webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Galak amat kayak mak tiri

Pukul 3 sore, HP Erfly berdering. Erfly meraih HP nya, menatap no yang muncul di layar, dia tidak mengenal no tersebut. Dengan ragu - ragu Erfly mengangkat telepon.

"Assalamualaikum nak"

"Wa'alaikumsalam "

" Ini mama nak, ibunya Cakya"

"Iya ma, maaf Erfly g'ak kenal nomornya"

"G'ak papa nak, kamu lagi dimana sekarang...?"

"Erfly di rumah, ada apa ma...?"

"Mama bisa minta tolong kamu datang kerumah nak...?"

"Iya ma, Erfly siap-siap dulu"

"Makasih nak, Assalamualaikum "

" Wa'alaikumsalam "

***

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Erfly muncul kerumah Cakya, saat mengucap salam Erfly disambut dengan jawab salam dari ibu Cakya. Pelukan hangat langsung membuat Erfly terdiam, Erfly tau ibunya Cakya menahan tangis. Setelah beberapa saat, ibu Cakya melepaskan pelukannya, kemudian mengajak Erfly duduk.

"Ada apa ma...? ", Erfly bertanya bingung.

" Cakya... ", ucap ibu Cakya disela tangisnya.

" Dimana Cakyanya ma...?"

"Dia ada di kamar"

"Erfly boleh masuk...?"

Hanya anggukan kepala ibu Cakya yang menjadi jawaban pertanyaan Erfly. Erfly perlahan mulai masuk kedalam kamar Cakya, dia menyapu pandangannya kesegala penjuru kamar. Terlihat gundukan besar diatas kasur, yang diyakini Erfly itu Cakya. Erfly membuka perlahan selimut yang membalut tubuh Cakya.

"Astagfirullah", Erfly berucap kaget, karena ada luka memar dimuka Cakya. Ada luka ternganga di tangan kanan dan lengan kiri Cakya, telapak tangan kanan Cakya juga terdapat luka menganga. Erfly keluar dengan mengendap-endap takut membangunkan Cakya.

Wulan langsung menghampiri Erfly saat Erfly membuka pintu kamar. "Wulan bisa ambil air hangat dan handuk kecil...?", Erfly bertanya pelan. Wulan langsung bergerak, Erfly tidak meminta kotak P3K karena Erfly melihat sudah ada di samping tempat tidur Cakya.

Wulan menyerahkan permintaan Erfly, dengan telaten Erfly membersihkan luka-luka Cakya. Kemudian memberikan obat luka, karena terasa perih Cakya terbangun, spontan menggenggam tangan Erfly cukup keras.

"Erfly...? Kok bisa disini...? ", Cakya bertanya bingung.

" Lepasin", Erfly menghetak tangannya agar terlepas dari cengkraman Cakya.

Erfly kembali mengobati Cakya, "Dari tadi mama mau ngobatin, tapi g'ak boleh sama Cakya", ibu Cakya muncul di daun pintu membawakan seprai dan selimut bersih, meletakkan diatas kursi disamping Erfly.

"Emang keras kepala ni anak ma", Erfly menjitak pelan kepala Cakya, yang dibalas wajah kesal Cakya, ibu Cakya malah tertawa kecil.

"Kalau g'ak mau nurut siksa saja nak, ibu ikhlas", ibu Cakya bicara pelan seraya berjalan keluar kamar.

Erfly kembali membalut luka-luka Cakya dengan telaten, saat memberikan obat ke luka Cakya yang dikening, Cakya merasa perih dan mencengkram tangan Erfly. "Au... Perih tau", Cakya protes. "Lepasin, g'ak bakalan kelar ini. Jangan manja... ", Erfly menatap Cakya galak. Nyali Cakya langsung ciut saat melihat tatapan tajam sorot mata Erfly yang langsung menembus jantungnya, Cakya melepaskan genggaman tangannya dan membiarkan Erfly menyelesaikan tugasnya sebagai perawat pribadinya.

Setelah selesai, Erfly beranjak dari posisi duduknya diatas kasur Cakya. Kemudian membuka lemari Cakya. Mengambil asal baju kaos Cakya, "Ganti dulu bajunya", Erfly memberi perintah. Cakya turun dari kasur dan meraih baju ditangan Erfly. Sedangkan Erfly langsung mengganti seprai Cakya dengan seprai bersih yang dibawa ibu Cakya.

Erfly membawa keluar semua yang kotor kearah dapur, karena Erfly ingat ada mesin cuci di kamar kecil samping dapur, sedangkan Cakya kembali duduk bersandar disudut tempat tidur.

Ibu Cakya langsung mengambil kain kotor yang dibawa Erfly, "Cakya emang keras kepala", ibu Cakya bicara pelan sembari memasukkan kain kotor kedalam mesin cuci. Erfly memilih duduk ditangga yang memisahkan ruang tengah dan dapur.

"Kenapa Cakya bisa babak belur gitu ma? "

" Mama juga g'ak tau ceritanya, yang jelas dia habis subuh keluar rumah bersama gitarnya. Jam 10 Cakya pulang diantar Gama, kata Gama motor Cakya masuk bengkel. Cakya langsung masuk kamar, dia marah waktu mama mau bersihin lukanya. Bahkan Wulan g'ak berani deketin abangnya kalau sudah marah"

"Mama lagi masak...? "

" Buat makan malam, sebentar lagi papa pulang dari toko"

"Mama g'ak ketoko hari ini...? "

" Hari libur, papa yang di toko. Katanya bosan kalau harus dirumah. Jadi mama yang disuruh istirahat dirumah sama anak-anak"

"Segitu perhatiannya papa", Erfly senyum-senyum melihat wajah ibu Cakya yang merona menceritakan suaminya.

"Erfly dikamar saja temani Cakya, mama mau menyelesaikan masakan mama dulu"

"Yakin g'ak mau Erfly bantu biar cepat...? "

"Jangan, kamu istirahat saja temani Cakya"

"Ya sudah kalau begitu Erfly ke kamar Cakya dulu"

Erfly merapikan kamar Cakya yang sedikit berantakan, kemudian duduk di kursi menghadap Cakya.

"Maaf, kita g'ak jadi ke gunung hari ini", Cakya bicara pelan.

"Masih penting gitu ke gunung dengan keadaan Cakya yang kayak gini...?", omelan Erfly dibalas senyuman kecil oleh Cakya yang tertunduk. "Kenapa g'ak langsung diobatin sih...?!", Erfly bicara kesal.

"Cakya g'ak papa kok"

"Kasian mama jadi repot mesti nyuciin seprei dan selimut kotor karna darah", Erfly bicara diluar dugaan Cakya.

Cakya melengos, kemudian mengalihkan pandangan kearah berlawanan agar tidak menatap wajah Erfly, kesal mendengar ucapan Erfly barusan.

"Istirahat sana", Erfly bicara lagi.

"Kenapa Erfly g'ak tanya kenapa Cakya bisa kayak gini...? ", Cakya bertanya pelan menatap lembut kewajah Erfly.

"Cakya bisa langsung cerita kalau mau Erfly tahu kenapa Cakya kayak gini, karna Cakya g'ak cerita. Berarti Cakya g'ak mau Erfly tau, Erfly g'ak punya hak buat bertanya", Erfly bicara kata perkata dengan perlahan.

Cakya hanya tersenyum, kemudian mengambil posisi berbaring yang nyaman. Cakya meletakkan pergelangan tangan kirinya sebagai alas kepalanya, Cakya memejamkan matanya perlahan.

Ayah Cakya muncul di daun pintu kamar Cakya, Erfly langsung menghampiri, karena memang sengaja pintu kamar tidak ditutup oleh Erfly. Erfly mencium punggung tangan ayah Cakya. "Bagaimana keadaannya...?", ayah Cakya bertanya cemas.

"Erfly g'ak tau pasti pa, hanya saja luka-luka Cakya sudah Erfly obati",Erfly bicara pelan.

Ayah Cakya manggut-manggut kemudian memilih duduk di ruang tamu, "Papa baru pulang, mau Erfly bikinin teh atau kopi...?", Erfly menawarkan.

"Kopi boleh", ayah Cakya bicara pelan, kemudian memijit-mijit kepalanya.

Erfly menuju kearah dapur, membuat kopi mengikuti intruksi ibu Cakya yang sembari memasak. Erfly keluar menyerahkan kopi kehadapan ayah Cakya, "Oh iya, terimakasih nak", ayah Cakya menyeruput kopi buatan Erfly.

"Pas ini rasanya", senyum merekah dibibirnya.

"Sesuai intruksi mama", Erfly bicara pelan.

Ayah Cakya tertawa renyah mendengar pengakuan Erfly yang terlalu jujur.

"Hari libur Erfly jadi terganggu gara-gara anak kepala batu satu itu"

"G'ak papa pa, kalau butuh apa-apa jangan sangkan sama Erfly "

" Terima kasih nak"

"Erfly lagi yang makasih pa, Erfly sudah diterima dikeluarkan ini"

***

Makan malam siap dihidangkan, semua orang duduk melingkar di meja makan kecuali Cakya yang masih berbaring di kamar. Ibu Cakya memasukkan makanan kepiring, bergegas ingin masuk ke kamar Cakya.

Erfly langsung mengambil alih piring ditangan ibu Cakya, "Erfly saja ma. Mama temani papa, Wulan da Tio saja makan", Erfly bicara penuh harap. "Tapi kamu belum makan nak", ibu Erfly keberatan. "Erfly gampang, nanti saja", kemudian Erfly mendekati Cakya yang masih berbaring.

"Makan dulu", Erfly bicara pelan setelah meletakkan segelas air dan piring berisi makanan keatas meja kecil disamping tempat tidur.

"Ntar aja... ",Cakya bicara malas tanpa membuka matanya.

Erfly langsung mencubit lengan Cakya tepat beberapa cm dari luka Cakya, "Au... Sakit", Cakya protes.

"Makan dulu, mama udah capek-capek masak juga...! ", Erfly bicara kesal.

" Galak amat kayak mak tiri", Cakya berceletuk kesal.

"Bodo amat", Erfly membalas santai.

Cakya mengambil piring dengan jemari kirinya yang tidak terluka, susah payah Cakya berusaha memotong makanan dengan sendok. Erfly langsung mengambil alih piring dihadapan Cakya, kemudian menyuapi Cakya penuh kasih. Tidak ada protes dari Cakya kali ini, dengan segera Cakya menghabiskan makanannya. Erfly menyerahkan gelas yang berisi air putih untuk mendorong makanannya.

"U... Pinter anak mama udah gede", Erfly mulai dengan candaannya setelah mengambil kembali gelas yang diserahkan Cakya.

"Sekarang giliran susternya yang makan", ibu Cakya bicara pelan mendekati Erfly dengan sepiring makanan dan gelas baru.

"Mama repot-repot, Erfly bisa ambil sendiri ma", Erfly menerima pemberian ibu Cakya malu.

"Papa yang suruh, papa g'ak mau calon menantu papa sakit", ayah Cakya bicara setengah berteriak dari arah luar.

Erfly terdiam tidak menjawab, jantungnya berdetak kencang karena matanya tidak sengaja menangkap sorotan mata Cakya. "Ya Allah, jantungku....",Erfly membatin.