi. Karena Tasya tahu, seberapa besar kekecewaan Candra kepada kakak sulungnya.

Tiga puluh menit berlalu, bahkan mereka sudah mengambil foto sebanyak yang mereka bisa, malaikat kecil tiba-tiba memeluk kaki Candra.

Candra langsung duduk jongkok, menyamakan tinggi dengan malaikat kecil. "Ada apa cantik...?", Candra bertanya dengan melemparkan senyum lembut.

"Tapek...", malaikat kecil bicara manja.

Candra langsung menggendong malaikat kecil, menempelkan kepala malaikat kecil kepundaknya. "Kita ke penginapan saja, kasian malaikat kecil capek", Candra bicara pelan kepada Tasya. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Tasya, hanya anggukan pelan yang menjadi jawaban setuju Tasya atas usul Candra.

***

Gama duduk diruang tamu rumah Mayang, Gama sengaja datang hari ini untuk mengantarkan oleh-oleh yang dibelinya saat di Garut. Mayang muncul dari arah dapur, membawa segelas teh hangat untuk Gama. Setelah menyeruput teh hangatnya, Gama kembali bersandar di punggung kursi.

"Gama ketemu Erfly", Gama bicara lirih.

"Erfly...? Butterfly...?", Mayang bertanya penasaran.

"Hem...", Gama bergumam pelan.

"Kapan...? Dimana...? Bagaimana kabarnya...? Dia baik-baik sajakan...?", Mayang memburu Gama dengan pertanyaan.

Gama tersenyum mendengar pertanyaan Mayang yang bertubi-tubi.

"E... Malah ketawa", Mayang bicara kesal.

"Kamu itu, tanyanya satu persatu, Gama mau jawab yang mana dulu coba...?", Gama kembali tertawa.

"Habisnya...", Mayang bicara bingung.

"Waktu studi banding ke Garut, kita sewa vila dipinggir pantai. Dan itu ternyata punya Erfly. Alhamdulillah dia baik-baik saja. Sekarang dia udah pakai Jelbab", Gama tersenyum lembut mengingat Erfly. "Erfly yang tomboi, sekarang udah pakai rok panjang, plus Jelbab", raut muka Gama langsung berubah sedih.

"Kenapa...?", Mayang bertanya bingung.

"Saat pindah dari sini, Erfly dan keluarganya manggalami kecelakaan", Gama menghentikan ucapannya, menarik nafas berat sebelum melanjutkan. "Erfly kehilangan ayah dan bundanya dalam kecelakaan. Dan...", Gama tidak sanggup melanjutkan ucapannya, air matanya menetes begitu saja.

Mayang mengusap lembut jejak air mata Gama.

"Erfly terpaksa kehilangan sebelah kakinya", Gama bicara dengan suara yang berat, karena menahan tangis.

"Innalilahi", Mayang menutup mulutnya karena kaget dengan ucapan Gama. "Erfly yang malang, bagaimana dia melewati hari-harinya...? Pasti berat buat Erfly...", tanpa Mayang sadari air matanya keluar tanpa permisi.

"Kamu lupa, betapa kuatnya Kupu-kupu kesepian yang satu itu", Gama tersenyum hangat mengingat wajah Erfly.

"Kenapa dia malah memilih menghilang dari kita semua...?", Mayang kembali bertanya.

"Erfly dipaksa ayahnya untuk tunangan dengan Elang", Gama bicara pelan.

"Elang...? Ketua Osis itu...?", Mayang bertanya sengit.

"Elang mana lagi...", Gama menjawab santai.

"Lha... Bukannya Erfly udah jadian sama Cakya...?", Mayang kembali protes.

"Erfly sendiri, sampai saat ini tidak tahu pasti, apa alasan ayahnya tidak menyukai Cakya", Gama kembali menjelaskan.

"Em... Tapi... Ngomong-ngomong, Cakya bagaimana...? Apa dia tidak apa-apa bertemu Erfly...?", Mayang kembali bertanya.

"Erfly merubah panggilannya, menjadi ILEN, nama kecilnya. Cakya belum ingat siapa Erfly. Bahkan dia sempat kambuh saat di Garut", Gama bicara pelan.

"Astagfirullah...", Mayang kembali menutup mulutnya karena kaget dengan ucapan Gama.

"Beruntung ada dokter Alfa yang langsung mengambil tindakan", Gama kembali melanjutkan.

"Alhamdulillah...", Mayang berucap lega.

"Makanya kita pulang dipesanin tiket pesawat sama Erfly. Gama ngeri Cakya ntar kambuh dijalan", Gama bicara lirih.

"Menghilang lebih dari dua tahun, tetap saja Erfly g'ak berubah. Dia hadir dengan sensasi, dan berjuta cerita", Mayang tersenyum hangat membayangkan wajah Erfly. "Lalu kenapa dia tidak bisa dihubungi selama ini...? Apa sengaja menghilang...?", Mayang kembali bertanya.

"Saat kecelakaan, HPnya hilang. Erfly sempat g'ak sadarkan diri selama seminggu. Bahkan Erfly g'ak bisa menghadiri pemakaman orang tuanya sendiri...", Gama menjelaskan dengan muka sendu. Dia tahu seberapa terpukulnya Erfly atas kejadian itu. Seberapa beratnya hidup yang harus dijalani Erfly sejak hari naas itu.

***

Candra melangkah perlahan menaiki anak tangga menuju parkiran. Malaikat kecil sudah tertidur dengan nyaman dengan kepala di pundak Candra.

"Sini Malikanya, kasian kamu capek", Tasya berusaha mengambil alih malaikat kecil.

"G'ak apa-apa kak, kasian malaikat kecil, nanti malah terbangun", Candra memaksa Tasya untuk mengurungkan niatnya kembali.

Sesampainya didepan mobil, "Kak Tasya duduk dibelakang saja, sekalian jagain malaikat kecil", Candra memberi saran, kemudian membuka pintu penumpang agar Tasya leluasa untuk masuk.

Tasya tidak protes, masuk kedalam mobil lebih dulu, menyusul malaikat kecil berikutnya yang mendarat dengan kepalanya dipangkuan Tasya.

Candra menyetir perlahan, agar tidur malaikat kecil tidak terganggu. Sesampainya di vila, Candra kembali mengambil alih malaikat kecil. Membawanya kedalam vila yang telah dipesan sebelumnya. Candra membaringkan tubuh malaikat kecil keatas kasur dengan selembut mungkin.

"Candra dikamar sebelah kak, kalau butuh apa-apa panggil aja", Candra memberi info sebelum berlalu pergi.

"Terima kasih Cand", Tasya tersenyum menghantarkan kepergian Candra.

Saat jam makan siang, Candra sengaja memesan makanan untuk diantar ke Villa, karena malaikat kecil sudah terlalu lelah. Tasya, Candra dan malaikat kecil duduk diteras rumah. Menikmati makan siang mereka ditemani dengan pemandangan gunung Kerinci yang terkenal dengan julukan 'Atap Sumatera'.

"Kak Tasya pernah naik gunung itu...?", Candra menunjuk gunung yang menjulang tinggi dihadapan mereka.

"Kakak baru pindah kesini, sejak orang tua sudah tidak ada lagi. Itupun karena ditipu sama Dirga", Tasya tertawa pahit. "Kamu sendiri...? Udah pernah naik gunung itu...?!", Tasya malah balik bertanya kepada Candra.

"Sayang kak, orang Kerinci g'ak pernah menginjakkan kaki disana. Orang jauh-jauh dari luar kota untuk menjajaki atap Sumatera, masa kita tuannya malah g'ak pernah", Candra tertawa renyah.

"Katanya ada danau tertinggi se Asia Tenggara juga didaerah sini...?", Tasya melirik kiri kanan.

"Danau gunung tujuh kak", Candra bicara pelan.

"Juga pernah...?", Tasya kembali bertanya.,

Candra hanya mengangguk pelan. "Bahkan malah udah ke danau kaco, dan beberapa air terjun juga kak. Cuma... Ya gitu, harus jalan kaki, motor atau mobil g'ak bisa kesana. G'ak kayak bukit kayangan, yang motor atau mobil bisa langsung nyampe puncak", Candra menjelaskan.

"Ternyata anak alam juga kamu", Tasya manggut-manggut pelan.

"Sekedar ngisi waktu luang aja kak", Candra menjawab pelan.

Malaikat kecil tiba-tiba menyerbu kepelukan Candra. "Papi... Tita dalan ladi...", malaikat kecil tertawa girang.

Candra meraih malaikat kecil, hingga malaikat kecil duduk dipangkuannya, dengan malaikat kecil menghadap padanya. Candra mengadu hidungnya dengan hidung malaikat kecil dengan lembut.

"Emangnya malaikat kecilnya papi udah g'ak capek lagi...?", Candra bertanya pelan.

"Tan ada papi yang dendong", malaikat kecil malah tertawa usil.

"Kamu ya", Candra bicara gemas, kemudian mulai menggelitiki malaikat kecil.

Malaikat kecil menggeliat, karena merasa kegelian. "Ampun... Hahahaha... Deli... Ampun...", malaikat kecil tertawa.

Disisi lain, ada sepasang mata yang mengawasi kebahagiaan mereka. Wajah lelaki itu kian sendu, air matanya mengalir tak terbendung. Harusnya dia yang merasakan kebahagiaan itu, bercanda bersama malaikat kecil dan Tasya. Rasa cemburu itu tiba-tiba saja datang tanpa diundang, membuat hatinya penuh sesak.