webnovel

Masa Kecil Ramona

Ini merupakan tahun terberat bagi Ramona, sepanjang tahun ini dia tak pernah dikunjungi orangtua maupun kakaknya. Dia hanya sekali menerima panggilan telepon lewat asrama dari Yusran yang memohon maaf karena tidak bisa mengunjunginya, Yusran mendapatkan beasiswa S2 di Universitas Indonesia Jakarta. Ramona memakluminya tak sedikitpun muncul rasa kecewa atau benci di dalam hatinya. Statusnya sebagai santriawati membuatnya menjadi pribadi yang sangat mandiri, sabar dan tegar. Dia sangat bahagia masuk pesantren, andai sejak dulu dia tahu betapa senangnya masuk pesantren itu maka sudah sejak dulu dia masuk.

Ada satu yang mengusik hatinya, surat terakhir yang diselipkan Fajar dibuku catatan harian membuatnya sangat gundah. Yah...

Fajar akan melanjutkan study S2 di Kairo, semua seakan janjian pergi meninggalkannya. Tapi dia berusaha tegar ujian naik kelas sudah di depan mata dia harus kuat menghadapinya, tekadnya untuk meraih juara membuat dirinya mengesampingkan kepergian Fajar dan Yusran.

Fajar ingin sekali bertemu Ramona, tetapi aturan pondok yang sangat ketat membuatnya tak bisa berbuat banyak. Dengan sedikit tergesa-gesa Fajar menemui ayah Ramona di Desa Sekarwangi. Fajar memarkir mobilnya tepat dihalama rumah itu yang kebetulan pintu gerbanngnya terbuka lebar.

"Assalamu 'alaikum"

"Waalaikum salam" Sahut pemilik rumah yang tak lain Pak Hendrinata.

"Mari masuk dan silahkan duduk" Pak Hendrinata mempersilahkan Fajar duduk di ruang tamu, dia telah mengenalinya karena Fajar pernah menjemput Ramona saat hendak mengikuti pesantren kilat.

"Sendiri ? Dimana tante Dewi ? Fajar melongokan kepalanya kiri kanan.

"Sebentar lagi dia mau lahiran jadi pergi chek up ke dokter kandungan, akhir-akhir ini saya sering sakit jadi meminta Rukiyah menenamaninya"

"Oh"

Tanpa basa-basi Fajar menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Pak Hendrinata.

"Saya menitipkan Ramona, mohon jangan tersinggung. Saya besok akan ke Kairo melanjutkan Study S2, karena ketatnya aturan pondok saya tidak bisa menemuinya makanya saya menemui bapak"

Pak Hendrinata menarik nafas panjang, ucapan Fajar sangat menyentuh hatinya. Dia benar-benar malu, tak sekalipun dia menjenguk Ramona di pondok, telepon rumah sudah dicabut karena menunggak 3 bulan. Sejak itu dia tak lagi mengetahui sejauh mana perkembangan putrinya

Matanya berkaca-kaca.

"Bapak sangat menghawatirkannya, bapak ingin menceritakan sesuatu tentang dirinya, dan terserah nak Fajar menanggapinya seperti apa" Ucap Pak Hendrinata sambil menatap Fajar yang terlihat siap mendengarkan semua cerita tentang Ramona, Apapun kisahnya tidak akan menyurutkan niatnya untuk memiliki gadis itu.

"Diusianya yang ke 7 tahun, Ramona mengalami hal yang aneh, dia sangat sulit buang air kecil sudah di periksakan ke RS dari USG, CT san dan MRI tidak ditemukan sesuatu yang nenghambat saluran kencingnya sampai seorang Ibu yang dibawa tetangga karena prihatin dengan keadaannya ibu Hajah Murni nama ibu itu ada sesuatu yang menyumbat saluran kencingnya dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihatnya. Air putih diberikan untuk dimiinum Ramona selang beberapa menit kemudian dia  hendak buang air kecil  yang oleh Ibu Hajah menyuruh kami menampung air seninya, dan benar saja keluarlah sesuatu yang menurut kami sesuatu yang tidak masuk akal. Itu bukan batu ginjal, Panjang batu itu sebesar jari kelingking kaki Ramona, terlihat seperti memiliki mata. Kami memyimpannya dan berharap batu itu bisa di teliti di laboratorium namun nyatanya benda itu hilang entah kemana." Pak Hendrinata menarik nafas dalam.

"Setelah itu apa yang terjadi pada Ramona ?"Tanya Fajar penasaran.

"Sejak itu dia selalu melihat hal-hal yang kami sendiri tidak dapat melihatnya, menurut orang dia memiliki indra ke 6 tapi dalam keluarga kami tidak ingin mempercayai hal itu, Sesuatu yang  Gaib benar adanya tapi hanya Allah yang mengetahuinya. Dia sering bermimpi sesuatu yang belum terjadi seakan peringatan untuknya, tapi bagi kami Ramona dalam gangguan, kami ingin mengobatinya melalui Ruqyah tapi dia terlihat biasa saja, sama seperti anak-anak gadis lain pada umumnya. Makanya ketika dia berkeinginan masuk pesantren kami segera menyetujuinya. Setidaknya dengan memperdalam ilmu agama dia akan bisa mengatasi gangguan yang ada pada dirinya saat ini " Pak Hendrinata mengakhiri ceritanya.

"Kalo saya melihatnya sangat istimewa, dia berbeda dengan gadis lain pada umumnya" Ujar Fajar.

"Nak Fajar benar, dia memiliki sifat welas asih kepada sesama, walau dia sangat susah tapi dia masih saja membantu orang susah, dia pandai menyembunyikan perasaannya. Tapi sifanya yang bapak rasa masih sedikit sulit dia kendalikan yakni jiwa ingin berontak terhadap sesuatu yang tidak disukainya namun pada akhirnya dia mengalah tapi itu malah akan membuatnya menderita, jika dia tidak bisa mengendalikan emosinya bapak takut nantinya depresi. Saya menitipkannya pada Allah disetiap sujud, sungguh tak ada yang bisa bapak berikan untuknya selain doa. "Imbuh Pak Hendrinata menahan air mata yang hendak tumpah.

Fajar meraih tangan Pak Hendrinata dan menggenggamnya.

"Jika diperbolehkan dan jika Allah mengizinkan saya akan melamar putri bapak setelah dia lulus kelas 3 nanti karena saat itu saya pun Insha Allah tamat S2 dan akan kembali lagi ke sini" Janji Fajar.

Pak Hendrinata sangat terharu mendengarnya. Dia terus meneteskan airmata sampai Fajar pamit dan berlalu dari hadapannya.

Lain lagi dengan Ramona, kepergian Fajar tak mempengaruhi minat belajarnya. Dia bertekad ingin menunjukan pada dunia bahwa dia bisa melalui semuanya sendirian. Kepergian Fajar malah memotivasinya untuk menjadi yang terbaik, mengingat dia memperoleh beasiswa, maka dia ingin menunjukkan bahwa dia layak mendapat beasiswa itu dengan prestasi yang gembilang.