webnovel

Hold On!

7

Zefa yang hendak melahap makanannya terpaksa mengurungkan niatnya ketika ada seseorang yang memanggil namanya, ia menurunkan sandwich yang sebelumnya sudah terangkat lalu menoleh kearah asal suara. Hanya satu pertanyaan yang Zefa pikirkan ketika melihat seorang wanita dengan membawa seorang bayi yang ada di gendongan. "Siapa?"

Wanita itu tertawa sinis. "Bagaimaba mungkin kau melupakanku, aku Yura dan apa yang sedang kau lakukan disini? Oh atau jangan-jangan kau bekerja di tempat ini dan sedang istirahat makan siang? Ups sepertinya aku keceplosan," ejek Yura sambil menutup mulutnya lalu menurunkannya.

Zefa mengabaikan perkataan Yura barusan, ia kembali fokus dengan makan siangnya dan menggigit sepotong sandwich ditangannya.

Merasa diabaikan, Yura merebut makan Zefa lalu menjatuhkannya dan menginjak-injak makanan tersebut. "Makan tuh sandwich rasa sepatu mahal." Kemudian terkekeh sinis.

Zefa membenci makanan terbuang sia-sia, seketika itu juga Zefa menatap tajam kearah Yura yang menertawainya. "Sepertinya ada seseorang yang membiarkan hewan liar lepas dari kandangnya."

"Apa?" Wajah Yura memerah ketika mendengar sindiran dari Zefa.

Dam seketika itu juga gadis itu bangkit dari tempat duduknya dan pergi keluar dari toserba dengan membawa makanan serta minuman yang di bawanya. Sesaat setelah ia menyebrang jalan Zefa mulai bergumam mengenai perilaku yang dilakukan Yura tadi, "Mungkin wajahnya yang membuatnya menjadi pongah seperti itu." Zefa membuka pintu mobil dan memakan sandwich yang dibelinya lalu sebagai penutup ia meminum susu pisang.

"Walau sudah lima tahu dia masih sama seperti bajingan," umpat Zefa dan saat ia menoleh ke jendela. Sosok wakil CEO yang ada di kantornya berjalan mendekat, Zefa segera keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil. "Silahkan Pak Estevan."

Disaat Estevan hendak melangkah masuk, suara seorang wanita yang meneriaki nama Zefa membuatnya mengurungkan niat untuk masuk kedalan dan saat itu juga Estevan langsung mengamati daerah sekitarnya. Dari netranya ia melihat sosok wanita dengan membawa bayi berjalan menghampirinya dan menampar Zefa dengan sangat keras. Hal itu membuat Estevan membelalak terkejut.

Plakk

"Beraninya jalang sepertimu menghinaku seperti itu," umpat Yura sambil membelalakkan matanya. Nafas Zefa sudag menderu dengan sangat cepat beriringan dengan darah yang mulaibmemaksa merangkak naik ke wajahnya. Ia mengepalkan tangannnya dan melirik kearah Yura namun, saat melihat bayi yang baru dilahirkannya Zefa mengurungkan niatnya untuk membalas perbuatan Yura kepadanya.

Wajahnya reflek menoleh ketika di tampar oleh Yura. Dari pipi kiri Zefa terlihat sebuah bekas telapak tangan dan disaat itu pula pipinya mulai terasa panas. "Ck!"

"Sayang apa yang kau lakukan disini?" tanya seorang pria yang lalu merangkul punggung Yura dari belakang.

"Roberts, wanita ini telah menghinaku dengan kata kasar," adu Yura kepada Roberts, suaminya.

Sudut bibir atas Zefa naik serta pandangannya berubah menjadi jijik saat melihat ekspresi wajah dari Yura. "Pengadu adalah orang yang terburuk di dunia ini."

Plak!!

Untuk kedua kalinya Zefa menerima tamparan ditempat yang sama. Penghinaan yang diterimanya saat ini sudah cukup melampaui batas dan Zefa sudah tidak bisa menahan amarahnya.

Mendengar keluhan dari istrinya, Roberts sangat tidak terima. Ia juga mengangkat tangannga dan hendak memukul wajah Zefa yang masih menolehkan wajahnya.

Dan ketika Roberts mengayunkan tangannya dengan cepat Estevan menahan tangan pria itu lalu mendorongnya dengan kasar. "Pria mana yang berani menyakiti seorang wanita."

"Oh tertanya ini sekertaris barumu, aku pikir dia akan mirip denganmu dan ternyata benar," hina Roberts lalu tertawa.

"Kau–"

"Ck! Menyebalkan sekali," ujar Zefa yang memotong perkataan Estevan sambil mengangkat kepalamya dan menatap dengan tajam sepasang pasutri di depannya.

"Apa maksudmu?" Kerutan terlihat didahi Roberts ketika mendengar ujaran kebencian dari Zeda.

"Aish! Aku sangat menyukai wajahku tapi berani-beraninya kau melukainya." Tatapan Zefa semakin menajam ketika melihat wajah Yura.

"Apakah kau begini karena kematian orang itu?" sindir Yura sambil tersenyum miring.

Sebelum Yura mengatakan hal yang seharusnya tidak dikatajannya, Zefa mencoba menelan semua amarahnya dan melebarkan kembali pintu yang dibukakannya untuk Estevan. "Mari Pak, jadwal kita masih padat."

Estevan menatap Zefa yang terlihat gelisah, ia menuruti permintaan gadis itu untuk masuk kedalam mobil dan perlahan Zefa menutup pintunya. Dari dalam Estevan melihat kalau sepertinya Yura mengatakan sesuatu namun, Estevan tidak bisa mendengarkan.

Zefa masuk kedalam mobil lalu menutup pintunya dengan kasar. "Aku pastikan akan membunuh kedua orang itu," gerutunya yang tidak sengaja terdengar sampai ketelinga Estevan.

'Sebenarnya apa hubungan Sekretaris Zefa dengan Istri Roberts? Mengapa gadis dingin ini nampak sangat marah,' batin Estevan yang melihat raut wajah Zefa dari kaca yanh ada di atas kepala gadis itu.

~

Di lahan kontruksi bangunan, Zefa memberikan sebuah helm pengaman kepada Estevan kemudian ia juga memasang helm tersebut di kepalanya. Amarahnya masih menggebu-gebu karena ucapan yang dikatakan Yura setelah Estevan masuk kedalam mobil. 'Untung saja Pak Estevan tidak mendengar perkataan Yura mengenai Joshua, kedua orang itu memang seharusnya mati,' batinnya.

Suasana semakin terik karena matahari berada di tengah-tengah mereka. Estevan yang baru berjalan 100 langkah sudah mulai kepanasan namun, demi memperlancar bisnis yang dibangun Ayahnya dengan terpaksa ia menahan terik matahari yang menyengat kulitnya. 'Memang seharusnya aku melakukan seperti ini.'

Dan ketika mereka sampai ke depan pintu toko dari ruko yang masih dalam proses pembangunan Estevan menghentikan langkahnya dan membuat Zefa juga terhenti. Ia membaca ulang catatab agenda yang ada di tangannya. "Pak Estevan, setelah ini anda memiliki jadwal makan malam dengan clien."

"Baik, kau sudah menyiapkan tempatnya?" tanya Estevan sambil mendongak menatap kearah atap ruko yang belum sempurna.

"Sudah Pak, itu agenda terakhir jadi setelah itu anda bisa pulang."

"Hmm baik, kau sendiri sudah makan siang? Aku tidak ingin pekerjaku sakit karena tidak makan siang."

"Sudah Pak."

"Baguslah." Estevan kembali berkeliling di area kontruksi pembangunan dan diikuti Zefa dari belakang.

Sejujurnya melakukan pekerjaan seperti ini adalah hal yang merepotkan bagi Zefa akan tetapi, jika ia tidak melaksanakan tugasnya pasti ia akan teringat dengan wajah Joshua dan tidak hanya itu saja. Ibunya juga merencanakan untuk menjodohkannya dengan anak teman dari Ayahnya oleh sebab itu ia memilih untuk bekerja walaupun itu sangat melelahkan dan membosankan, untuk menghilangkan kebosanannya. Zefa menginjak jejak langkah kaki dari sepatu Estevan yang membekas di tanah.

Namun, keasikan yang baru dicarinya harus hilang hilang ketika ia mendengar suara gesekan yang berada di atasnya. Zefa mendongak, ia terkejut ketika melihat benda yang akan mengenai bos barunya. "AWAS PAK ESTEVAN!"