webnovel

Kutukan Memalukan

"Bapak panggil supir? " tanya bhie ketika dia sampai di depan rumah membawa tas berisi pakaian miliknya.

"Jangan terlalu keras, nanti kalau dia dengar kamu masih panggil bapak bagaiamana! "

Bhie langsung menutup mulutnya dan nyengir merasa bersalah.

"Tumben pakai supir " ucap bhie lagi kali ini berbisik.

"Kamu pikir ke yogyakarta itu sama seperti pergi ke kampus! " celetuknya.

Dia lalu melihat ke arah bhie yang mendekat ke arahnya untuk bisa mendengar jawabannya.

Bhie menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipisnya.

"Pasti jantungnya sekarang sampai sepuluh jam kedepan bekerja cepat dan bapak tidak bisa istirahat nanti " ucap bhie yang lagi-lagi berbisik.

"Maksudnya? "

Dia merubah raut wajahnya menjadi serius dan diperlihatkan pada bhie.

"Kan, kalau mau ketemu orang spesial itu bikin kita tidak sabar buat ketemu, " ucap bhie.

"Memangnya kamu punya orang spesial? " tanya pak alan.

Bhie mengerutkan dahinya, dia menggerutu dalam hatinya.

"Dia pikir aku tidak pernah punya teman spesial seumur hidup! "

"Menyebalkan! "

"Kalau bukan orang tua pasti udah aku jitak kepalanya, " bhie berkeluh kesah dalam hatinya.

Dia terlihat menarik nafas dalam-dalam untuk tidak bicara hal aneh lagi di depan pak alan.

"Kenapa bapak lihatnya seperti itu? " bhie merasa aneh diperhatikan oleh pak alan dari ujung rambut sampai kakinya.

"Kamu pakai sandal jepit? "

Bhie melirik sekilas ke arah kakinya, lalu memperlihatkan senyuman tipis.

"Saya lupa bawa sandal, " jawab bhi kikuk.

"Kamu kan bisa pakai sepatu, jangan seperti anak kecil hal yang seperti ini saja harus di beritahu. "

"Kamu itu mahasiswi, " lanjut pak alan.

Bhie menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "saya pakai sepatu nanti kalau sudah sampai tempat tujuan, ya pak. Please "

"Kalau perjalanan jauh pasti akan merepotkan "

Giliran dahi pak alan yang memperlihatkan beberapa garis.

"Kenapa? "

Bhie menggelengkan kepalanya tidak mau menjawab pertanyaan pak alan.

"Kalau kamu tidak memberikan alasan yang masuk akal, saya simpan kamu di bagasi "

Mulut bhie menganga, "bapak tega sekali... "

"Jawab! "

"Tapi bapak jangan marah, " ucap bhie.

"Tergantung jawabannya "

Bhie membulatkan kedua matanya, "kalau saya pipis pakai sepatu di toilet umum, pasti kena sepatu! "

"Itu sudah kutukan dari kecil sampai sekarang, puas? "

"Tidak ada hubungannya dengan status mahasiswi saya, karena selama ini saya selalu berusaha tetap tidak bisa. "

Terlihat semburat merah di wajah pak alan mendengar jawaban bhie yang berusaha dia tutupi dengan pura-pura mengusap ujung alis kanannya.

"Masuk, " perintahnya.

Bhie dengan wajah cemberutnya dengan kesal masuk ke dalam mobil.

"Kenapa jauh sekali, " pak alan bicara pelan sambil menarik tangan bhie agar tubuhnya bisa dekat dengannya.

"Kamu harus tahu dia itu orang kepercayaan mama, " bisik pak alan.

Bhie merasakan bulu kuduknya yang berdiri karena tanpa di sengaja ketika berbisik tadi bibir pak alan menyentuh telinganya.

"Iya... " bhie berusaha menutupi salah tingkahnya.

"Selama perjalanan kamu harus menjadi anak penurut, " lagi-lagi pak alan berbicara pelan padanya.

"Iya, " angguk bhie.

"Sebagai hadihanya, nanti aku carikan toilet umum yang duduk supaya sandal kamu juga nggak kebasahan. "

Bhie melotot malu, dia melihat pak alan yang setengah mati berusaha untuk menahan tawanya.

"Iya, ketawain aja! " gerutu bhie.

"Tunggu sampai saya tahu kelemahan bapak! "

Bhie sudah memberikan sebuah ultimatum pada laki-laki yang duduk di sampingnya dengan jarak sangat dekat.

Dia tidak senang dengan wajah pak alan yang menahan tawa karena kekurangannya, walaupun itu terlihat seperti sangat mengagumkan bisa melihat laki-laki tampan tersenyum.

Ujung mata bhie tidak sengaja melirik ke arah supir yang diam-diam memperhatikan mereka.

Bhie tertawa dalam hati, "coba kita lihat apa yang bisa kamu lakukan sekarang! "

"Tunggu, sepertinya ada sesuatu disini. "

Bhie menatap ke arah pak alan, satu tangannya perlahan namun pasti akhirnya mendarat di satu sisi pipi pak alan. Dia mengusapnya dengan lembut untuk beberapa detik, lalu tersenyum.

"Ada debu ternyata, "

Setelah puas melihat reaksi pak alan yang sesuai dengan dugaannya, bhie memperbaikin posisi duduk dengan pandangan lurus ke arah jalan di depannya.

Dia bisa tahu tanpa melihat pun reaksi pak alan sekarang, masih terkejut dan tidak bisa membalas bhie dengan hujatan-hujatannya yang menyakitkan.

Bhie tertawa puas dalam hatinya, dan sekarang ini pun dia sedang bernyanyi lagu gembira yang tentu saja hanya dalam hatinya.

"Hah, aku jadi berpikir sebenarnya laki-laki dengan sikap seperti kulkas empat pintu itu, ah ralat sembilan pintu. Dia masih bisa bereaksi setelah disentuh wanita cantik dan muda seperti aku! "

Dia dengan bangganya berkata-kata dalam hatinya, dan hanya terlihat dengan anggukan kepalanya.

"Target tahun ini bukan mendapat nilai ujian bagus, tapi mendapatkan hati laki-laki yang bilang dirinya penyuka sesama jenis! "

Bhie mengepalkan satu tangannya untuk memberikan sebuah kekuatan pada dirinya sendiri.

Ujung matanya melirik ke arah pak alan yang kali ini sudah lebih baik dari tadi ketika tangan bhie menyentuh pipinya.

"Kamu harus terbiasa dengan sentuhanku! " celetuk bhie dalam hatinya.

Dia berpura-pura memejamkan kedua matanya, agar terlihat seperti seseorang yang tengah tertidur.

Setelah bhie merasa waktunya untuk menggencarkan aksinya, bhie menyandarkan kepalanya di bahu pak alan.

Dia ingin sekali tahu reaksi pak alan ketika kepalanya bersandar di bahunya.

"Ahh, ini nyaman sekali. "

Bhie merasa menyandarkan kepalanya di bahu pak alan adalah hal yang sangat tepat.

Karena dia merasa berada di sebuah bahu yang memberikannya kenyamanan dan merasa terlindungi.

"Kenapa dia sama sekali tidak bereaksi? " tanya bhie.

"Apa karena sekarang ada pak supir yang adalah orang kepercayaan mama nya? "

Tapi bhie terlalu hanyut dengan tindakan coba-cobanya kali ini.

Terlalu merasa nyaman sampai membuatnya terlelap tidur dan lupa dengan semuanya. Dia sudah tertidur untuk beberapa jam kemudian dan tersadar mobil telah berhenti dan hanya ada dia sendiri di dalamnya.

"Benar-benar ketiduran! "

Bhie mengusap wajahnya dan merapikan rambutnya yang terurai dengan membuat sebuah sanggul di puncak kepalanya.

Dia melihat sebuah tempat makan yang ada di depan matanya, lalu memutarkan pandangannya ke seluruh penjuru untuk mencari orang di tempat yang asing buatnya.

"Astaga!!! "

Bhie terkejut ketika pintu mobil disampingnya terbuka.

"Kaget, pak! "

Pak alan tidak peduli dengan reaksi terkejut bhie.

"Ayo makan dulu "

Dia menunggu bhie keluar dari dalam mobil.

Bhie yang baru saja bangun dari tidurnya, dengan cepat bangkit untuk keluar dari dalam mobil.

"Hati-hati! "

Satu tangan pak alan melindungi kepala bhie yang hampir saja terbentur atap pintu mobil dengan telapak telapak tangannya.

Dia menggelengkan kepalanya, "kamu itu seperti anak kecil, sembrono "

"Tapi penampilan seperti nenek-nenek! "

Dia menarik ikat rambut yang membuat sanggul di kepala bhie.

"Jangan pakai gaya seperti kalau ada aku! "

"Ini gaya korea, pak " bhie berdalih.

"Kamu harus selektif memilih gaya sesuai usia kamu! "

Bhie menarik nafasnya dalam-dalam, "iya, iya, kenapa sih marah-marah terus "

Bhie merasa ada yang aneh dengan penampilan pak alan sekarang.

"Bapak ganti baju? setahu saya kaos yang bapak pakai tadi warna putih "

Dan kali ini berubah menjadi warna hitam.

"Ya saya gantilah, " dia menjawab dengan ketus sambil melotot ke arah bhie.

"Kamu tidur lama, pakai acara ngiler segala di kaos! "

Kedua mata bhie secara reflek berkedip dengan cepat, mulutnya kaku untuk mengatakan apapun kali ini.

Dia yakin sekali warna wajahnya merah saat ini, dan dia ingin sekali menangis karena malu.

Tindakannya sudah di luar batas tolelir, dia mengeluarkan air liur di kaos pak alan yang adalah dosennya ketika tertidur tadi.

"Bhie bodoh! memalukan! " dia menyumpahi dirinya sendiri dan ingin menghilang untuk beberapa waktu sampai rasa malunya hilang...