webnovel

Dengar dulu kenapa sih...?

Erfly semakin emosi mendengar ucapan Cakya. Ternyata Mayang bukan hanya datang pagi-pagi, melainkan menginap dirumah Cakya. Itu berarti Cakya tidak datang semalam, karena bersama Mayang.

"Tu bang, dengar sendirikan...?", Erfly malah mengadu kepada Gama. Berusaha mencari pembelaan atas sikapnya kepada Cakya.

"Dengar dulu kenapa sih...?", Cakya malah menyela sebelum Gama diberi kesempatan untuk bicara.

"Selamat pagi anak-anak", wali kelas mereka tiba-tiba masuk.

"Pagi buk", semua yang ada dikelas menjawab hampir bersamaan.

"Mayang izin hari ini tidak masuk", wali kelas mereka melanjutkan sebelum memulai pelajaran.

Cakya terlihat gelisah selama jam pelajaran berlangsung. Saat bel istirahat berbunyi, Gama langsung menghampiri Cakya.

"Kenapa...? Dari tadi Gama perhatiin gelisah amat dengar Mayang g'ak masuk", Gama bertanya langsung pada intinya.

"Cakya khawatir Om", Cakya bicara jujur.

Erfly kesal mendengar pengakuan Cakya, dan bermaksud ingin pergi meninggalkan Cakya dan Gama. Cakya malah menarik tangan Erfly, kemudian memberi isyarat untuk duduk kembali.

"Dengar dulu kalau orang mau ngomong...", Cakya bicara pelan.

Gama memberikan isyarat agar Erfly kembali duduk ketempat semula. Mau tidak mau Erfly kembali duduk dibangkunya.

"Mayang kemarin kabur dari rumah, dia dipaksa nikah", Cakya memulai penjelasannya.

"Kata Cakya dia udah punya tunangan...?", kali ini Erfly protes, karena mengira Cakya sebelumnya berbohong.

"Iya, Mayang baru cerita kemarin. Ayahnya Mayang punya hutang sama rentenir, karena tidak mampu bayar, rentenir itu mengajukan syarat Mayang harus mau jadi istrinya. Karena masih sekolah, ayah Mayang memutuskan untuk mereka tunangan dulu.

Tapi... Rentenir itu g'ak sabaran, dia ngasih pilihan rumahnya Mayang bakal disita, atau Mayang dinikahin hari ini. Makanya Cakya takutnya Mayang dipaksa nikah hari ini, makanya dia g'ak masuk", Cakya menjelaskan panjang lebar.

"Kita kerumah Mayang", Erfly bicara diluar dugaan.

"Sekarang...?", Gama dan Cakya bicara hampir bersamaan.

"Hayu... Keburu telat ntar", Erfly bicara kesal.

"Kan masih jam sekolah", Cakya protes.

"Sekali-kali bolos, ntar Erfly minta izin ke wali kelas", Erfly langsung bergerak menuju parkiran.

***

Benar saja, seperti dugaan Cakya, rumah Mayang sudah penuh dengan tamu. Bahkan rumah Mayang sudah dipasang hiasan khas pelaminan orang kawinan.

Erfly memaksa masuk untuk bertemu Mayang, sedangkan Cakya dan Gama harus menunggu diluar. Erfly langsung menuju kamar Mayang, setelah diarahkan oleh ibunya Mayang.

"Assalamu'alaikum...", Erfly mengucap salam setelah membuka pintu kamar Mayang.

"Wa'alaikumsalam...", Mayang menoleh kebelakang, "Erfly, kok bisa disini...?", Mayang bertanya bingung.

Erfly menghampiri Mayang, "Berapa jumlah hutang ayah Mayang...?", Erfly langsung bertanya tanpa basa-basi.

"Erfly tahu dari mana...?", Mayang bertanya bingung sekaligus penasaran.

"G'ak penting, jawab pertanyaan Erfly. Berapa jumlah hutang ayah Mayang...?", Erfly kembali bertanya.

"Dua... Dua puluh lima juta", Mayang menjawab sambil tertunduk.

"Erfly pergi sebentar, Mayang ulur waktu sampai Erfly datang", Erfly bicara pelan.

"Erfly mau ngapain...?", Mayang berusaha menahan Erfly, dia tidak mau Erfly kenapa-kenapa, rentenir bangkotan itu terkenal tidak kenal ampun menghadapi orang lain.

"Pokoknya Mayang jangan sampai nikah sama rentenir itu. Dengan cara apapun, ulur waktu sampai Erfly kesini lagi", Erfly memberi peringatan sebelum berlalu dari hadapan Mayang.

Erfly menarik tangan Cakya menjauh dari keramaian, Gama mengekor dibelakang.

"Cakya anter Erfly ke rumah, terus kita ke Bank. Abang tunggu disini, jangan sampai Mayang nikah sama rentenir itu", Erfly mengatur strategi.

Gama hanya memberikan isyarat Ok. Sedangkan Cakya langsung menghidupkan motor, dan berlalu bersama Erfly.

Gama kembali duduk disamping ayah Mayang, tidak seperti orang tua lainnya yang tersenyum bahagia melepaskan putrinya menikah. Wajah ayah Mayang terlihat jelas penuh beban.

"Bapak kenapa...?", Gama berusaha membuka suaranya.

"Semua gara-gara kebodohan saya, Mayang terpaksa menikah dengan rentenir bangkotan itu", ayah Mayang bicara pelan, tergambar jelas penyesalan diwajahnya.

"Maaf pak, memang jumlah hutang bapak berapa...?", Gama berusaha menarik informasi.

"Awalnya 10 juta. Setiap bulan bunganya 10%. Dan terus berbunga. Sekarang malah jadi 25 juta", ayah Mayang bicara berat, dengan suara tercekat menahan tangis.

"Tiap bulan saya harus bayar 1 juta, itu hanya untuk membayar bunga hutang. Sedangkan hutangnya terus beranak pinak", tangis ayah Mayang kali ini pecah tidak mampu dibendungnya lagi.

Rombongan pengantin pria sudah datang, ayah Mayang langsung pamit meninggalkan Gama. Gama mulai gelisah menunggu kedatangan Erfly dan Cakya yang belum muncul juga.

Sebisa mungkin Mayang menahan diri dikamar. Sampai akhirnya rentenir bangkotan itu sendiri yang menjemput Mayang untuk keluar menuju tempat pernikahan.

"Erfly... Kamu dimana...?", Gama menggumam kesal.

Acara segera berlangsung, akan tetapi belum juga terlihat tanda-tanda kehadiran Cakya dan Erfly. Bahkan sampai pada acara inti, pengucapan ijab kabul.

Ayah Mayang selesai mengucapkan ijab, sekarang waktunya rentenir bangkotan mengucapkan kabul.

"Stoooppp....!!!", Erfly berteriak dari arah parkiran motor.

Semua mata langsung menuju kepada sumber suara. Rentenir bangkotan tampak kesal, dan langsung berdiri dari posisinya. Melepaskan genggaman tangannya dengan ayah Mayang.

"Bocah ingusan...!!!", Rentenir bangkotan mengupat kesal.

Erfly berjalan menghampiri Rentenir tanpa rasa takut. Kemudian Erfly langsung meraih tangan Rentenir dan menyerahkan amplop berisi sejumlah uang.

"Apa ini...?", Rentenir bangkotan bicara bingung dengan apa yang dilakukan Erfly.

"Itu pelunasan hutang ayah Mayang. Jadi pernikahan ini batal...!!!", Erfly langsung bicara pada intinya.

"Hah...?", Rentenir bangkotan kaget mendengar ucapan Erfly.

"Didalamnya ada uang 25 juta sesuai jumlah hutang ayah Mayang. Plus... Bonus dari saya 1 juta. Jangan coba-coba usik keluarga Mayang lagi, kalau tidak anda akan langsung berurusan dengan kantor polisi. Ayah saya pengacara, kenalannya petinggi kejaksaan. Anda mau main-main boleh dicoba", Erfly menyilangkan tangan didada sebagai pertahanan diri.

Rentenir bangkotan itu langsung membuka amplop coklat yang ada ditangannya.

"Jumlahnya tidak mungkin salah, saya baru ambil dari Bank, mau dihitung dulu silahkan saya tunggu", Erfly kembali berkomentar mencoba mengacaukan konsentrasi Rentenir bangkotan itu.

Rentenir tua itu langsung berlalu dengan para pengawalnya. Gama langsung menyikut lengan Erfly, "Sejak kapan ayah kamu jadi pengacara dek...?", Gama mengeluarkan celetukannya.

"Biar gampang urusan sama orang begituan bang", Erfly berbisik pelan, kemudian tertawa kecil.

"Erfly terlalu berani, gimana kalau tadi Erfly dipukul sama Rentenir itu coba...?", Cakya langsung sewot karena kesal dengan sikap Erfly yang gegabah.

"Kan ada Cakya dan Gama, masa kalian tega melihat Erfly di apa-apain sama Rentenir bangkotan itu...?", Erfly menyikut lengan Cakya, berusaha menggoda Cakya agar tersenyum.

Cakya dan Gama hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Erfly.

Mayang langsung menyerbu kepelukan Erfly. Tangisnya pecah tidak mampu dibendungnya lagi, "Terima kasih Erfly...", Mayang memeluk Erfly lebih erat.

Ayah dan ibu Mayang juga datang menghampiri Erfly, "Terima kasih nak, bapak hutang budi sama kamu", ayah Mayang berusaha mencium tangan Erfly. Akan tetapi Erfly menahan tangannya, kemudian langsung mencium punggung tangan ayah Mayang.

"Erfly yang harusnya mencium tangan bapak, karena Erfly yang lebih muda", Erfly bicara pelan disela senyumnya.

"Bagaimana kita harus membayar hutang-hutang kami nak...?", ibu Mayang bicara disela tangisnya, tangannya tetap menggenggam jemari tangan Erfly yang telah mencium tangannya dengan penuh rasa takzim.