webnovel

Gummy

10 menit sebelumnya.

Estevan beserta Noah duduk di kursi sofa yang tersedia di ruangannya, mereka berdua bermain salah satu permainan kesukaan putranya yaitu batu kertas dan gunting. Di setiap permainan yang mereka mainkan Noah selalu menang, bukan karena Estevan mengalah pada putranya. Namun, ia merasa kalau anaknya memiliki suatu bakat istimewa yang tidak dimilikinya.

Dan saat Estevan mengerluarkan tawa cerianya karena bermain dengan Noah, ia tidak sengaja menoleh kearah ruangan kerja Zefa yang terlihat karena kaca yang digunakan sebagai pembatas dua ruangan mereka. 'Apa yang dilakukan bocah itu?' pikirnya ketika melihat Zefa yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.

Di saat matanya sibuk memperhatikan pekerjaan dari Zefa, Estevan teringat satu pertanyaan yang harus diajukannya kepada Noah. Estevan menunduk kearah Noah lalu berrtanya pada bocah itu, "Noah. Kenapa putranya Ayah yang tampan ini bisa mengenal Zefa?"

"Zefa?" Noah mendongak terkejut ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Ayahnya. "Jadi kakak cantik itu namanya Zefa?"

"Kakak cantik?" Estevan memiringkan kepalanya sekaligus bingung.

"Iya, karena kakaknya cantik," jawab Noah dengan polos.

Estevan mengerti apa yang dikatakan anaknya, wajar saja jika Noah berfikiran seperti itu kepada Zefa tapi ada satu hal yang memembuatnya bingung. 'Tidak biasanya Noah bersikap ranah kepada orang lain, apa yang sebenarnya Zefa telah lalukan pada Noah,' batinnya. "Lalu, bagaimana Noah bisa mengenal kakak Zefa?"

Saat Noah sibuk dengan permen coklatnya, anak kecil itu menjawab dengan polos, "Itu rahasia Papa."

"Wah anak Papa sekarang main rahasia-rahasiaan ya," ucap Estevan sambil mencubit gemas pipi anaknya. 'Sebaiknya aku harus menyelidiki ini sendiri.'

Ketika Noah mendegar suara langkah kaki dari Zefa ia berdiri dan saat gadis itu masuk keruangan barulah Noah berlari kearah Zefa lalu memeluknya. "Kakak cantik ayo main."

Sudut mulut Zefa sedikit terangkat ketika mendengar ajakan dari Noah, Zefa membungkukkan badannya agar wajahnya sejajar dengan Noah. "Dengar Noah, sebentar lagi Noah akan di jemput oleh sopir." Sambil mengusap pipi merah muda milik Noah, Zefa mencoba membujuk anak kecil itu.

Segera setelah itu, Noah melipat kedua tangannya ke depan dada dan berbalik membelakangi Zefa. "Tidak, Noah maunya main disini."

Melihat tingkah Noah yang hampir mirip dengan Ayahnya membuatnya berfikir, 'Ternyata buah tidak jatuh jauh dari pohonnya.' Sejenak Zefa berfikir mencari cara untuk bisa membujuk Noah agar mau diajak pulang.

Estevan merasa tidak senang ketika melihat Zefa yang berusaha mendekati putranya yang masih polos itu tapi, ketika mendengar perkataan Zefa yang mengatakan kalau Noah akam dijemput. Estevan langsung berfikir kalau yang mengirimkan pesan itu kepada Zefa adalah Ayahnya sendiri, ia menilik jam arloji dan kurang lima menit lagi dia dan Zefa harus segera pergi ke tempat kontruski pembangunan toko yang baru.

Esteva berdiri lalu menghampiri putranya. "Kalau putra mau pulang, Papa akan berikan permen coklat yang banyak," bujuknya namun, itu sia-sia saja karena Noah tidak terlalu tertarik dengan makanan manis itu.

Lama Zefa berfikir dan sebuah ide random masuk ke dalam otaknya. 'Ini menyebalkan tapi ya sudahlah.' Mau tidak mau Zefa harus menggunakan cara itu untuk membujuk Noah agar mau pulang. "Noah," panggil Zefa dengan lembut.

Panggillan yang keluar dari mulut Zefa membuat Noah beserta Estevan menoleh kearahnya. Noah yang melihat raut wajah sedih dari Zefa langsung memeluk gadis itu lalu mendongakakn kepalanya. "Kakak cantik sedih? Baiklah kalau begitu Noah akan pulang tapi kakak cantik harus janji mau main sama Noahnya." Kelingking kecilnya terangkat.

Dan Zefa mengaitkan kelingkingnya ke kelingking Noah membuat bentuk simbol janji. "Iya, kakak pasti main kok." Lalu Zefa kembali tersenyum.

"Terima kasih kakak." Tak lama setelah itu seorang sopir datang untuk menjemput Noah, ketika di depan pintu ruangan Estevan. Noah yang sedang digandeng oleh sopir rumah menghentikan langkahnya kemudian menoleh kearah Zefa. "Sampai jumpa nanti." Sambil melambaikan tangannya lalu pergi.

Zefa juga melambaikan tangannya dan ketika melihat Noah yang pergi, ekspresi hangatnya berumah menjadi suram. Ia menoleh kearah Estevan lalu berkata, "Saatnya pergi Pak Es‐"

"Sejak kapan kau mengenal putraku? CEPAT KATAKAN!"

'Ck. Mulut yang tidak berguna,' gerutu Zefa dari dalam hati. Tatapan kosong dari matanya terus menatap kearah Estevan yang tengah memberikan sorot tajam kepada Zefa.

Pria itu menyamakan wajahnya dengan wajah Zefa. "Dengar, aku tidak akan membiarkanmu dengan dengan Noah. Dia akan memiliki Ibu sendiri."

"Apakah wajah saya terlihat peduli, Pak Estevan?"

Darah mendesir naik ketika sekali lagi dirinya mendengar perkataan pedas dari Zefa. "Aku pastikan akan segera memecatmu."

"Baik," jawab singkat Zefa. "Dan sebaiknya kita harus segera berangkat sebab sekitar 15 menit lagi adalah jam makan siang dan kemacetan akan terjadi dimana-mana."

'Bagaimana mungkin dia tidak perduli jika di pecat? Haruskan aku membuat gadis dingin ini memohong kepadaku?' Estevan segera melangkahkan kakinya leluar dari ruangan dan disusul oleh Zefa yang berjalan di belakangnya.

Dengan menggunakan mobil kantor, Zefa menyetir mobil untuk membawa Estevan pergi. Tapi, ketika ia menghentikan mobilnya saat lampu merah menyala, Zefa kembali bertanya kepada Estvena mengenai agenda yang akan dilakukannya setelah mereka sampai. "Pak Estevan, anda ingin makan atau ke lahan kontruksi terlebih dahulu."

Estevam yang menunduk karena membaca data lahan kontruksi langsung menjawab. "Makan dulu." Tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali.

"Baik."

~

Di sebuah restoran seafood Zefa memarkirkan mobilnya dan membukan pintu belakang agar Estevan. 'Sesuai dengan perkataan Pak Leonard kalau, restoran seafood ini adalah salah satu retoran kesukaan Pak Estevan.'

Estevan keluar dari mobil lalu membenahi kancing jas hitam yang sedang di kenakannya sambil mengedarkan pandangannya.

"Saya akan menunggu di sini," ucap Zefa.

"Mengapa?" tanya Estevan sambil menoleh kearah Zefa yang berada disampingnya.

Dengan matanya yang melihat kearah rerumputan yang ada dibawahnya Zefa menjawab, "Saysangat membenci seafood. Saya akan menunggu diluar."

"Baik kalau begitu." Estevan melangkah masuk kedalam resto dan meminggalkan Zefa sendirian.

Sejujurnya saat ini Zefa juga lapar namun, tidak mungkin ia makan bersama dengan bos barunya oleh karena itu ia memutuskan untuk mengedarkan pandangannya keseluruh area sekitar restoran seafood dan menemukan salah satu toserba yang ada di seberang jalan. Dengan kaki jenjangnya Zefa melangkahkan kakinya menuju jalan raya dan saat jalan raya mulai terlihat sedikit sepi barulah Zefa menyebrang jalan.

Didalam toserba, Zefa mengamati setiap makanan serta minuman yang dijual disana dan disalah satu kulkas minuman ia melihat susu pisang kesukaannya. Segera Zefa berjalan menghampiri beda tersebut dan mengambip dua kotak susu pisang beserta roti sandwich yang berada tepat di samping lemari pendingin.

"Sepertinya ini sudah cukup." Zefa berjalan kearah kasir untuk membayar.

"Totalnya 27.500," ucap kasir.

Zefa mengeluarkan uang sesuai nominal yang diucapkan kasir dan setelah membayarnya barulah Zefa duduk di tempat makan yang telah disediakan di dalam toserba. 'Sudah lama aku tidak minum ini.'

"Apakah kau, Zefa?"