webnovel

Candra g'ak kuat

Pak Wiratama berlari menerobos masuk kedalam ruang UGD rumah sakit DKT. Sudah ada polisi dan tentara yang menjaga rumah sakit dengan penjagaan ketat.

Pak Wiratama diarahkan untuk masuk ke salah satu ruang UGD. Terlihat seorang lelaki dengan borgol ditangan kanannya, sedangkan yang satunya lagi melingkar di besi tempat tidur.

Pergelangan tangan kanan lelaki itu dibalut dengan perban. Wajahnya pucat pasi, ada beberapa kumis tipis mulai tumbuh. Tubuhnya lebih kurus dari sebelumnya, terakhir kali pak Wiratama melihatnya di rutan.

"Candra...", pak Wiratama menggenggam tangan putra sulungnya dengan deraian air mata.

"Candra kami temukan dikamar mandi, mulutnya penuh busa dan tidak sadarkan diri", salah satu petugas polisi memberi informasi.

Pak Wiratama tidak merespon, dia masih saja mengusap pelan penuh kasih pucuk kepala Candra.

"Kita masih menunggu hasil lab", polisi tersebut menambahkan.

"Lalu... Kenapa tangannya diperban...?", pak Wiratama bertanya bingung karena tidak ada penjelasan tentang tangan anaknya yang terluka dari petugas polisi.

"Saat diberi tindakan oleh dokter, Candra sadar. Dia merebut pisau bedah dan menggores pergelangan tangannya", polisi itu menjawab sesuai urutan kejadian.

***

Ardi menghampiri pak Lukman diruang rawat inap Devi, kemudian berbisik ditelinga pak Lukman agar Devi tidak terbangun.

Pak Lukman berjalan keluar dari ruang rawat Devi, agar lebih leluasa bicara dengan Ardi.

"Ada apa...?", pak Lukman bertanya sesaat setelah duduk disamping Ardi.

"Ardi dapat kabar dari temen Ardi yang di rumah tahanan. Katanya Candra anak pak Wiratama dibawa kesini"

"Kenapa...?"

"Dia mencoba bunuh diri, dengan meminum Cairan pembersih lantai. Dan sesampainya disini dia malah menggores pergelangan tangan kanannya dengan pisau bedah milik salah seorang dokter jaga UGD"

"Dimana dia sekarang...?"

"Masih di UGD, menunggu hasil pemeriksaan lab"

"Perketat penjagaan, jangan biarkan siapapun menemui Candra"

"Pak Wiratama ada di dalam..."

"Minta tinggalkan tempat segera. Jangan ada yang boleh menemui Candra, lakukan dengan alasan apapun. Saya ingin dia merasakan bagaimana rasanya tidak berdaya melihat anaknya menjemput ajal...!!! "

"Baik om"

Ardi langsung menghubungi kepala rutan yang berada di UGD sedari tadi. Tidak perlu usaha yang terlalu besar. Kepala rutan langsung berkomunikasi dengan dokter Firman.

Candra dipindahkan keruang isolasi, dengan dukungan dari dokter Firman pekerjaan menjadi lebih mudah. "Untuk sementara pasien butuh istirahat total. Jangan ada seorangpun yang masuk. Sampai hasil tes berikutnya keluar besok malam", dokter Firman memberi instruksi kepada suster yang menjaga di depan pintu ruang isolasi.

"Baik dok", suster tersebut mengangguk paham.

***

"Bagaimana...?", Ardi mengangkat telfon langsung bertanya ke intinya.

"Candra tidak bisa ditemui sampai besok malam. Dia masuk ruang isolasi, sesuai perintah dokter Firman"

"Bagus, terima kasih"

"Jangan sungkan"

***

Pak Wiratama berlari ingin masuk menemui putranya. Langkahnya ditahan oleh suster yang berdiri di meja jaga.

"Maaf pak, untuk sementara pasien tidak bisa ditemui oleh siapapun", suster tersebut memberi peringatan agar pak Wiratama tidak masuk.

"Saya ayahnya. Saya ingin melihat keadaan putra saya...!!!", pak Wiratama berteriak karena kesal.

"Ini perintah dari dokter Firman. Pasien tidak boleh ditemui oleh siapapun sampai hasil tes keluar besok malam", suster tersebut menjelaskan.

"Apa...?! Peraturan aneh macam apa itu...!!!", pak Wiratama tidak perduli, dia berusaha menerobos masuk.

Suster merespon cepat, dua orang tentara segera menghadang jalan pak Wiratama. Tidak heran banyak TNI dirumah sakit DKT, selain ini rumah sakit militer. Letaknya juga tepat dibelakang kodim.

"Minggir...!!!", pak Wiratama memberi perintah.

"Kalau anda punya masalah dengan kebijakan rumah sakit. Anda bisa berkonsultasi langsung dengan dokter Firman", suster tersebut memberi solusi.

Pak Wiratama melangkah menjauh dari ruang isolasi, dengan segera dia menerobos masuk keruangan dokter Firman. Pasien dokter Firman yang sedang melakukan konsultasi langsung berdiri karena terkejut.

"Bagaimana... ", kata-kata pak Wiratama terputus karena dokter Firman langsung menyela ucapannya.

"Silahkan anda keluar, saya masih ada pasien", dokter Firman bicara dingin tanpa menatap pak Wiratama.

"Saya... ", pak Wiratama tidak terima dirinya diusir keluar.

Dokter Firman menekan salah satu tombol di telpon diatas mejanya, seorang suster langsung masuk.

"Kalau sudah bosan bekerja dengan saya, tinggal bilang. Biar saya bisa cari pegawai lain yang lebih kompeten", dokter Firman bicara dingin tanpa menatap wajah suster perempuan yang masuk keruangannya.

"Saya minta maaf dok, tidak akan terjadi lagi", suster tersebut bicara pucat. "Maaf, anda bisa keluar dahulu", suster tersebut beralih kepada pak Wiratama.

"Saya...", kata-kata pak Wiratama tidak selesai. Karena telah disela oleh suster muda nan cantik ini.

"Anda orang besar. Tolong jangan mempersulit hidup kami orang kecil, yang tidak pernah dianggap ada ini", suster tersebut bicara diluar dugaan pak Wiratama. Matanya sendu memohon belas kasihan.

Pak Wiratama tidak punya pilihan lain, selain keluar dari ruangan dokter Firman, dan menunggu hingga dokter Firman menyelesaikan semua jadwal konsultasi dengan pasiennya.

***

Pak Wiratama masuk menghadap dokter Firman setelah menunggu selama 4 jam penuh.

"Silakan duduk", dokter Firman bicara pelan.

Pak Wiratama duduk tepat dihadapan dokter Firman.

"Sepertinya ada yang ingin anda sampaikan...?"

"Mengapa Candra dimasukkan kedalam ruang isolasi...?"

"Saya rasa anda belum lupa, kalau Candra seorang tahanan saat ini"

"Lalu mengapa saya tidak bisa menemuinya...?"

"Itu perintah langsung dari kepala rutan"

" Bagaimana bisa... "

"Tidak perlu saya tegaskan lagi status Candra saat ini. Sebaiknya anda bekerjasama dengan kami. Atau... Candra akan kami pulangkan ke rumah tahanan saat ini juga, tanpa menjalani perawatan"

Pak Wiratama langsung diam, tidak mampu berkata-kata lagi. Dia tidak ingin mempertaruhkan keselamatan putranya karena egonya sendiri.

"Saya minta maaf, kalau begitu saya permisi", pak Wiratama bicara pelan dengan kepala tertunduk.

"Baik, terima kasih atas kerjasamanya", dokter Firman melemparkan senyumnya sebelum pak Wiratama meninggalkan ruangan.

***

Pak Wiratama memilih kembali menunggu diluar ruang isolasi. Menatap tubuh putranya yang terbaring lemah. Hatinya terasa sakit melihat penderitaan putranya, bahkan dadanya terasa sesak saat melihat borgol yang melingkari pergelangan tangan putranya.

Candra mulai sadar, suster langsung masuk dan menelepon dokter Firman. Tidak perlu menunggu waktu lama. Dokter Firman langsung masuk ruang isolasi dan memeriksa keadaan Candra. Setelah beberapa saat, dokter Firman keluar ruangan.

Pak Wiratama langsung menghadang dokter Firman, "Bagaimana keadaan Candra dok...?", pak Wiratama bertanya cemas.

"Sejujurnya saya belum tahu persis. Karena kita harus menunggu hasil lab. Dari tindakan yang kami lakukan saat di UGD, dia cukup banyak menelan obat pembersih lantai, itu akan memengaruhi organ dalam dan syarafnya", dokter Firman bicara kata perkata, dokter Firman sengaja bicara perlahan untuk menyiksa pak Wiratama. Kemudian langsung berlalu meninggalkan pak Wiratama.

Pak Wiratama langsung meraba kaca pintu ruang isolasi, Candra menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Tangan Candra menggapai, berusaha meraih tangan ayahnya mengemis meminta pertolongan. Air mata pak Wiratama mengalir tanpa dia sadari.

Saat malam menjelang, pak Wiratama masih setia duduk menunggu diluar ruang isolasi. Suster jaga menyerahkan selembar kertas kehadapan pak Wiratama.

Dengan setengah hati pak Wiratama menerima kertas pemberian suster muda tersebut. 'Candra g'ak kuat', hanya tiga kata itu yang tertulis dikertas, namun tiga kata itu mampu membuat dunia pak Wiratama runtuh dan hancur berkeping-keping. Pak Wiratama langsung meraung menangis sejadi-jadinya.