Tepat pukul 7 malam, jam tugas Rima berakhir. Rima siap-siap mau pulang, tetapi telfon dihadapannya berdering.
"Selamat malam, dengan UGD rumah sakit Mayjen. H.A. Talib Sungai Penuh ada yang bisa dibantu...?", Rima bicara renyah diujung telpon.
"Saya perlu bantuan"
"Bisa jelaskan apa yang anda rasakan...?"
"Saya butuh teman untuk menghabiskan makan malam yang saya pesan"
Rima mengerutkan keningnya, "Maaf, boleh saya tahu, saya sedang berbicara dengan siapa...?", Rima bertanya ragu-ragu.
"Suster saya tunggu diruangan saya, jam kerja suster Rima sudah selesai bukan...?", Alfa tertawa renyah.
"Ba...baik dok", Rima terbata-bata.
Sambungan telpon langsung dimatikan, Rima tersenyum sendiri karena Alfa selalu berhasil menjadikan dirinya sebagai mangsa empuk untuk dikerjai. Rima langsung pamit kepada rekan kerjanya untuk pulang, alih-alih pulang Rima langsung menuju ruang praktek Alfa.
"Permisi dok... ", Rima bicara sungkan saat membuka pintu ruangan Alfa.
" Masuk suater", Alfa bicara santai, kemudian dia berpindah dari kursi kerja ke kursi santai yang sengaja disiapkan untuk menerima tamu.
"Ada apa kamu...?", kalimat Kahfi langsung menghilang, saat membuka pintu, matanya langsung tertuju pada boxs makanan yang tertata rapi diatas meja.
Kahfi langsung ambil posisi duduk yang nyaman, kemudian mengeluarkan kotak satu persatu dari plastik.
"Ditraktir makan malam sama dokter Alfa yang baik hati", Kahfi bicara dengan senyum lebarnya.
"Mari makan suster, jangan malu-malu. Dokter Kahfi saja malu-maluin", Alfa bicara pelan disela senyumnya menatap sahabatnya yang kegirangan.
"Baik, terima kasih dokter", Rima menerima boxs makanan yang diserahkan oleh Alfa.
"Ada angin apa ini, tiba-tiba dihujani makanan segaban", Kahfi bicara dengan mulut penuh makanan.
"Itu permintaan maaf Alfa", Alfa bicara pelan nyaris tidak terdengar.
"Untuk...?", Rima dan Kahfi bertanya hampir bersamaan.
"Karena Alfa, kalian jadi harus kerja ekstra", Alfa bicara pelan, karena merasa tidak enak dengan rekan kerjanya.
"Itu bukan sepenuhnya salah kamu lagi, emang dasar sial aja bagian UGD pas kosong istrinya pak Wako masuk. Tapi... Ngomong-ngomong makasih traktirannya. Sering-sering aja kamu ngerasa bersalah kayak gini, jadi kita bisa dapat makan gratisan mulu", Kahfi ceramah bebas.
"Maunya", Alfa membalas memasang muka kesal.
Kahfi nyengir kuda memamerkan giginya yang putih.
***
Seperti biasa dokter Firman rutin memeriksa perkembangan Devi.
"Bagaimana dokter...?", pak Lukman bertanya saat dokter Firman selesai melakukan tugasnya.
"Sejauh ini Devi baik-baik saja. Tapi... Kalau pak Jendral mau lebih memastikan, sebaiknya pak Jendral langsung konsultasi sama dokter Alfa, karena beliau yang lebih paham keadaan Devi, notabene beliau yang mengoperasi Devi", dokter Firman memberi saran.
"Apa tidak bisa, dokter Firman minta dokter Alfa kesini untuk memeriksa keadaan Devi...?", Devi bertanya bingung.
"Masalahnya, dokter Alfa bukan dokter resmi rumah sakit tentara. Beliau bekerja di rumah sakit umum, waktu operasi itu, permintaan pribadi saya", dokter Firman menjelaskan duduk persoalannya.
"Sebaiknya bagaimana ya dokter...?", pak Lukman meminta saran.
"Begini saja, pak Jendral langsung telfon saja beliau", dokter Firman memberi saran.
"Boleh dicoba dokter", pak Lukman bicara pelan. Kemudian langsung mencatat nomor telepon Alfa di HPnya.
Setelah dokter Firman mohon diri, pak Lukman tidak mau buang-buang waktu lagi. Pak Lukman langsung menelepon Alfa.
"Selamat malam dokter", pak Lukman bicara santun.
"Ya selamat malam", terdengar suara dari ujung lain telfon.
"Ini saya ayahnya Devi yang dokter operasi di rumah sakit DKT"
"Oh... Iya. Ada apa pak Jendral...? Ada yang bisa saya bantu...?"
"Saya barusan habis konsultasi sama dokter Firman, kira-kira kapan dokter Alfa ada waktu. Bisa mengecek keadaan Devi pasca operasi kemarin lusa...?"
"Memangnya ada komplen apa dari Devi pak Jendral...?"
"O...tidak, bukan begitu dokter Alfa. Yah... Ini hanya untuk menghilangkan rasa cemas saja. Apa dokter bersedia memeriksa keadaan Devi sekali lagi, hanya untuk memastikan semua baik-baik saja begitu"
"O...saya paham"
"Atau... Saya dan Devi ke tempat kerja dokter Alfa saja, kapan dokter ada waktu luang...?"
"Saya saja yang kesana pak Jendral, kebetulan jam kerja saya juga sudah selesai. Nanti sekalian saya mampir kalau begitu"
"Apa saya tidak merepotkan dokter Alfa kalau begini...?"
"Jangan sungkan pak Jendral, kebetulan arah saya pulang melewati rumah sakit. Sekalian saja"
"Baik kalau begitu, terima kasih dokter sebelumnya"
"Iya sama-sama pak Jendral"
***
"Ada apa...?", Kahfi bertanya saat Alfa menyimpan kembali HPnya.
"Kepo... ", Alfa bicara santai, membuat Kahfi memasang raut muka kesal.
Setelah makan, Rima langsung pamit pulang, sedangkan Kahfi langsung menuju UGD. Alfa menepati janjinya untuk mampir ke rumah sakit DKT untuk memeriksa keadaan Devi.
Tidak seperti sebelumnya, Alfa bisa melenggang masuk begitu saja. Kali ini Alfa menjalani pemeriksaan ketat.
"Maaf, ada perlu apa anda kesini...?", salah satu anggota TNI menghadang Alfa saat mau memasuki UGD.
"Dokter Alfa... ", seorang lelaki berbadan tegap menghampiri Alfa.
"Komandan", petugas TNI yang menghadang Alfa memberi hormat.
"Dia tamu pak Jendral", Ardi bicara pelan.
"Kalau begitu saya minta maaf komandan", lelaki tadi merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, kamu hanya menjalankan tugas", Ardi melemparkan senyuman kecil. "Mari dokter, saya antar", Ardi beralih kepada Alfa.
Alfa hanya mengikuti langkah Ardi.
"Maaf dokter atas ketidak nyamanannya"
"Saya yang harus minta maaf, mungkin penampilan saya meragukan kalau saya ini dokter. Lebih mirip gembel, hahahaha.... "
" Dokter bisa saja merendah"
"Kok suasananya agak berbeda, dari terakhir kali saya kesini. Apa... Memang selalu seperti ini...?"
"Hari biasa tidak seketat ini dokter. Ini karena ada penghuni rumah tahanan yang sedang dirawat. Jadi... Kita tidak mau ambil resiko tahanan kabur"
"O..."
"Mari dokter, silahkan masuk", Ardi membuka pintu sebuah ruangan VVIP.
"Dokter... ", pak Lukman langsung menyalami Alfa." Maaf meminta dokter jauh-jauh kesini malam-malam begini", pak Lukman bicara sungkan, karena menambah daftar pekerjaan untuk Alfa. Dokter muda yang memiliki dedikasi tinggi untuk pekerjaannya.
"Jangan sungkan pak Jendral. Saya sekalian pulang. Kalau begitu saya periksa dulu keadaan bu Devi?", Alfa meminta izin untuk mengecek keadaan Devi.
"Silakan dokter", pak Lukman menuntun Alfa ke ranjang Devi.
Alfa dengan teliti memeriksa keadaan Devi, dia tidak mau terjadi kesalahan sekecil apapun. Karena sedikit saja diagnosanya salah, bisa nyawa pasien yang menjadi taruhannya.
Sesekali Alfa mengajukan pertanyaan santai kepada Devi, agar Devi merasa rilexs. Terkadang pertanyaan diajukan untuk menunjang hasil pemeriksaan Devi. Alfa sudah meneliti hasil laboratorium Devi yang dikirim oleh dokter Firman melalui email, diterima oleh Alfa saat berada diparkiran rumah sakit DKT tadi.
"Bagaimana dokter...?", pak Lukman bertanya pelan, saat melihat Alfa telah memasukkan kembali peralatannya.
Alfa memilih untuk duduk dikursi tamu, agar lebih santai berbicara tentang kondisi Devi.
"Sejauh ini bu Devi pulih dengan baik pak Jendral, tidak ada yang perlu dikhawatirkan", Alfa bicara dengan keyakinannya setelah memeriksa keadaan Devi.
"Syukurlah, kapan saya bisa pulang dokter...?", Devi menyela seketika.
"Kalau soal itu, dokter Firman yang lebih berwenang memberi izin", Alfa tidak mau melangkahi dokter Firman sebagai dokter pertama yang merawat Devi.
"Sabar nak, menginap sehari dua hari lagi tidak masalah demi kesehatanmu...", pak Lukman menasihati Devi.
"Devi kangen tugas pa...", Devi merengek seperti anak kecil.
"Jangan diberi tugas lapangan dulu pak Jendral selama 6 bulan kedepan. Saya tidak mau ambil resiko. Kalau bisa, setiap sebulan sekali bu Devi kontrol ke saya. Nanti saya minta jadwalkan sama suster. Tapi... Apa tidak masalah kalau bu Devi nanti diperiksa di rumah sakit umum...?", Alfa bertanya untuk memastikan keputusannya benar.