webnovel

Guru Di Atas, Murid di Bawah

"Kamarmu akan di renovasi sesuai dengan keinginanmu ketika kita pergi ke bali nanti "

Bhie berjalan masuk ke dalam kamarnya di lantai dua yang pak alan sengaja siapkan untuknya jauh sebelum mereka menikah.

"Tidak perlu, pak " ucap bhie, "Ini sudah sangat bagus sekali buat saya, sayang kalau di rubah lagi "

"Takutnya selera saya malah merubah keindahan tempat ini " sambung bhie.

Pandangannya terus berjalan-jalan di sekitar kamar barunya, yang ruangannya tentu saja lebih luas dari kamarnya yang terdahulu. Dan tempat tidur yang ada di hadapan bhie walaupun hanya sekedar dilihat tapi bhie tahu kalau tempat itu pasti empat kali lipat lebih empuk dari tempat tidurnya yang ada di rumah.

Semua yang ada di kamarnya sekarang jelas sekali terlihat sangat mahal walaupun bentuknya sangat sederhana.

"Tapi ini ruangan pribadi kamu " ucap pak alan, "perempuan itu biasanya selalu ada tempat yang nyaman untuk dirinya sendiri "

"Yang pertama ruang tidur yang kedua adalah ruang makan "

Bhie tersenyum lebar, "ternyata bapak tahu juga tentang perempuan "

"Padahal di kampus bapak jarang terlihat membawa mahasiswi perempuan atau dosen perempuan "

"Memangnya harus? " pak alan langsung melontarkan pertanyaanya.

"Mungkin harus " jawabam bhie ambigu, "karena orang sehebat dan setampan bapak itu banyak di kagumi mahasiswi, biasanya orang sukses dan keren itu pacarnya banyak alias playboy "

"Itu menurut siapa? " dia bertanya lagi dengan nada yang selalu datar dan wajah tanpa ekpresi.

Bhie sedikit berpikir untuk mencari referensi ucapan yang dia katakan tadi.

"Saya sih lihat di film, pak " jawaban bhie sambil nyengir.

"Makanya kalau kamu mudah terpengaruh cari tontonan yang akan membuat kamu pintar, jangan justru malah di bodohi " tanggap pak alan.

'Salah lagi omonganku! ' cetus bhie dalam hatinya.

'Diamah nggak asik di ajak bercanda... ' lagi-lagi bhie hanya bisa mengomentari sikap pak alan dalam dirinya sendiri.

'Terlalu baperan, padahal dia bukan anak muda lagi! '

Bhie hanya terlihat terdiam sambil menggelengkan kepalanya tanpa pak alan tahu apa yang sedang dia pikirkan sekarang ini.

"Kamu simpan barang kamu, dan kita bicara sebentar di bawah "

"Baik, pak " bhie mengangguk.

Dia melihat pak alan yang keluar dari ruangan yang telah menjadi kamar tidurnya hari ini. Bhie menyimpan semua barang belanjaannya yang sangat banyak hari ini dan duduk sebentar di atas tempat tidur barunya.

"Ini empuk banget!! " bhie duduk sambil merasakan kebahagiaan mendapatkan tempat tidur yang sama seperti di tempat sahabat baiknya.

"Umma harus lihat betapa beruntungnya bhie " ucapnya lagi, lalu ekspresi wajahnya berubah menjadi sedih.

"Bhie janji akan memberikan tempat tidur dan rumah yang nyaman seperti ini buat umma nanti " sambungnya.

Dia sudah bertekad untuk membuat bahagia wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya itu, walaupun pada kenyataannya nanti dia hanya akan menjadi seseorang yang hanya menutupi kisah cinta terlarang.

"Aku harus cepat kebawah " bhie bergegas beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya.

Dari atas dia melihat sosok pak alan yang sedang membuat segelas kopi hitam. Jas abu tua yang selalu dipakainya ketika mengajar sudah di tanggalkan dan hanya menyisakan kemeja putih yang bagian lengannya telah tergulung sampai dengan sikunya.

Dua kancing kemejanya telah terbuka dan sedikit memberikan pemandangan indah untuk bhie, dan di wajahnya yang mulus itu terlihat jelas dia baru saja mencukur rambut di sekitar dagu dan pipinya yang membuatnya terlihat seperti laki-laki yang sempurna.

"Coba dia suka wanita " ucap bhie terus memandangi pak alan dari anak tangga yang dia lewati.

"Walaupun dia nyuruh aku bersihin lantai dan kamar mandi setiap hari, aku akan rela demi abang! "

Bhie cekikikan dalam hatinya, dia yang baru beberapa jam bersama dengan pak alan sudah mulai terlihat gila. Tidak bisa bhie bayangkan apa yang akan terjadi padanya beberapa bulan yang akan datang.

"Kenapa berdiri disitu? "

Suara pak alan mengejutkan lamunan tingkat tinggi bbhie yang dia sendiri pun sudah sangat tahu jawabannya sangat tidak mungkin untuk mencapainya.

Dahi pak alan berkerut, "buat apa bawa buku dan pulpen? "

Bhie tersenyum lebar, "saya takut jadi pelupa, pak "

"Bapak sekarang mau membicarakan aturan yang boleh saya lakukan dan tidak boleh saya lakukan, apa makanan dan minuman kesukaan bapak, ruangan mana yang haram bagi saya untuk di masuki dan jam berapa saya harus bangun tidur... "

Kedua alis pak alan naik, "kamu pikir seperti itu? "

Bhie menganggukkan kepalanya, dia masih berdiri di samping sofa yang berhadapan dengan pak alan.

"Kenapa kamu masih berdiri? " tanya pak alan, "kamu duduk dulu "

"Baik, pak " bhie lalu menuruti apa yang dikatakan oleh pak alan dan lalu duduk di sofa yang sama empuknya seperti tempat tidur di kamarnya.

"Kenapa masih seperti di kampus " ucap pak alan yang lalu terhenti karena dia menyeruput kopi hitam miliknya.

"Ini di rumah " sambungnya sambil memperhatikan bhie yang memakai kaos lengan pendek over size berwarna toska dan cepolan di rambutnya.

"Pertama-tama sebaiknya kita rubah dulu panggilan untuk masing-masing dari kita "

Bhie hanya mengangguk dan kemudian dia mencatat apa yang sudah dikatakan oleh pak alan.

"Apa yang kamu catat? "

Bhie berhenti menulis dan menoleh ke arah pak alan yang sedari tadi memperhatikannya.

"Yang bapak bilang tadi " jawab bhie, "nama panggilan... "

Pak alan menarik nafasnya dan meletakkan satu tangan di keningnya sekarang, tetapi kedua matanya masih terus memandangi bhie.

"Hal yang seperti itu pun harus kamu catat? "

"Iya, pak " bhie menjawab dengan polos.

"Terserah kamu saja " ucapnya menyerah.

"Kamu boleh memanggil bapak ketika kita berada di lingkungan kampus " sambungnya lagi, "tapi ketika sedang berdua atau di depan keluarga dan acara keluarga jangan panggil bapak "

Dahi bhie berkerut dan bibirnya sedikit maju, "kenapa, pak? "

Dia menunggu jawaban dari pak alan sambil menggigit ujung pulpennya.

"Kenapa? " suara pak alan memelan.

Terlihat oleh bhie pak alan yang beranjak dari tempat duduknya, dan dia duduk di sebelah bhie di sofa yang sama.

"Kamu mau kemana? "

Pak alan melihat tubuh bhie yang seperti melumer dari sofa turun ke lantai dan duduk di atas lantai.

"Tidak sopan, pak " jawab bhie sambil tersenyum, "guru itu kan orang yang harus saya hormati, kedudukannya guru di atas dan murid di bawah "

"Kamu lupa kita sudah menikah " pak alan menanggapi perkataan bhie.

Dia menyodorkan satu tangannya pada bhie untuk membantunya beranjak dari lantai dan kembali duduk di sofa yang dia duduki tadi.

'Gila tangannya emang lembut!!! ' bhie berteriak dalam hatinya karena dia memegang telapak tangan dari pak alan untuk bangun dan duduk di sofa.

'Seandainya dia pacar asli! '

Mereka berdua duduk bersebelahan di sofa yang sama kali ini. Membuat suasana menjadi hening dan sepertinya keduanya mulai kebingungan setelah untuk pertama kalinya duduk di sofa yang sama.

"Sepertinya kita harus membiasakan diri mulai dari sekarang " ucap pak alan.

Bhie hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil menuliskan semua ucapan pak alan yang menurutnya sangat penting sekali.

"Berapa lama saya harus membiasakan diri, pak? " tanya bhie sambil melihat catatannnya.

"Berdekatan seperti ini untuk waktu yang lama itu membutuhkan persiapan mental yang kuat, karena tidak akan menutup kemungkinan kalau di tengah perjalanan saya terbawa perasaan dan kemudian merasa nyaman setelah merasa nyaman biasanya perempuan selalu mengakui jika dia telah jatuh hati.... "

Bhie tidak meneruskan perkataan yang sama sekali tidak di sadarinya muncul begitu saja dan baru menyadarinya setelah semuanya terucapkan.

Dia menutup kedua matanya dan tidak berani mengangkat wajahnya sekarang, hanya terus menatapi buku catatan yang sedang terbuka di pangkuannya...