Akbar menunjukkan foto yang sempat dia abadikan dibandara ke arah Fajar. Menunggu reaksi tapi yang dituju malah terlihat biasa saja. Baiklah, aku mau lihat sampe mana hatinya.
"Umi, kemarin Nikita bilang ke aku, jika aku serius dia minta aku menjemput Mona dari kota T katanya disana berbahaya."
"Emang kamu serius ?"Pancing Umi Zihan.
"Seriuslah mi, gadis itu cantik, anggun dan baik, sayang kalo dianggurin, aku mau menikahinya umi. Titik gak pake koma."
Fajar yang mendengarnya langsung emosi.
"Jangan memancing emosiku Akbar" Bentak Fajar.
"Siapa yang mancing, emang dia milikmu ?" Sengit Akbar tak mau kalah.
"Sudah...sudah, kayak anak kecil saja." Ayahnya datang melerai.
"Jika kau peduli padanya, jangan biarkan dia berada di daerah kerusuhan, cegah dia bagaimanapun caranya" Akbar masih saja tak mau diam.
Fajar menahan geram, air matanya berlinang. Ayah dan ibunya hanya bisa mengelus dada.
Akbar duduk disamping ibunya dan tak perduli dengan Fajar yang menatapnya geram.
"Umi, cinta itu benar ada ya ?" Tanya Akbar
"Hah ? maksud kamu apa ?" Ibunya balik bertanya.
"Aku jadi bingung melihat kakak yang katanya cinta tapi kok malah nikahin orang lain"
"Akbar !" Fajar hendak menghajar adiknya itu.
Untunglah Sahnaz segera muncul dari dapur.
"Makan malam sudah siap, ayo bi, ayah, ibu, Akbar, !" Ajak Sahnaz. Pertengakaran pun reda dengan sendirinya.
Siang itu Nikita duduk sendiri di Atrium Cafe Es Teller 77 tanpa ditemani suaminya, dia sedang menanti kedatangan Fajar, tak lama kemudian yang dinantipun tiba.
"Maaf, kena macet" Ucap Akbar sambil duduk di depan Nikita.
"Gak apa-apa kok, baru juga 2 menitan" Jawab Nikita.
Nikita segera membuka tasnya dan segera menyodorkan sebuah cincin.
"Ramona menitipkan ini padaku, sehari sebelum wisuda dia bermimpi, anak-anak yatim memaksanya untuk menyerahkan cincin ini padanya, awalnya dia menolak tetapi karena melihat anak-anak itu seakan sangat membutuhkannya makanya dia rela melepaskan cincin ini untuk mereka" Nikita mulai bercerita, Fajar hanya terdiam sambil memandang cincin yang diletakkan Nikita di genggaman tangannya.
"Apakah itu alasannya ? Maaf, minggu kemarin aku sempat menghinamu"
"Kau tidak salah Niki, itu tidaklah seberapa dibanding rasa sakit Ramona. Aku bisa melihatnya dari dirimu" Ucap Fajar, matanya mulai berembun. Nikita menyodorkan tissu.
"Kau benar, dia nampak tegar di depan orang, tapi sebenarnya dia sangat rapuh. Saat aku menceritakan tentangmu dia nampak santai-santai saja. Tapi aku tahu hatinya, makanya malam itu aku sengaja menemaninya tidur dirumahnya. Ternyata sepanjang malam dia bermunajat kepada Allah, aku pura-pura tidur. Dia menangis sesenggukan diatas sajadah." Sampai aku bangun pagi kulihat dia masih duduk diatas sajadah sambil terus berzikir, kulihat matanya bengkak. Aku mengambil ketimun dikulkas untuk membantu mengurangi bengkak dimatanya, agar tidak menimbulkan kecurigaan kakak-Kakaknya. Untunglah dia belum menceritakan kepada saudaranya jika kau berniat menikahinya setelah wisudanya selesai" Nikita menarik nafas dan mulai melanjutkan ceritanya.
"Sejak Ayahnya meninggal dia patah arah, jilbabnya dilepas, dia menjadi sales jamu dari rumah ke rumah, itu dilakoninya sampai saat dia hendak KKN. Satu hal lagi dia ikut menghadiri acara pernikahan saudara teman kosnya di gereja dan dia ikut menyanyi bersama mereka. Tak bisa dipungkiri gadis itu punya bakat menyanyi, suaranya merdu. Saat acara perpisahan SMP dia menyanyikan lagu selamat berpisah, semua yang mendengarnya terharu dan menangis dan ramai-ramai memeluknya. Aku yakin jika kau mendengarnya kau pasti akan melakukan hal yang sama".
Air mata Fajar mengalir deras dia tak perduli lagi dengan para pengunjung yang menatapnya dengan aneh.
"Saat hendak ujian skripsi dadanya tiba-tiba terasa sesak, yang terlintas dalam benaknya hanyalah dirimu, disaat itu dia hanya berdoa, "Ya Rabb, bahagiakanlah dia". Apakah di hari itu kau resmi melamar Sahnaz ? "Tanya Nikita.
Fajar hanya mengangguk tak sanggup lagi berucap.
"Oh ya, ada satu yang dia ucapkan tapi menurutku itu konyol" Nikita tengah mengingat-ngingat.
"Apa ?" Tanya Fajar tersendat.
"Kau akan punya anak saat dia punya anak"
"Dia benar !" Ujar Fajar
"Hah ?" Nikita semakin tak mengerti, baik Ramona maupun Fajar ternyata sama-sama saling membenarkan.
"Dia tau jika aku akan sangat sulit melepas bayangannya makanya dia akan berusaha untuk melepaskan aku lebih dulu dengan segera menikah dan punya anak agar aku juga bisa punya anak."
Nikita semakin terbengong-bengong dengan keduanya. Tidak Fajar tidak juga Ramona sama-sama saling peduli seakan diantara mereka memiliki ikatan yang sangat erat namun dipisahkan oleh keadaan.
=======END======
============================
Dear readers,
Sebenarnya kisah ini masih sangat panjang. Ini kisah nyata hanya tempat dan nama yang berubah untuk menjaga privasi. Dengan dibubuhi sedikit cerita fantasi agar tidak bosan bacanya. Aku menunggu komentar kalian, kisah tentang Ramona belum berakhir, Ramona dan Fajar masih dipertemukan pada kejadian luar biasa yang dialami Ramona. Nyata. Aku menunggu komentarnya....🥰🥰🥰🥰🥰 next