webnovel

Cakya, kenapa kamu disini...?

Setelah sholat isya, Cakya memutuskan untuk membeli makanan. Cakya dan Putri memilih makan di teras rumah.

"Ketemu dimana kamu sama makhluk astral tadi...?", Cakya bertanya pelan setelah menelan makanannya.

"Dia teman kampus, awalnya sikapnya manis banget bang. Terus... Dia juga beberapa kali membantu Putri pas acara kajian alam kampus", Putri mulai bercerita.

"Hem...", Cakya hanya bergumam pelan.

"Terus... Akhir-alhir ini Putri sering dengar rumor, kalau dia sering jalan sama cewek lain. Bahkan Putri juga pernah di temui satu cewek, katanya dia pacarnya dia, mereka udah pacaran dari bangku SMA.

Putri g'ak percaya Putri dibodohi habis-habisan sama dia", Putri tertawa remeh, menertawai dirinya sendiri.

"Terus rencananya kamu apa sekarang...?", Cakya bertanya pelan, sembari memasukkan suapan besar kedalam mulutnya.

"Jalani ajalah bang seperti air mengalir, Putri harap sih dia besok bisa amnesia, jadi bisa lupa sama Putri", Putri bicara asal.

Cakya spontan tertawa mendengarkan ucapan Putri yang dirasa konyol.

Putri melihat jam tangannya, kemudian melirik kiri kanan.

"Kamu masuk aja, istirahat. G'ak baik udara malam buat cewek", Cakya bicara asal.

"Em... Bang Cakya...", Putri tidak melanjutkan ucapannya.

"G'ak apa-apa, Cakya tetap disini sampai pak Jendral pulang", Cakya kembali meyakinkan Putri agar tidak perlu khawatir.

"Putri g'ak enak sama abang", Putri merasa keberatan.

"Kalau g'ak enak kasih kucing aja", Cakya menjawab asal.

Putri tertawa renyah, "Kucing aja g'ak doyan bang, di lepehin", Putri kembali tertawa.

"Masuk sana", Cakya kembali memberi perintah.

"Putri masuk bang", Putri bicara pelan.

"Hem...", Cakya bergumam pelan, kemudian memijit pelan keningnya yang terasa sedikit pening.

Cakya memperbaiki posisi duduknya begitu Putri menghilang dari balik daun pintu. Cakya menyilangkan kedua lengannya di dada, membuat dirinya lebih nyaman. Detik berikutnya Cakya memejamkan matanya, berusaha untuk istirahat.

***

Putri menelfon ayahnya. Menunggu beberapa detik untuk pak Jendral mengangkat telfon.

"Pak Jendral di mana...?", Putri bertanya pelan.

"Sudah di kantor, ada pertemuan. Ada apa...?", pak Jendral balik bertanya.

"G'ak apa-apa, katanya pak Jendral pulang hari ini. Tapi... Udah malam belum nyampe juga", Putri bicara berputar-putar.

"Hem...", Pak Jendral hanya bergumam pelan, sebelum mengakhiri hubungan telfon.

Putri meletakkan HPnya keatas meja kecil di samping tempat tidur, Putri segera menuju teras rumah. Putri berniat meminta Cakya untuk pulang, karena dia sudah lebih tenang satelah tahu ayahnya sudah berada di kantor. Kalau terjadi apa-apa, Putri hanya perlu berteriak saja.

"Bang...", Putri tidak melanjutkan ucapannya, karena melihat Cakya sudah terlelap tidur.

Putri kembali kedalam rumah, keluar dengan selimut. Putri dengan hati-hati menyelimuti Cakya. Kemudian kembali masuk kedalam rumah.

***

Tepat pukul 23.00 Wib pak Lukman selesai melakukan rapat dengan bawahannya. Pak Lukman menaiki mobilnya, hanya butuh memutar untuk pak Lukman agar sampai kerumah dinasnya.

Pak Lukman sengaja memarkirkan mobil di luar pagar, karena tidak ingin mengganggu tidur Putri. Kening pak Lukman seketika berkerut begitu melihat ada Cakya yang tidur di kursi teras rumahnya.

Pak Lukman menepuk pelan pundak Cakya untuk membangunkan Cakya, hanya butuh satu tepukan pundak saja, Cakya sudah terbangun.

"Astagfirullah halazim...", Cakya bicara pelan, mengusap kasar mukanya untuk mengembalikan kesadarannya.

"Cakya, kenapa kamu disini...?", pak Lukman bertanya bingung.

Cakya memperbaiki posisi duduknya. "Tadi... Cakya ketemu Putri di jalan. Sekalian Cakya anterin pulang. Putri cerita katanya pak Jendral lagi di jalan dari luar kota. Cakya hanya ingin istirahat sebentar sambil menunggu pak Jendral, malah ketiduran", Cakya merangkum kejadian dalam satu nafas saja.

"Kamu dari mana...?", pak Lukman bertanya tiba-tiba saat melihat celana dan baju Cakya ada noda tanah.

"Gunung pak Jendral", Cakya bicara pelan. Kemudian bangun dari kursinya, melihat selimut yang menyelimuti tubuhnya.

"Kamu mau kemana nak...?", Pak Lukman bertanya bingung.

"Pulang pak Jendral", Cakya menjawab pelan sembari menyerahkan selimut yang ada di tangannya.

"Kamu g'ak mau menginap disini saja...? Sudah hampir tengah malam ini", pak Lukman menawarkan.

"G'ak apa-apa pak Jendral", Cakya bicara pelan.

"Hati-hati kamu", pak Lukman memukul pelan lengan Cakya.

"Assalamu'alaikum", Cakya mengucap salam sebelum pergi.

"Wa'alaikumsalam", pak Lukman menjawab pelan, dengan enggan melepaskan kepergian Cakya.

Cakya merayap perlahan dengan motornya. Butuh waktu lebih lama dari biasanya, 20 menit berikutnya Cakya akhirnya sampai kerumahnya.

Ibu Cakya segera membuka pintu begitu mendengar suara motor Cakya. Setelah memarkirkan motornya, Cakya melangkah sangat perlahan. Kepalanya tiba-tiba terasa pusing, tatapan Cakya menjadi gelap seketika, tubuh Cakya jatuh seketika.

Yang di dengar Cakya hanya teriakan panik ibunya, selanjutnya Cakya tidak tahu apa-apa lagi.

***

Azan subuh membuat Putri membuka matanya. "Astagfirullah, udah subuh. Bang Cakya...?", Putri bicara panik dan segera menuju teras rumah.

"Kamu nyari apa nak...?", pak Lukman bertanya bingung, saat melihat putrinya berlari keluar rumah pagi-pagi buta.

"Itu... Putri nyari...", Putri tidak bisa melanjutkan ucapannya, karena pak Lukman kembali menyela.

"Cakya...?", pak Lukman bertanya pelan.

Putri hanya mengangguk pelan.

"Kamu sudah sholat subuh...?", pak Jendral bertanya pelan.

Putri hanya menggeleng pelan.

"Sholat dulu, nanti kita bicara", pak Lukman memberi perintah.

Putri segera berlalu dari hadapan pak Lukman, menuju kamarnya. 20 menit kemudian Putri sudah duduk di meja makan, menyusul ayahnya yang telah lebih dahulu duduk di meja makan, menikmati segelas teh panasnya.

"Sebenarnya ada apa...?", pak Lukman bertanya pelan.

"G'ak ada apa-apa pak Jendral", Putri bicara pelan, menolak untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

Pak Lukman meletakkan gelas tehnya, kemudian menatap lekat wajah putri bungsunya.

"Tidak mungkin Cakya sampai tidur di teras, kalau tidak ada apa-apa", Pak Lukman bicara tegas.

"Itu...", Putri bicara ragu.

"Nak... Kamu belum lupakan kalau saya ini ayahmu. Kita hanya tinggal berdua sekarang", pak Lukman bicara pelan.

"Putri... Berantem sama cowok putri, dia selingkuh lagi", Putri bicara dengan suara paling rendah.

"Hubungannya dengan Cakya apa...?", pak Lukman bertanya bingung.

"Putri di tinggalkan di jalan, kebetulan bang Cakya lewat, terus nganterin Putri pulang. Sampai di rumah, cowok resek itu datang ke rumah. Dia maksa Putri buat ngomong, tapi... Mau ngomong apa lagi, semua sudah jelas. Putri putus sama dia, dianya ngeyel tidak mau pergi.

Makanya bang Cakya memutuskan untuk menunggu pak Jendral pulang, biar cowok itu g'ak berani resek. Bang Cakya... Hanya mau jagain Putri saja pak Jendral", Putri bicara panjang lebar, kepalanya tertunduk tidak berani menatap wajah ayahnya.

"Kamu masih suka sama Cakya...?", pak Lukman bicara diluar dugaan Putri.

"Ah... Putri... Anu... Putri itu...", Putri menjawab dengan terbata-bata.

"G'ak perlu di jawab sekarang, kamu pikirin saja dulu. Masalah perasaan g'ak bisa main asal saja", pak Lukman bicara pelan, kembali menyeruput tehnya.