Kemarin malam...
Suasana hati Rexan malam itu benar-benar sangat berantakan. Entah itu karena mengetahui fakta bahwa Karin telah resmi bersama dengan orang lain atau ia harus bertanggung jawab atas kehamilan Chelsea yang disebabkan oleh kesalahan pada malam itu sehingga ia harus menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Jawaban itu hanya Rexan yang Tuhan yang tahu.
Selama perjalanan Rexan benar-benar tidak fokus, matanya menatap ke jalanan namun pikirannya melayang entah kemana. Untungnya tidak ada sesuatu yang terjadi pada Rexan karena menyetir dalam keadaan yang sedang tidak baik dapat mengakibatkan masalah.
Rexan menghentikan mobilnya sesaat ia sampai di sebuah rumah. Ia menghela nafasnya dan mengusap wajahnya pelan, kemudian menoleh ke luar jendela mobilnya. Ia tersentak kaget saat melihat bahwa ternyata ia sampai bukan di rumahnya, melainkan di rumah mamanya yang mana tempat ini merupakan tempat tinggal sementara untuk Chelsea sebelum akhirnya mereka menikah.
Dengan langkah gusar Rexan keluar dari dalam mobilnya dan masuk ke dalam rumah itu.
"Rex? Tumben banget pulang," Kata Diana yang juga ikut kaget karena melihat putranya itu pulang ke rumah. "Chelsea sepertinya udah tidur, dia ada di kamarmu," tambahnya lagi seakan-akan bisa menebak apa yang akan ditanyakan oleh Rexan berikutnya.
Rexan mengangguk pelan, "Kalo gitu Rexan mau lihat Chelsea dulu, ma."
Sebelum Rexan melangkahkan kakinya kembali, Diana menyuruh Rexan untuk duduk.
"Ada apa, ma?" tanya Rexan.
"Ada yang mau mama bilang sama kamu," balas Diana.
Rexan kemudian memilih untuk duduk di sofa ruang keluarganya, menemani mamanya yang sudah terlebih dahulu duduk di sana. Ia terdiam, seakan-akan menyuruh Ibunya untuk melanjutkan perkataannya.
Diana menghela nafasnya panjang, "Mama tau ini semua berat untukmu. Tentang pernikahan mendadak ini. Tapi mama yakin, Chelsea adalah perempuan yang baik dan semua yang terjadi bukanlah sebuah kebetulan. Mungkin ini semua sudah diatur oleh yang di Atas," katanya.
Wanita paruh baya itu terdiam untuk sesaat sebelum melanjutkan perkataannya. "Tadi pas mama mau masuk kamar Chelsea untuk memberikan susu buat kandungannya, mama tidak sengaja mendengar pembicaraan gadis itu di telepon. Mama juga tidak tahu pasti, tapi yang mama yakini itu adalah papanya. Setelah telepon berakhir, Chelsea menangis begitu saja," ujarnya. "Gadis itu tidak baik-baik aja, Rex. Yang mau mama sampaikan sama kamu, jika kamu tidak mampu mencintai gadis itu, setidaknya jangan kamu sakiti dia. Jangan kamu tambah beban yang ada dihidupnya. Perlakukan dia dengan baik, bagaimana pun juga dia adalah ibu dari anakmu."
Deg.
Rexan terdiam begitu saja saat mendengar perkataan mamanya. Rasanya ia tak mampu berkata-kata lagi. Ia lebih memilih untuk menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Rexan pun bangkit berdiri dari duduknya.
"Rexan mau lihat Chelsea dulu, ma," kata Rexan yang dibalas anggukan oleh Diana.
===
Rexan membuka pintu kamarnya, matanya melihat ke dalam kamarnya untuk melihat keberadaan Chelsea. Dilihatnya Chelsea sudah tertidur di atas kasur miliknya.
Perlahan-lahan ia menghampiri gadis itu dengan pelan agar ia tidak terbangun dari duduknya. Rexan pun membungkukkan badannya hingga wajahnya dan wajah Chelsea berdekatan.
Dia abis nangis... batin Rexan.
Mata Rexan terpaku pada sesuatu yang sedang dipeluk Chelsea dalam tidurnya. Ia pun melepaskan sebuah bingkai foto yang sedang dipeluk oleh gadis itu. Setelah mengambil bingkai foto tersebut, Rexan pun melihat foto yang terpajang disana.
Aku yakin ini adalah mamamu ya? Cantik, sama seperti kamu, kata Rexan dalam hati sambil mengamati Chelsea yang masih tertidur dan sesekali memandangi foto di bingkai tersebut.
"Maaa..." lirih Chelsea dalam tidurnya dan meraih tangan Rexan.
Rexan tersentak dan langsung kembali mendekat ke arah Chelsea. "Ssshh...," sambil menepuk-nepuk bahu gadis itu.
"Mama... jangan pergi... disini aja sama Chelsea..." lirih Gadis itu lagi.
Lagi-lagi dia menangis... batin Rexan.
"Aku disini, Chels. Aku gak akan kemana-mana," kata Rexan sambil mengelus-elus rambut Chelsea. Tangannya kemudian mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi gadis itu, betapa kagetnya Rexan saat itu.
"Chels? Kamu sakit?" tanya Rexan. Kembali ia memastikan suhu tubuh Chelsea dengan tangannya dengan suhu tubuhnya sendiri. Bener! Gak salah lagi, dia demam! katanya dalam hati.
Rexan pun langsung keluar dari dalam kamarnya untuk mengambil thermometer serta baskom dan juga handuk untuk mengompres Chelsea. Tak lama, ia pun kembali. Rexan langsung mengukur suhu tubuh Chelsea dengan menggunakan thermometer tersebut.
"38 derajat," kata Rexan. "Chels, kita ke rumah sakit yuk?" ajak Rexan pada Chelsea, namun tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu. Rexan menghela nafasnya pelan, ia lebih memilih untuk mengompres Chelsea terlebih dahulu dan jika besok suhu tubuh Chelsea belum juga turun baru akan ia bawa ke rumah sakit.
Laki-laki itu terduduk dipinggir kasur, merawat Chelsea dengan begitu telaten. Sesekali ia mengamati wajah Chelsea, "Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu sih?" tanyanya.
Perlahan-lahan mata Rexan mulai memberat sampai akhirnya ia tertidur sambil memegangi tangan gadis itu.
===
Suasana di dalam mobil sangat hening, tak ada yang berbicara satu pun diantara mereka. Chelsea lebih memilih untuk melihat ke luar jendela dan Rexan lebih memilih untuk fokus mengendarai mobilnya.
Hingga akhirnya mereka sampai di depan sebuah rumah dengan model yang cukup tua, namun sangat besar.
"Ini rumah papaku...," kata Chelsea akhirnya. "Makasih ya, Rex, udah anterin aku kesini."
Rexan mengangguk pelan, "Yuk kita masuk ke dalam."
"Jangan. Biar aku aja. Kamu tunggu di sini aja," katanya. Akhirnya Rexan pun mengiyakan perkataan gadis itu yang menyuruhnya untuk menunggunya di dalam mobil saja. "Kalau ada apa-apa, langsung kabarin aku ya?" tanya Rexan.
"Hm-mm." Chelsea pun keluar dalam mobil Rexan. Gadis itu menghela nafasnya panjang, ayo Chelsea kamu pasti bisa, batinnya.
Rexan mengamati gadis itu yang semakin menjauh sebelum menghilang karena memasuki rumah tersebut.
===
Chelsea memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah tersebut. Ia melihat ke sekelilingnya, tidak ada yang berubah sedikit pun dari rumah ini. Semuanya masih sama seperti dulu, bahkan hawa dingin dari rumah ini pun masih sama.
"Eh non Chelsea? Apa kabarnya non? Mbok teh kangen pisan sama si non. Atuh meuni tambah geulis pisan si non teh," sapa Mbok Inem.
"Saya juga kangen banget sama mbok. Saya baik, mbok. Kabar mbok gimana?" tanya Chelsea.
"Baik atuh non. Si non teh ngapain atuh cuma berdiri di depan pintu, ayuk atuh masuk. Tuan teh ada di dalam lagi nonton TV sendirian, si Nyonya mah lagi keluar arisan," ujar Mbok Inem.
Chelsea mengangguk pelan, "Kalo gitu saya ke dalam dulu, mbok."
Benar saja apa perkataan Mbok Inem. Chelsea melihat papanya yang sedang nonton TV di ruang keluarganya. Perlahan-lahan Chelsea menghampiri papanya.
"Papa... Chelsea pulang," kata Chelsea pada papanya.
"Mau apa kamu ke sini?" tanya Hendrik—ayahnya—dengan begitu dingin.
"Chelsea kangen sama papa, pa. Emangnya papa gak kangen sama Chelsea?" tanya Chelsea.
Hendrik berdecih, "Untuk apa? Inget ya, kamu itu bukan anak kandung saya! Dan ingat juga, karena kamu ibumu meninggal karena melahirkan kamu! Dasar kamu anak sial!" katanya.
Ucapan Hendrik barusan menohok hati Chelsea. "Meskipun Chelsea bukan anak kandung papa, tapi Chelsea ada salah apa, pa?" tanyanya dengan nada yang sedikit bergetar.
"Salah kamu adalah kenapa kamu harus hadir di dunia ini? Itu masalahnya," kata Hendrik dengan nada amarah.
Chelsea masih menahan air mata di pelupuk matanya. Ia tidak boleh kelihatan lemah di hadapan papanya, gadis itu pun bersimpuh di hadapan papanya, "Minggu besok Chelsea akan menikah, pa. Papa datang ya, jadi wali nikah Chelsea," katanya. "Setidaknya, ini terakhir kalinya Chelsea akan memohon."
"Menikah? Kok mendadak? Jangan-jangan kamu hamil diluar nikah?"
"I—iya pa," kata Chelsea.
"Hahaha... sudah saya duga. Memang dasarnya kamu anak sial. Dari awal kelahiranmu aja sudah membawa bencana. Apa sih yang bisa dibanggakan dari kamu? Sudah bukan anak kandung, kerjaannya bikin malu terus," kata Hendrik lagi. "Sudah berapa laki-laki yang meniduri kamu? Kamu tau siapa ayah dari bayi itu?"
Chelsea hanya terdiam, air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya lepas begitu saja membasahi pipi Chelsea. Hatinya sakit sekali mendengar perkataan yang begitu menohok dari mulut ayahnya.
Lagi-lagi Hendrik tertawa sinis, "Pasti kamu sendiri pun gak tau kan siapa ayah dari anak itu? Sekarang kamu menikah dengan siapa? Kamu dijadikan istri simpanan? Iya?! Dasar murahan!" katanya.
"Papa... dengerin Chelsea dulu, biarkan Chelsea jelasin semuanya," kata Chelsea.
"Untuk apa? Mau menjelaskan apa? Mau menjelaskan kalo kamu itu sama aja kayak sampah? Hidup kok nyusahin orang? Kenapa kamu gak mati aja?!" Tanya Hendrik dengan nada yang tinggi.
Chelsea mendekatkan dirinya kepada Hendrik, "Papa... tolong biarin Chelsea jelasin dulu atas apa yang terjadi. Jangan seperti ini, pa..." katanya.
Hendrik pun mendorong Chelsea hingga gadis itu terdorong ke belakang.
"Dasar anak sial! Pergi kamu dari sini!" kata Hendrik.
Rexan yang tidak tahan melihat kejadian itu langsung datang menghampiri mereka. "Cukup om! Om udah kelewatan!" katanya dengan nada yang cukup keras juga. Ia juga langsung membantu gadis itu untuk berdiri. "Chels kamu gapapa? Ayo aku bantu berdiri, kita pergi dari sini. Orang kayak gini gak pantes kamu sebut papa," katanya.
"Siapa kamu?! Berani-beraninya kamu!" Tanya Hendrik.
"Ahiya hampir lupa saya untuk mengenalkan diri. Saya Rexan Danadyaksa, saya calon suami Chelsea sekaligus bapak dari anak yang dikandung Chelsea," kata Rexan dengan begitu tegas. "Dan saya harap, ini adalah terakhir kalinya saya melihat om menyakiti wanita saya. Sekali lagi saya melihat atau mendengar wanita saya disakiti, saya gak akan segan-segan untuk membuat orang itu hilang dari dunia ini, termasuk mertua saya sendiri."
Chelsea terdiam begitu melihat Rexan sangat membela dirinya.
"Ohiya satu lagi. Om hadir atau pun tidak dalam pernikahan kami tidaklah penting. Saya berdoa semoga hidup om bahagia selalu. Ayo Chels, kita pergi dari sini." Rexan langsung mengajak Chelsea untuk keluar dari dalam rumahnya.
Sejak kejadian itu, Rexan memantapkan dirinya sendiri untuk selalu menjaga dan melindungi Chelsea apapun yang terjadi.
Chelsea... kamu gak usah khawatir. Kamu bertemu orang yang tepat, aku akan selalu disini untuk menjaga kamu. Apapun yang terjadi, aku akan selalu di sisi kamu, batin Rexan.
Bersambung...
***
Jangan lupa vote dan comment ya! Makasih yang udah baca! Sampai jumpa di part !💗
Halo! Makasih yang sudah membaca cerita ini, jangan lupa untuk selalu beri dukungan ya untuk novel ini. Terima kasih ^^