Kini Ramona resmi sebagai santriawati kelas 1 IPS 2 Pesantren Al-Falah. Di SMANSA dia mengambil jurusan IPA, dan pilihan yang sekarang harus di IPS karena dia berasal dari sekolah umum. Ujian SMA kemarin tak diikutinya, toh dia sudah memantapkan hatinya untuk sekolah di pesantren. Ramona termasuk dari 10 siswa yang mendapatkan beasiswa dari PT. Karunia Sejahtera, yang oleh pihak sekolah merahasiakan nama pemilik perusahaan dan hanya menjelaskan jika pesantren selalu mendapat bantuan dari dana Social Responsibility (CSR) PT. Karunia Sejahtera setiap tahun, salah satunya beasiswa untuk 10 orang dari biaya pendaftaran, SPP sampai asrama gratis selama 3 tahun.
Untuk beradaptasi dengan lingkungan pesantren susah-susah gampang. Dimulai dari tidur jam 10 malam bangun jam 3 dini hari untuk sholat malam, terus lanjut membaca Alqur'an sampai subuh, setelah itu bergegas mandi, sarapan jam 7 pagi. Jam 7.30 apel pagi, jam 8 pelajaran dimulai sampai pukul 15.00 tentunya ada jedah waktu untuk istrahat 10 menit pada jam 10.00, dan Ishoma pada jam 12.00 selama 1 jam dan kembali masuk pukul 13.00 - 15.00. Kembali ke asrama mandi dan bersiap-siap ke mesjid untuk sholat ashar, setelah sholat para santri diizinkan untuk beraktivitas lain seperti olahraga, latihan qasidah atau pramuka. Begitulah rutinitas setiap harinya jika waktu libur santri tidak diizinkan keluar dari pondok kecuali atas izin pengurus pondok. Santri taunya hanya belajar karena semua keperluan dari makanan sampai loundry semua ditanggung Yayasan.
Di Pesantren ini laki-laki dan perempuan pisah, di kelas pun pisah jika kelas
IPS 1 laki-laki, IPS 2 Perempuan. Disini kami dilarang berduaan atau berkumpul dengan laki-laki kecuali kegiatan mengharuskan demikian. Jika ketahuan maka kami harus menerima sangsi, sangsinya bisa membersihkan toilet sampai dengan memakai gantungan kardus depan dan belakang yang bertuliskan "MAAF AKU SALAH".
Semua diatur sedemikian rupa dengan segala larangan, santri dilarang merokok, santri dilarang berteriak dan berkelahi dan masih banyak lagi. Santri harus menyetor hafalan qur'an seminggu 1 surah untuk surat yang cukup panjang seperti Albaqarah bisa selama 2 minggu, tidak bisa menghafal kena sangsi juga.
Ramona paling takut kena sanksi, jika disuruh bersihkan toilet sih bukan masalah tapi kemana-mana membawa gantungan kardus selama seminggu itu sangat memalukan apalagi jika dilihat Fajar, mau ditaruh dimana mukanya. Sebisa mungkin dia mematuhi aturan pondok.
Sebulan sekali selalu ada kunjungan dari orang tua santri, banyak orang tua yang membawakan makanan kesukaan anak-anaknya. Disini santri diajarkan disiplin dan saling berbagi karena biasanya tidak semua siswa mendapat kunjungan keluarganya. Seperti yang terjadi pada Ramona., tak ada yang datang mengunjunginya, kehadiran ayahnya dan Yusran hanya ketika dia pertama kali masuk asrama. Namun dia tidak merasa sedih karena hampir setiap hari Fajar selalu memberikan suport padanya. Suport yang dia terima setiap minggunya yang selalu diselipkan di buku catatan hariannya. Selain sebagai guru Psikologi Fajar juga sebagai guru BK, dia selalu menerima semua buku catatan harian santri. Cari kesempatan dibalik kesempitan...hehehe karena memang hanya itulah caranya berinteraksi. Saling bertatapan hanya ketika jam pelajaran psikologi, setelah itu tak bisa lagi. Itulah serunya menjadi anak santri, ada suka dukanya.
Ramona berusaha beradaptasi dengan lingkungan pondok, pernah sekali Ramona berbuat kesalahan, dan itu adalah hukuman pertama kalinya. Itu sebenarnya bukan kesalahan tapi kelalaian, mana dia tau kalo Fajar menyelipkan kertas di buku catatannya, kalo diingat sedih dan gemas juga. Semua ulah Fajar, dan yang memberikan hukuman juga Fajar. Ramona yang bertugas mengantar buku catatan harian semua santri kelas 1 IPS 2, dan diapun yang mengambilnya. Tugas itu bergiliran, dan kali ini tugasnya. Dia bergegas mengambil buku di ruang BK, karena ulah Fajar yang sempat menggodanya membuatnya keluar ruangan dengan rona merah di wajahnya.
"Kamu terlihat cantik hari ini, aku sulit tidur membayangkanmu"...Ciaahhhh
Kata-kata itu membuatnya sumringah, dia berlari dan tak sadar buku yang dibawanya jatuh, surat yang terselip jatuh di samping Ustad Faisal yang terkenal kiler yang saat itu melintas hendak ke kelas.
Fajar yang melihatnya segera menghampiri, bisa berabe kalo surat itu ketahuan, akhirnya dia yang berinisiatif memberikan hukuman untuk Ramona.
Surat itu dimasukkan kedalam saku celana Ustad Faisal..Mati aku....Fajar dan Ramona gugup. "
"Ayo keruang BK" Ajak Ustad Faisal, Fajar terlihat lega karena ini ranahnya.
Fajar dan Ustad Faisal menuju ruang BK disusul Ramona, semua santri yang mengetahui hal itu saling berbisik.
"Duduk" Perintah Fajar kepada Ramona yang dilihatnya masih berdiri mematung.
"Santri baru rupanya" Kata Ustad Faisal, dirogohnya saku celananya dan surat itu disodorkan kepada Ramona.
"Baca yang keras" Perintahnya. Fajar yang tadinya tegang jadi tersenyum simpul.
Begitu melihat surat itu Ramona pucat pasi, surat itu ditujukan padanya, ditatapnya Fajar yang ada di hadapannya seakan meminta penjelasan tapi yang dituju malah pura-pura tak melihat dan malah menyuruhnya membacanya.
"Ayo baca" Perintah Fajar sambil menahan tawa.
"Dear sayang....."Ramona membaca dengan gusar. Dia tau ini tulisan Fajar, dengan perasaan dongkol dia melanjutkan bacaannya sampai selesai.
"Aku tak ingin lagi melihatmu menangis, jangan pernah merasa sedih, aku akan selalu ada untukmu. Aku Mencintaimu setulus hatiku." Malu dan bangga bercampur menjadi satu. Ramona menyerahkan kertas itu kepada Fajar, Ustad Faisal setelah mendengarnya segera pamit dan menyuruh Fajar yang memberi hukuman.
"Aku ke kelas dulu, ada-ada saja. Beri dia hukuman agar menjadi pelajaran bagi santri yang lain" Perintahnya dan berlalu.
Seakan kejatuhan durian runtuh perintah itu menguntungkan Fajar, dengan begitu santri yang bertugas mengantar dan mengambil buku catatan diruangannya akan selalu hati-hati agar tidak kena sangsi. Aman bagi Fajar tapi tidak bagi Ramona, seminggu dia harus menggunakan kalung kardus dilehernya. Namun tak urung dia tertawa jika mengingat hukumannya itu.